Dinasti Politik Terbanyak Ada di Sulawesi Selatan

Ada 124 calon kepala daerah pada Pilkada 2020 yang terafiliasi dinasti politik.

Republika/Mardiah
Riset terbaru Nagara Institute menyebutkan, terdapat 124 calon kepala daerah (cakada) dalam Pilkada 2020 yang terafiliasi dengan dinasti politik. Pilkada di Sulawesi Selatan menjadi daerah yang paling banyak mengusung cakada yang terafiliasi dinasti politik. [Ilustrasi calon]
Rep: Nawir Arsyad Akbar  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset terbaru Nagara Institute menyebutkan, terdapat 124 calon kepala daerah (cakada) dalam Pilkada 2020 yang terafiliasi dengan dinasti politik. Pilkada di Sulawesi Selatan menjadi daerah yang paling banyak mengusung cakada yang terafiliasi dinasti politik.

Baca Juga


“Sulawesi Selatan daerah dengan jumlah kandidat dinasti politik terbanyak, ada 12 calon kepala daerah yang terafiliasi dinasti politik,” ujar peneliti Nagara Institute Febriansyah Ramadhan dalam rilis daringnya, Kamis (15/10).

Ia menjelaskan, ada pola dinasti politik yang terulang di Sulawesi Selatan. Pertama, adanya pertarungan antardinasti pada Pilkada 2020. 

Ini seperti yang terjadi di Tangerang Selatan, antara dinasti Ratu Atut, Partai Gerindra, dan putri wakil Presiden Ma’ruf Amin. “Itu tidak ada hubungan, tapi di Sulawesi Selatan ini uniknya adalah terjadi pertarungan sesama dinasti. Jadi sesama keluarga itu saling bertarung,” ujar Febri.

Kedua adalah Sulawesi Utara, sebanyak 11 orang. Selanjutnya, ada Jawa Tengah sebanyak 10 orang kandidat dinasti yang tersebar tujuh kabupaten pemilihan dan dua kota pemilihan.

"Di Jawa Timur yakni sebanyak sembilan orang yang tersebar di tujuh kabupaten pemilihan dan dua kota pemilihan," ujar Febri.

Berdasarkan partai politik, Partai Golkar menjadi yang paling banyak mengusung dinasti politik yakni 12,9 persen. Disusul PDIP dengan 12,4 persen dan Partai Nasdem 10,1 persen.

Dalam hal partai yang mengusung calon kepala daerah non kader, Partai NasDem menempati posisi teratas sebanyak 13,1 persen. Kemudian ada PDIP dengan 11,7 persen dan Partai Hanura 9,7 persen.

Dari data tersebut disimpulkan bahwa partai politik di Indonesia masih belum dapat melakukan fungsi rekrutmennya dengan baik. Partai belum menjadi tempat untuk menyiapkan calon pemimpin daerah yang berbasis nilai.

Pragmatisme partai masih ditunjukkan dengan merekrut calon kepala daerah yang bukan merupakan kadernya. Ini terbukti dari diusungnya Gibran Rakabuming Raka oleh PDIP di pemilihan wali kota Solo dan Bobby Nasution di pemilihan wali kota Medan.

“Fungsi rekrutmen yang tidak berjalan baik akhirnya kian menyuburkan dinasti politik yang masih menjadi masalah dalam demokratisasi di tingkat lokal,” ujar Febri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler