Sepak Terjang Agresif Organisasi Penentang Islam di Eropa
Anti-Islam dan Islamofobia di Eropa diprakarasi sejumlah organisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, Aksi perlawanan terhadap Islam dan Muslim di Eropa ternyata digerakkan sejumlah organisasi. Mereka pada dasarnya berusaha membela tanah kelahirannya dari Islam yang dianggap paham asing. Mereka tak ingin Islam dan Muslim menjadi kekuatan dominan di Benua Biru tersebut.
Terdapat sejumlah organisasi penentang Islam yang berskala kota hingga lintas negara. Mereka biasanya menganut paham sayap kanan ekstrem. Republika.co.id mencoba memaparkan beberapa di antaranya yang punya massa cukup besar dengan menghimpun dari berbagai sumber.
Pertama, kelompok Stop Islamisation Of Europe (SIOE) atau Hentikan Islamisasi Eropa merupakan organisasi lintas negara di Eropa dengan tujuan utama menghentikan Islam jadi kekuatan politik dominan. SIOE lahir dari gerakan bertujuan serupa di Denmark dengan nama Stop Islamificering Af Danmark (SIAD) pada 2007. SIOE dan SIAD lahir setelah kontroversi karikatur Rasulullah SAW yang dibuat Jyllands-Posten pada 2005.
SIOE merupakan gerakan politik yang masih berhubungan dengan gerakan Tanpa Hukum Syariah di Inggris. SIOE bermarkas pusat di Inggris sekaligus menggelar aksi anti Islam di sana. SIOE juga mendalangi aksi anti Islam dan Muslim di negara Eropa lainnya seperti Prancis, Russia, Swedia, dan Romania.
SIOE punya slogan “Rasisme Adalah Bentuk Kebodohan Terendah Manusia, Tapi Islamofobia Adalah yang Paling Masuk Akal”. Kelompok ini menganjurkan boikot pada semua produk Muslim. Bahkan produk Barat seperti KFC, Asda, dan Fisher-Price juga jadi sasaran boikot mereka hanya karena menyediakan produk khusus Muslim.
Dalam situs resminya, SIOE memandang Islam dan demokrasi tak bisa berjalan beriringan karena terbentur hukum Syariah. SIOE melihat non Muslim diperlakukan sebagai warga negara kelas dua atau bahkan tertindas di negara mayoritas Islam.
SIOE meyakini Muslim cenderung merasa superior dibanding non Muslim. SIOE sulit mempercayai konsep Islam moderat karena adanya praktik taqiyya dan kitman yang dianggap cara menipu non Muslim demi membangkitkan Islam.
"Oleh karena itu, jika pemimpin atau anggota partai politik bisa dituduh berbohong, maka begitu juga agama khususnya Islam yang menganggap berbohong dibolehkan," tulis SIOE.
SIOE berprinsip bahwa semua agama harus diperlakukan sama di bawah hukum seperti halnya partai politik tanpa perlindungan khusus. Aturan ini dipandang SIOE seharusnya khusus berlaku pada Islam karena menggabungkan politik, hukum, dan sistem peradilan yang sungguh berlawanan dengan konsep demokrasi Barat. "Inilah mengapa demokrasi gagal di negara Muslim hingga memberi jalan pada teokrasi Islam."
SIOE ditaksir memiliki 6.600 pendukung di laman Facebooknya. Entah berapa banyak orang yang mendukung gerakan ini karena sulit didata. Gerakan ini menjadi kian besar lewat penjaringan massa di media sosial. SIOE diketuai Stephen Gash yang merupakan politisi Inggris.
Menyusul kemudian kelompok Patriotic Europeans Against the Islamisation of the Occident (Pegida) yang dibentuk di Dresden, Jerman pada Oktober 2014. Pada prinsipnya, Pegida meyakini Jerman sudah terlalu diislamisasi. Pegida menentang tegas ekstrimis Islam. Saat ini, Pegida diketuai Lutz Bachmann yang terus mengagendakan unjuk rasa menetang Islam dan Muslim.
Pegida menuduh otoritas gagal menegakkan hukum imigrasi karena cenderung banyak imigran datang ke Jerman. Pada 2015, Lutz sempat mundur dari jabatannya karena berpose layaknya Adolf Hitler dan mengutarakan kata-kata rasis di laman Facebook. Namun Lutz kembali mengetuai Pegida.
Lutz merupakan seorang pekerja agency publik di Dresden. Ia tercetus ide melahirkan Pegida usai menyaksikan demo yang diduga dilakukan Kurdistan Workers' Party (PKK) melawan Islamic State (ISIL) pada 10 Oktober 2014 di Dresden. Aksi unjuk rasa itu diposting di akun Youtubenya di hari yang sama. Keesokan harinya, dia mendirikan Pegida dari hanya sebuah kelompok di laman Facebook. Pada 19 Desember 2014, gerakan Pegida resmi terdaftar di pemerintah Dresden.
Pegida menitikberatkan pada nasionalisme bangsa melawan imigran Muslim. Aksi Pegida mendapat simpati dari negara lain di Eropa yang menganut paham serupa. Bebas kekerasan dan bersatu melawan keagamaan dan perang proxy di tanah Jerman jadi slogan Pegida.
Aksi unjuk rasa Pegida pertama terjadi pada 20 Oktober 2014 yang hanua menarik sedikit orang. Namun beberapa hari kemudian, gerakan itu mulai meraih simpati di Jerman. Hingga akhirnya massa pendemo Pegida yang dilangsungkan tiap pekan mencapai 10 ribu orang pada 8 Desember 2014.