Hong Kong Uji Covid-19 pada Lansia-Bayi dengan Sampel Feses
Pengujian Covid-19 dengan sampel feses dinilai lebih mudah untuk lansia dan bayi.
REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — Hong Kong akan memperluas pengujian infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dengan sampel feses untuk orang-orang dari kalangan lanjut usia dan bayi. Langkah ini dilakukan setelah sebuah penelitian dari universitas lokal menemukan virus dalam sampel yang diambil dari pasien tanpa gejala pernapasan.
Virus juga ditemukan dalam sampel dari sejumlah orang yang telah melakukan tes Covid-19 beberapa hari sebelumnya dan dinyatakan negatif. Studi yang dilakukan dalam dua bagian oleh Chinese University ini menunjukkan bahwa mengumpulkan sampel tinja adalah pilihan yang lebih baik untuk bayi dan orang tua, yang mungkin mengalami kesulitan untuk menjalani tes swab, yakni tes usap tenggorokan dan hidung.
Tim peneliti mengumumkan pada Maret lalu bahwa virus corona jenis baru tetap dapat berada di dalam kotaran manusia, meski tidak lagi ditemukan dalam sampel air liur, dahak, dan cairan tenggorokan dalam. Studi bagian kedua mencakup sebanyak 2.000 sampel yang diambil dari orang-orang di kedatangan bandara sejak Maret dan kelompok 15 pasien Covid-19 di rumah sakit.
Virus Corona jenis baru ditemukan di dalam tinja dari lebih setengah peserta kelompok yang terakhir. Para ilmuwan menyebut ini sebagai penemuan yang pertama, mencatat bahwa pasien sempat merasakan ketidaknyamanan di perut atau usus.
"Studi kami membuktikan bahwa beberapa pasien yang dipulangkan mungkin masih membawa sampel tinja yang dapat menularkan virus ke anggota keluarga atau teman mereka,” ujar Paul Chan Kay-sheung, ketua departemen mikrobiologi Chinese University, dilansir South China Morning Post, Selasa (8/9).
Chan mengingatkan, dengan temuan dalam studi ini, orang-orang harus semakin waspada. Kebersihan harus dijaga dengan baik, termasuk mendisinfeksi toilet dan rumah serta berbagai tempat lainnya secara teratur.
Hingga 2.000 tes feses akan dilakukan mulai Senin (7/9) dan seterusnya untuk anak-anak yang kembali ke Hong Kong serta bayi yang terhubung ke kelompok berisiko tinggi. Chan juga mengatakan, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS) tengah berdiskusi dengan tim peneliti untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengujian tersebut.
Sejak Maret, tim peneliti telah menguji anak-anak yang kembali dari luar negeri dan mengidentifikasi enam kasus yang dikonfirmasi dari 2.128 sampel tinja dengan tingkat positif 0,28 persen. Salah satu kasus melibatkan anak berusia dua tahun tanpa gejala, di mana ia memiliki tes sampel tinja positif selama 36 hari berturut-turut.
“Kami percaya tinja pasien yang terinfeksi dapat meningkatkan risiko penularan komunitas. Kami memahami dari penelitian ini bahwa bayi dan anak kecil mungkin memiliki masalah, di mana mereka tidak memiliki gejala dan menjadi penular tersembunyi,” jelas Francis Chan Ka-leung dekan fakultas kedokteran.
Untuk mengidentifikasi lebih banyak operator tersembunyi, pusat pengujian telah didirikan di sekolah untuk membantu pemeriksaan populasi anak-anak di Hong Kong. Pusat tersebut, menurut Chan, akan bekerja dalam kemitraan dengan Departemen Kesehatan, yang bertujuan untuk melakukan 2.000 tes sehari. Secara khusus ini akan melayani anak-anak yang anggota keluarganya telah terinfeksi atau tinggal di daerah rawan risiko.
Para peneliti berharap dapat memperluas pengujian untuk mencakup lebih banyak anak di kemudian hari, termasuk siswa taman kanak-kanak yang akan segera kembali ke sekolah, meskipun belum ada jadwal yang ditetapkan. Dalam bagian dari penelitian yang difokuskan pada 15 pasien Covid-19 yang dikonfirmasi, sampel tinja diuji dua hingga tiga kali seminggu selama mereka dirawat di rumah sakit.
Lebih dari setengah pasien ditemukan memiliki virus di usus dan tinja mereka, meskipun tidak memiliki gejala terkait. Di antara kelompok itu, sampel tinja untuk tiga orang masih dites positif enam hari setelah sampel pernapasan mereka kembali negatif.
Chan mengatakan bahwa meskipun otoritas rumah sakit telah mengizinkan pasien untuk dipulangkan setelah mereka menghasilkan antibodi, sebuah langkah yang diperlukan mengingat kapasitas sistem medis yang terbatas, pasien tetap harus sangat berhati-hati setelahnya. Chan menyebut bahwa ketika seorang pasien keluar dari rumah sakit, ia mungkin tidak sepenuhnya tidak menular, tetapi karena antibodi, infektivitasnya sangat berkurang.
Para peneliti juga akan membahas dan meninjau beberapa pedoman pengendalian infeksi dengan otoritas kesehatan berdasarkan hasil penelitian guna meminimalkan risiko infeksi ulang di masyarakat. Chan mengatakan, ia dan tim bertekad melakukan skrining berbasis populasi untuk anak-anak di Hong Kong menambahkan metode pengujian non-invasif lebih mudah untuk bayi dibandingkan dengan tes swab atau usap dari tenggorokan atau hidung.