PBB akan Menangani Transfer Medis Gaza ke Israel
REPUBLIKA.CO.ID -- PBB mengatakan, telah mencapai pengaturan sementara di mana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan berkoordinasi dengan Otoritas Palestina dan Israel untuk memastikan warga Gaza dapat menerima izin keluar untuk dirawat di rumah sakit Israel dan Tepi Barat.
“Mengikuti advokasi dan negosiasi ekstensif dengan para pemangku kepentingan, WHO pada hari Minggu, 6 September, memprakarsai mekanisme koordinasi sementara untuk mendukung pasien Palestina dan pendamping yang diwajibkan oleh Israel untuk mengajukan izin untuk mengakses layanan kesehatan penting di luar Jalur Gaza,” kata Gerald Rockenschaub, kepala dari misi WHO untuk Palestina, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin lalu (7/9).
Pejabat kesehatan Palestina Osama al-Najjar mengatakannya seperti dilansir dari The Times of Israel. Dia menegaskan bahwa pengaturan sementara telah diselesaikan selama kunjungan menteri pemerintahan otoritas Palestina ke Gaza minggu lalu yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan Mai al-Kaila.
Mekanismenya semula diumumkan pada 20 Juli, dengan janji akan mulai beroperasi pada paruh kedua Juli. Namun, kemudian ditunda selama dua setengah bulan tanpa penjelasan publik.
Menurut penyiar publik Israel Kan, Israel telah menyetujui proposal tersebut. Namun, Otoritas Palestina menunda untuk menerima pengaturan tersebut. Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) tidak menanggapi permintaan komentar dari The time of Israel.
Sejak kelompok teror Hamas mengambil alih Jalur Gaza pada 2007, kebebasan bergerak warga Gaza diatur secara ketat oleh negara tetangga Israel dan Mesir. Mereka yang ingin bepergian, bahkan untuk alasan kemanusiaan, menghadapi sistem izin Bizantium.
- Keterangan foto: Warga Palestina menunggu untuk melakukan perjalanan ke Mesir melalui perlintasan perbatasan Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 26 September 2018.
Penduduk Palestina di Gaza yang perlu melakukan perjalanan ke Israel atau Tepi Barat untuk perawatan medis biasanya beralih ke Kantor Hubungan Kesehatan milik Otoritas Nasional Palestina( PA/Palestinian National Authority) Layanan kesehatan di Jalur Gaza ini berkoordinasi dengan Komisi Urusan Sipil Tepi Barat, yang pada gilirannya bekerja dengan Israel untuk mengoordinasikan perizinan.
Namun, karena krisis virus korona, baik Mesir dan Yordania telah menutup perbatasan mereka. Beberapa warga Gaza menjadi sia-sia menunggu krisis berlalu sehingga mereka dapat melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga untuk perawatan.
Dan, sejak pengumuman Presiden PA Mahmoud Abbas pada akhir Mei bahwa PA dibebaskan dari semua perjanjian dan pemahaman dengan Israel, PA sebagian besar telah berhenti berkoordinasi dengan Israel untuk mengeluarkan izin kepada warga Gaza.
Jumlah izin keluar kemanusiaan yang dikeluarkan untuk warga Gaza pada Juli turun menjadi sekitar 260, dibandingkan dengan 2.910 pada Februari, menurut WHO.
Kelompok hak asasi manusia yang telah mencoba menengahi antara Israel dan para pasien mengatakan ada banyak sekali orang sakit yang tidak dapat mengakses perawatan karena mereka tidak bisa mendapatkan izin keluar.
Dokter untuk Hak Asasi Manusia-Israel mengatakan telah menangani 263 aplikasi dari pasien Palestina dari Jalur Gaza antara Mei dan Agustus tahun ini. Sebanyak 103 oang di antaranya adalah pasien kanker, 20 di antaranya adalah anak-anak. Sementara itu, jumlah izin yang ditolak naik hingga 50%.
"Setiap hari, ratusan pasien tidak dapat pergi untuk perawatan medis karena mereka tidak menerima izin - atau bahkan jawaban atas permintaan yang mereka ajukan - dan kemudian melewatkan perawatan penting," kata direktur PHR-Israel Ran Goldstein. "Setiap pasien harus diizinkan meninggalkan Gaza untuk perawatan tanpa penundaan atau hambatan birokrasi."