UU Ciptaker, BPJPH: Fatwa Produk Halal Masih Wewenang MUI
IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menegaskan bahwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini disampaikan Sukoso menyusul beredarnya informasi bahwa kewenangan MUI bakal digantikan oleh BPJPH.
“Fatwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan MUI,” kata Sukoso melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (16/10).
Pengeluaran fatwa produk halal melalui MUI merupakan amanat pasal 33 Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Untuk itu dia pun memastikan bahwa penetapan kehalalan Produk tetap dilakukan oleh MUI dalam Sidang Fatwa Halal.
Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja, lanjut Sukoso, Pasal 33 juga masih mengamanatkan hal yang sama, bahwa penetapan kehalalan Produk dikeluarkan MUI melalui Sidang Fatwa Halal. Artinya, baik UU JPH maupun naskah UU Cipta Kerja, keduanya mengatur bahwa penetapan kehalalan produk adalah kewenangan MUI.
Terkait batas waktu, dia menjabarkan, naskah UU Cipta Kerja mengubah redaksi ayat (1) pasal 31 UU JPH dengan memberi penekanan batas waktu lima belas hari bagi Auditor Halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Batas waktu ini tidak ditegaskan secara eksplisit dalam UU JPH.
Meski demikian, naskah UU Cipta Kerja juga menambah satu ayat pada pasal 31 yang mengatur dibolehkannya LPH mengajukan perpanjangan waktu pemeriksaan secara tertulis kepada BPJPH.
“Dalam hal pemeriksaan produk memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu secara tertulis kepada BPJPH,” ujarnya.
LPH sendiri adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. LPH melaksanakan proses pemeriksaan terhadap produk yang pengajuannya sudah diverifikasi sebelumnya oleh BPJPH. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk tersebut kemudian dilaporkan LPH ke BPJPH untuk kemudian dilanjutkan dengan sidang fatwa di MUI.
“Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi,” pungkasnya.