Masjid 49 Menara, Ikon Budaya Muslim di Sri Lanka
REPUBLIKA.CO.ID, PETTAH -- Daerah di sekitaran Pettah secara umum selalu ramai dengan pedagang dan pembeli. Di sepanjang jalan utama, terdapat banyak toko yang mengkhususkan diri menjual bahan tekstil, sepatu, maupun barang mewah.
Beralih di sepanjang Second Cross Street, mata pelancong akan langsung mengarah ke kubah indah Masjid Merah. Bangunan ibadah ini berdiri dengan tenang dan tegak, seakan menandai kehadirannya.
Masjid ini termasuk dalam mutiara arsitektur dan ikon budaya bagi umat Muslim dan semua warga Sri Lanka. Desain merah dan putihnya yang kontras, menjadi pemandangan menarik dan membuat pejalan kaki berhenti sejenak untuk mengagumi arsitekturnya.
Masjid ini adalah bukti dari dedikasi para perintis pembangun, yang menanamkan bangunan dengan begitu banyak keindahan. Pedagang lokal, biasanya menyebut masjid ini dalam bahasa Sinhala sebagai Rathu Palliya, atau Samankottai palli di Tamil.
Masjid Merah berbeda dengan Masjid Agung Colombo. Selama shalat Jumat, ratusan pria berkumpul di dalam masjid. Di pintu masuk, beberapa pria cerewet menjual penutup kepala untuk shalat dan botol kaca kecil berisi parfum dari seluruh Timur Tengah.
Kehadiran para penjual seakan menjadi pengingat yang tepat tentang ikatan abadi wilayah tersebut dengan pedagang Arab sejak berabad-abad yang lalu. Pedagang Arab, merupakan perintis yang menetap di kota-kota pesisir dan merangkul budaya secara lembut hingga memengaruhi budaya asli.
Dilansir di Daily News, menurut beberapa penduduk senior, mereka memperhitungkan sejak abad ketujuh Pulau Serandib (artinya 'tanah rubi') menarik perhatian para pedagang Arab yang berlayar. Awalnya, mereka menetap di Beruwela dan mulai berdagang permata dan rempah-rempah.
Meski demikian, ada pula yang berpendapat jika para pedagang ini membangun masjid pertama di Beruwela pada 920 M. Bertahun-tahun berlalu, para pedagang lantas pindah ke Kolombo bersama keluarga mereka.
Beberapa waktu kemudian, Muslim asal India Selatan disebut mendirikan toko dagang mereka di daerah Pettah dan Fort. Selanjutnya, penguasa Inggris mengakui hasil ekonomi para pedagang Muslim ini.
Karena kebutuhan untuk beribadah, para pengusaha memutuskan membangun masjid kecil di dekat toko mereka. Mereka membeli tanah dengan harga 500 Rupee Sri Lanka dan menyumbangkan properti dengan mendirikan perserikatan.
Tugas pembangunan masjid lantas diberikan kepada H.L. Saibo Lebbe, seorang pembangun ulung pada zaman itu. Dia bukan seorang arsitek yang berkualitas.
Saibo Lebbe mulai bekerja pada tahun 1908 dan membangun masjid dua lantai dengan menara jam dan kubah, yang mencerminkan arsitektur Indo-Saracen. Jam yang digunakan didatangkan dari Ukraina, sementara tiang penyangga besar diperoleh dari pohon jati di daerah Puttalam.
Saibo Labbe memilih membentuk kubah berbentuk buah delima. Saat sebuah buah delima dipotong, bisa terlihat warna merah dan putihnya. Ini adalah inspirasi pembangun untuk skema warna yang tidak biasa, mengingat warna tradisional komunitas Muslim adalah hijau dan putih.
Banyak yang percaya, bangunan ini adalah satu-satunya masjid di dunia yang memiliki kubah berbentuk delima dengan setengah bulan sabit di bagian atasnya. Fitur lain dalam desain masjid adalah menaranya, yang merupakan ide dari Raja Arab kuno, Abdul Malik.
Masjid Merah memiliki 49 menara yang semakin menonjolkan desainnya yang megah. Setelah masjid selesai dibangun, anggota perserikatan menamainya dengan Al Masjid-al Jamiul Alfar. Kata'Jamiul' berarti masjid yang didedikasikan untuk shalat berjamaah pada hari Jumat, sementara kata 'Alfar' berarti 'sukses'.
Pendirian masjid pada tahun 1909 merupakan wujud persatuan dan pengabdian umat Islam di Kolombo. Namun di setiap cerita indah, tersumpan sebuah tragedi. Beberapa orang percaya, Saibo Lebbe terbunuh ketika kereta kudanya secara tidak sengaja terbalik ke tempat dia berdiri di luar masjid, dan menjatuhkannya.
Masjid Merah memiliki halaman terbuka untuk menikmati sinar matahari dan udara segar. Kolam marmer besar untuk wudhu disediakan, sebagai tempat membasuh wajah, tangan dan kaki sebelum melakukan ibadah.
Anak tangga dari marmer putih ditempatkan mengarah ke lantai pertama. Sebuah lampu gantung besar diletakkan di atap, mendominasi aura di dalamnya.
Karpet merah yang diembos dengan desain kuno Iran merupakan sebuah karya seni dan identik dengan kota kuno Iran. Batu bata merah dan putih memperkaya keagungan visual dari bangunan megah ini.
Setiap bata dilukis menggunakan tangan dengan indah. Batu bata merah dibangun dalam empat desain, bergerigi, spiral, bergaris dan kotak-kotak. Di tepi batas luar, terdapat kaligrafi yang dilukis dengan tangan.
Pada tahun 2007, para anggota perserikatan menyadari kebutuhan untuk memperluas masjid, sehingga mulai melakukan pembangunan. Pembangunan dilakukan di sekitar masjid asli Saibo Lebbe. Saat ini, masjid tersebut memiliki tujuh kubah.
Bangunan tersebut memiliki enam lantai dengan kapasitas 10.000 jamaah dalam sekali shalat. Pada hari-hari khusus, masjid dihadiri hampir 15.000 jamaah dengan orang-orang berkumpul dari luar Kolombo.
Masjid juga memberi makan 2.000 orang setiap hari saat berbuka puasa. Selama periode Ramadhan, toko-toko menjual samosa lezat yang cocok dengan segelas faluda dingin.
Dari lantai enam masjid, terlihat pemandangan pasar yang sibuk. Gambaran tersebut menjadi pengingat jika kota tersebut multi-etnis dan menyimpan kekuatan keragaman sebagai orang Sri Lanka.
http://www.dailynews.lk/2020/09/23/features/229477/mosque-49-minarets