Survei: PHK Opsi Terakhir Pengusaha Bertahan Saat Pandemi

30 persen UMK dan 47 persen UMB melakukan pengurangan jam kerja selama pandemi.

republika
Gelombang PHK (ilustrasi)
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi upaya terakhir yang dilakukan dunia usaha untuk bertahan pada masa pandemi Covid-19. Sebagian di antara mereka memilih melakukan adaptasi dan mempertahankan tenaga kerjanya meski aktivitas perusahaan sangat terdampak.

Data ini didapatkan dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 34 ribu lebih pengusaha Usaha Mikro dan Kecil (UMK) serta Usaha Menengah dan Besar (UMB) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Survei dilakukan pada 10 hingga 26 Juli.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, sebanyak 30 persen UMK dan 47 persen UMB melakukan pengurangan jam kerja sebagai bentuk adaptasi di tengah pandemi. "Keputusan untuk PHK cenderung menjadi langkah terakhir yang diambil pelaku usaha, baik UMK dan UMB," katanya dalam konferensi pers secara  virtual, Selasa (15/9).

Adaptasi lain yang dilakukan dunia usaha adalah diversifikasi usaha untuk bertahan pada masa pandemi. Survei BPS menunjukkan, sebanyak 16 persen dari responden UMK dan 11 persen responden UMB melakukan penambahan produk dan lokasi usaha selama pandemi.

Pemasaran secara online juga dilakukan dunia usaha untuk bertahan. Sekitar 83 persen UMK dan 79 persen UMB mengakui adanya pengaruh positif dalam penggunaan media online untuk pemasaran produk mereka.

Suhariyanto menyebutkan, di tengah pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi, pemasaran di platform online menjadi cara paling efektif. "Jadi, ke depan, yang dibutuhkan adalah memberikan training (pemasaran online) lebih intensif, khususnya ke pelaku usaha yang tergolong UMK," ujarnya.

Melalui survei tersebut, BPS juga mencatat, sebanyak 84 persen responden mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi Covid-19 terjadi. Akomodasi dan makanan minuman menjadi sektor yang terdampak paling signifikan. Sebanyak 92,47 persen dari responden yang bergerak di sektor ini menyatakan mengalami penurunan pendapatan curam.

Suhariyanto mengatakan, opini tersebut sebanding dengan data pertumbuhan ekonomi kuartal kedua. Pada periode tersebut, sektor akomodasi dan makanan minuman mengalami pertumbuhan minus 22,02 persen.

Baca Juga


"Artinya, mereka yang terdampak pada kuartal kedua, masih mengalami kesulitan di Juli ini," katanya.

Sebanyak 90,90 responden dari sektor jasa lainnya juga mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi terjadi. Sementara itu, 90,34 persen responden transportasi dan pergudangan juga mengalami hal serupa.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler