Islam di Swedia, Agama Resmi Kedua yang Kerap Dicurigai

Islam di Swedia mengalami diskriminasi meski minoritas kedua.

wikipedia
Islam di Swedia mengalami diskriminasi meski minoritas kedua. Bendera Swedia
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM – Islam telah menjadi agama resmi kedua di Swedia, setelah Kristen. Namun kini di Swedia masih saja Islamofobia terjadi. 

Baca Juga


Dalam beberapa pekan terakhir, Partai Garis Keras Denmark telah membakar beberapa salinan Alquran untuk memprotes penyebaran Islam dan merayakan kebebasan berbicara.  

Setelah Partai Garis Keras politisi Denmark Rasmus Paludan meluncurkan tur pembakaran Alquran di seluruh Swedia, 15 jamaah Muslim telah menyuarakan keinginan mereka untuk mengubah undang-undang Swedia untuk melarang penghinaan terhadap agama termasuk pembakaran kitab suci.  

“Kami tidak ingin di Swedia legal untuk membakar kitab suci seperti Alquran, Alkitab dan kitab suci Yahudi, dan pada saat yang sama harus dilarang untuk mengejek berbagai agama,” kata Imam Hussein Farah Warsame.  

Pembakaran Alquran juga telah dikecam banyak politisi Swedia di seluruh spektrum politik, serta Uskup Agung Antje Jackelen.  

“Membakar kitab itu biadab.  Paling tidak kitab yang dianggap suci oleh banyak orang,memperingatkan bahwa tindakan ini memicu polarisasi antara orang-orang, dan melawan upaya integrasi. Kami mengungkapkan simpati kami yang kuat dengan umat Muslim di negara kami,” para pemimpin Kristen menyimpulkan. 

Dua tahun lalu Swedia mengizinkan masjid untuk azan. Kepolisian memberikan izin masjid untuk mengumandangkan azan untuk shalat Jumat. Namun izin ini hanya berlaku selama satu tahun. 

"Panggilan untuk shalat ini tidak akan memperkuat integrasi di (kota selatan Vaxjo), tetapi lebih berisiko memisahkan kota lebih jauh," kata dewan kota Anna Tenje dari kaum Moderat konservatif. 

Tetapi Perdana Menteri Sosial Demokrat Swedia Stefan Lofven mengatakan bahwa mengakhiri segregasi sejalan dengan mengatasi pengangguran dan memastikan sekolah dan lingkungan memiliki standar yang tinggi. 

Menurut jajak pendapat yang perusahaan riset sosial SIFO dan diterbitkan penyiar swasta TV4 pada Maret, 60 persen responden mengatakan mereka ingin melarang adzan dari masjid-masjid di Swedia.  

Polisi mengatakan dalam pernyataannya bahwa masjid di Vaxjo akan diizinkan untuk mengadakan adzan setiap Jumat selama tiga menit dan 45 detik.  

Polisi mengatakan volume pengeras suara masjid tidak boleh melebihi tingkat tertentu agar tidak berisiko mengganggu rumah tangga di sekitarnya.  Mereka menambahkan keputusan itu didasarkan pada undang-undang ketertiban umum negara dan bukan pada agama  

Masjid Vaxjo adalah masjid ketiga di negara itu yang diizinkan untuk mengadakan azan, menyusul satu di pinggiran Stockholm dan satu lagi di tenggara negara itu.  

Avdi Islami, juru bicara komunitas Muslim di Vaxjo, mengatakan ribuan Muslim mengunjungi masjid setiap tahun dan menyamakan adzan dengan membunyikan lonceng gereja.  

"Kami memiliki masyarakat di mana kami berbeda oleh karena itu lebih baik menganggap perbedaan itu membuat kami lebih kuat," kata dia.  

 

Muslimah Swedia ketika memprotes kebijakan anti-Islam. - (thegatewaypundit.com)

Multietnis

Diperkirakan ada 800 ribu Muslim berada di Swedia atau sekitar delapan persen dari 10,23 juta penduduk Swedia. Sebagian besar populasi Muslim tinggal di kota-kota besar, dengan lebih dari 60 persen tinggal di tiga wilayah kota besar, Stockholm, Goteborg, dan Malmo. 

Populasi Muslim Swedia cukup beragam, dari lebih dari empat puluh negara yang berbeda, dari Turki, Bosnia, dan Iran hingga Pakistan, Arab Saudi dan negara-negara Afrika, Asia, dan Eropa lainnya. Populasi Muslim utama di Swedia adalah populasi Turki. 

Pada 1980-an, mereka menjadi mayoritas populasi Muslim di Swedia, tetapi saat ini hanya mencakup sekitar 10 persen dari total populasi Muslim. Namun, penduduk Turki mempertahankan sumber utama pengaruh politik Muslim melalui kelompok lobi yang mapan dan bersatu.  

Populasi Iran merupakan subkelompok terbesar kedua dari etnis Muslim yang sebagian besar tiba setelah 1985 sebagai pengungsi. Meskipun banyak anggota populasi ini lebih sekuler, seperenam dari populasi ini dianggap Muslim religius. 

Populasi besar lainnya termasuk sejumlah besar warga Irak, banyak di antaranya adalah Kurdi, sisa-sisa perang Iran-Irak dan kebijakan pembersihan etnis Saddam Hussein. Ada juga populasi Lebanon yang cukup besar  sedangkan sisanya berasal dari Maroko, Suriah, Tunisia, dan Palestina.   

Populasi utama dari Afrika termasuk Somalia, Ethiopia. Dari Balkan, ada sekitar 40 ribu Muslim dari Bosnia, dan sejumlah besar pengungsi dari bekas Yugoslavia selama perang saudara. 

Ada enam masjid yang dibangun khusus di Swedia, empat Masjid Muslim Sunni di Stockholm, Malmo, Uppsala dan Vasteras, satu Masjid Syiah di Trollhattan, dan satu masjid Ahmadiyah di Goteborg.  

Karena hanya sedikit dari masjid yang dibangun khusus ini, kebanyakan Muslim di Swedia mempraktikkan keyakinan mereka di masjid bawah tanah. Selama Ramadan, masjid di Swedia terbuka untuk umat Islam, tetapi kehadirannya buruk karena cuaca yang melekat di negara itu.  

Banyak Muslim malah tinggal di rumah atau menonton TV Arab. Tampaknya penerimaan publik yang terbatas terhadap wanita Muslim yang mengenakan jilbab, meskipun pemerintah tidak membatasi penggunaannya. Namun, negara mengizinkan sekolah untuk mengatur pakaian yang menutupi wajah siswa.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler