Sidebar

Meski Pandemi, Pesta Pernikahan Banyak Digelar di Timteng

Saturday, 26 Sep 2020 13:53 WIB
Pesta pernikahan di Timur Tengah

REPUBLIKA.CO.ID,  DUBAI -- Pesta pernikahan masih banyak digelar di Timur Tengah. Acaranya pun semarak dengan sajian musik tradisional  dan kerumunan orang yang bersuka ria menari. Pandemi covid-19 tidak menghalangi mereka untuk mengadakan pesta.  

Namun di tengah pesta, polisi kerap menyerbu masuk ke dalam acara yang tengah dihelat. Petugas mengusir tamu, memberlakukan denda yang besar, bahkan memenjarakan pengantin dan penyanyi.

Di Jenin, Tepi Barat bagian utara, Palestina, penyanyi, Mustafa Khatib dan enam anggota bandnya menghabiskan dua malam di penjara karena bernyanyi di pesta pernikahan yang ramai bulan ini. Polisi mendenda kelompok tersebut 11 ribu dolar.


"Ini tidak adil. Orang tidak akan pernah berhenti menikah dan tidak akan pernah berhenti mengadakan pesta," kata Khatib, dilansir dari laman Alarabiya, pada Sabtu (26/9).

Dalam beberapa pekan terakhir, bagian akhir yang tidak membahagiakan dari pernikahan telah menjadi cerita umum. Kasus virus corona yang muncul kembali memicu tindakan keras polisi.

Dari wilayah Palestina hingga Uni Emirat Arab (UEA), para pejabat menghubungkan lonjakan kasus virus dengan pernikahan tradisional berskala besar yang mengabaikan langkah-langkah kesehatan masyarakat.

Penyanyi lain, Mohammed Abu al-Naji, dibebaskan dari tahanan hanya setelah berjanji untuk berhenti bernyanyi sampai pandemi berakhir.

“Ada sekitar 500 orang di pesta itu, tanpa perlindungan apa pun. Saya tidak senang berada di pesta pernikahan seperti itu, tetapi saya harus melakukannya," kenang al-Naji.

Juru bicara polisi, Loaie Irzekat mengatakan, Otoritas Palestina telah menutup belasan upacara pernikahan. Namun gelombang denda, penahanan, dan infeksi tidak menghentikan pasangan untuk menikah serta kedatangan teman-temannya.

"Anda berencana mengadakan pernikahan kecil-kecilan, tapi kemudian semua kerabat dan teman Anda muncul," kata salah satu mempelai, Qasim Najjar. Pesta pernikahannya digelar akhir pekan lalu di desa Deir Sharaf, Tepi Barat utara, dan dibubarkan oleh polisi.

Disebutkan bahwa keluarga Arab, dengan pernikahan besar dan mewah menandai status sosial. Untuk pengantin baru, kebiasaan menerima amplop berisi uang membantu mereka mendirikan rumah. Bagi warga Palestina, ritual tersebut mungkin berjalan lebih dalam.

"Itu adalah hal yang eksistensial," kata Seorang sosiolog politik di American University of Beirut, Randa Serhan. Dia merujuk pada orang-orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel atau di pengasingan.

"Jika orang Palestina berhenti menikah dan berkembang biak, mereka tidak akan ada lagi. Mereka tidak punya bangsa, tapi mereka punya keluarga," kata dia.

Pejabat Kementerian Kesehatan Palestina, Ali Abed Rabu mengaitkan lebih dari 80 persen infeksi virus corona baru dengan pertemuan besar di pesta pernikahan dan pemakaman. Pernikahan dalam ruangan di kota-kota konservatif seperti Hebron telah menunjukkan penularan.

Kasus virus corona sekarang melonjak ke ketinggian baru. Otoritas Palestina telah melaporkan lebih dari 34.500 kasus di Tepi Barat dan 270 kematian.

Di Israel, pihak berwenang menunjuk pernikahan besar di kota-kota Arab sebagai penyebab utama penyebaran virus. Bersama dengan kantong ultra-Ortodoks, yang terkenal dengan pernikahan besar dan doa bersama, komunitas Arab termasuk yang paling terpukul oleh virus itu.

Ketika aula pernikahan Mesir ditutup pada musim semi ini karena infeksi membengkak, orang kaya memindahkan perayaan mewah mereka ke vila pribadi. Kelas pekerja Mesir membawa pesta mereka ke jalan-jalan desa, mendorong polisi setempat untuk membubarkan perayaan tersebut.

Akan tetapi pembatasan telah dilonggarkan karena kasus virus berkurang. Meskipun para pejabat Mesir masih memperingatkan kemungkinan gelombang kedua, pemerintah mengumumkan pekan lalu bahwa pernikahan dapat dilanjutkan di luar ruangan dan di hotel bersertifikat.

Di UEA, tingkat infeksi harian mencapai puncaknya dalam empat bulan, mendorong seorang pejabat kesehatan untuk memarahi publik karena berpuas diri dan kelalaian. Juru bicara kementerian kesehatan, Dr. Farida al-Hosani mengatakan, hampir 90 persen kasus baru berasal dari keramaian di pesta pernikahan, pemakaman, dan acara lainnya.

Pemerintah Emirat telah meningkatkan tindakan kerasnya terhadap pesta-pesta ilegal. Akhir pekan lalu, pihak berwenang memerintahkan penahanan delapan orang di seluruh negeri yang mengadakan pesta besar-besaran tanpa masker. 

Mereka tetap dalam tahanan, menghadapi hukuman penjara hingga enam bulan dan denda minimum masing-masing 27.226 dolar. Di ibu kota Abu Dhabi, seorang pengantin pria, ayah dan ayah mertuanya menghadapi tuntutan setelah polisi membubarkan pernikahan tenda mereka, dan mengeluarkan denda 2.700 dolar kepada para tamu.
 

Berita terkait

Berita Lainnya