Alasan Vaksin Covid-19 Diprioritaskan Bagi Usia 18-59 Tahun
Vaksin akan terus dikembangkan bagi kelompok anak, lansia dan pengidap komorbid.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri, Antara
Pemerintah sudah mengeluarkan daftar prioritas penerima vaksin Covid-19 di Tanah Air. Selain tenaga medis, polisi dan petugas garda depan lainnya, masyarakat umum juga masuk dalam prioritas penerima vaksin Covid-19 namun dalam batasan usia 18 hingga 59 tahun.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan saat ini memang diprioritaskan untuk kelompok usia 18 sampai 59 tahun. Sebab penggunaan vaksin mengikuti hasil uji klinis tingkat III yang akan dilakukan nanti.
“Dalam memberikan sesuatu itu tujuannya adalah untuk kemaslahatan umat. Jadi otomatis kita mengikuti, kalau sekarang yang ada itu 18-59 tahun dengan komorbid atau tanpa komorbid kita ikuti aturannya,” ujar Terawan dalam diskusi daring yang digelar Partai Golkar, Selasa (20/10).
Ia menjelaskan, vaksin Covid-19 diutamakan untuk kelompok usia 18 sampai 59 tahun dilakukan dengan memperhatikan aspek keamanan. Artinya, bagi kelompok anak-anak dan lanjut usia (lansia) masih menunggu perkembangan dari vaksin tersebut.
“Vaksinasi itu punya tujuan, akhirnya nanti untuk herd immunity untuk juga membangkitkan imunitas di tubuh pasiennya atau yang divaksin itu menjadi tujuannya. Bukan vaksinasi, tapi tidak sesuai dengan kaidah,” ujar Terawan.
Namun ia menegaskan, pengembangan vaksin Covid-19 akan terus berlangsung ke depannya. Sehingga ada peluang ditemukannya vaksin untuk kelompok anak-anak dan lansia.
“Kita ikuti yang aman dulu. Nanti kalau ada perkembangan dari uji klinis menunjukkan ada keamanan untuk usia kecil, komorbid, atau lansia, ya kita akan kerjakan,” ujar Terawan.
Terawan namun mengatakan, nantinya akan ada pengembangan vaksin Covid-19 untuk kelompok anak, komorbid, dan lansia. “Nanti kalau ada perkembangan dari uji klinis menunjukkan ada keamanan untuk usia kecil, komorbid, atau lansia, ya kita akan kerjakan,” ujar Terawan.
Ia mengatakan, penggunaan vaksin Covid-19 di masa depan mengikuti prosedur uji klinis yang saat ini masih dilakukan pengembangannya. Di mana, uji klinis vaksin saat ini dilakukan pada rentang usia 18 hingga 59 dan tidak memiliki penyakit komorbid.
Hal ini dilakukan bukan semata-mata pemerintah mengabaikan kelompok anak, komorbid, dan lansia. Menurutnya, perlu ada pengembangan vaksin Covid-19 lanjutan untuk tiga kelompok tersebut.
“Tidak boleh vaksinasi itu sekedar ritual, vaksinasi itu punya tujuan, akhirnya nanti untuk herd immunity untuk juga membangkitkan imunitas di tubuh pasiennya atau yang divaksin itu menjadi tujuannya. Bukan vaksinasi, tapi tidak sesuai dengan kaidah,” ujar Terawan.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menegaskan semua WNI berhak atas vaksinasi ketika nantinya sudah resmi memenuhi aspek aman dan efektif. "Semua akan divaksinasi. Ya memang tidak mudah tapi ini untuk semuanya, harus merata berhak semua," kata Zubairi, beberapa waktu lalu.
Zubairi menyampaikan metode penanganan Covid-19 di dunia terus mengalami pembaharuan seiring gencarnya penelitiannya. Salah satu teori menyebut tak harus semua warga di satu negara memperoleh vaksinasi.
"Ada satu teori masih diperdebatkan karena berubah terus sesuai penelitian yang terus dilakukan, prinsip vaksinasi ini tidak harus semua, karena begitu sekitar 60-70 persen penduduk kebal maka virus sulit cari mana yang belum terinfeksi akhirnya mati," ujar Zubairi.
Zubairi menyebut virus hidup kalau tinggal di tubuh manusia kemudian ditularkan ke orang lain. "Pandemi selesai ketika virus mati tak bisa cari inang. Jadi tak harus semuanya kebal," lanjut Zubairi.
Teori lainnya Herd Immunity menyebut manusia akan membangun kekebalannya dengan proses adaptasi seiring berjalannya waktu. Namun Zubairi tak sepakat dengan teori itu karena risiko jumlah yang meninggal akan banyak.
"Makanya kita pakai vaksin, tapi sampai sekarang di dunia ini belum ada yang aman dan efektif," ucap Zubairi.
Meski demikian, Zubairi mengatakan tetap akan ada korban setelah vaksin Covid-19 ditemukan. Hal ini didasari dari pengalaman penanganan virus influenza. "Namun nanti tidak semuanya kebal, kalau pun kena hanya ringan saja kondisinya," sebut Zubairi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penyediaan vaksin Covid 19 di Indonesia tak dilakukan tergesa-gesa. Sebab, kata dia, proses penyediaan vaksin covid dan implementasi vaksinasi nanti sangatlah kompleks.
“Saya juga minta yang berkaitan dengan vaksin. Vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa karena sangat kompleks,” kata Jokowi, Senin (19/10).
Pemerintah, kata Jokowi, juga harus melakukan komunikasi yang baik kepada masyarakat terkait penyediaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi. Sehingga tak timbul keresahan di masyarakat seperti halnya masalah UU Cipta Kerja.
“Menyangkut nanti persepsi di masyarakat, kalau komunikasinya kurang baik bisa kejadian kaya di UU Cipta Kerja ini,” kata dia.
Selain itu, ia juga mengingatkan proses pelaksanaan vaksinasi di lapangan tidaklah mudah. Ia meminta agar masyarakat yang akan mendapat vaksinasi pertama kali juga disiapkan dengan matang.
Karena itu, ia menekankan agar komunikasi publik mengenai vaksin ini dapat dilakukan dengan hati-hati dan baik kepada masyarakat. Jokowi mengatakan, pemerintah harus mampu menjelaskan secara jelas mengenai kehalalan vaksin, kualitas vaksin, serta terkait distribusi vaksin nantinya.
“Meskipun tidak semuanya kita sampaikan ke publik, harga ini juga tidak harus kita sampaikan ke publik ... Siapa yang pertama disuntik terlebih dahulu, kenapa dia, harus dijelaskan betul kepada publik,” ujar Jokowi.
Jokowi tak ingin, kurangnya komunikasi publik justru akan menyebabkan munculnya masalah baru lagi. Komunikasi publik yang baik ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman informasi.
“Ini jangan sampai nanti dihantam oleh isu, dipelintir, kemudian kejadiannya bisa masyarakat demo lagi karena memang sekarang masyarakat pada posisi yang sulit,” kata dia.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro akan membentuk konsorsium industri dalam negeri untuk memperlancar produksi vaksin Covid-19 di Tanah Air. "Memang kita akan bekerja sama dengan industri negeri dan kita sedang dalam proses membentuk semacam konsorsium untuk industri dalam negerinya yang memimpin pastinya Bio Farma karena Bio Farma ini kan sejarahnya sudah sangat panjang dan sangat pengalaman dalam soal vaksin," kata Bambang dalam konferensi pers virtual Forum Merdeka Barat 9 tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi Covid-19, Selasa (20/10).
Dalam pengembangan vaksin, industri seperti Bio Farma berperan penting dalam ranah melakukan upscaling terhadap bibit vaksin, uji praklinik dan uji klinik kandidat vaksin yang merupakan tahapan paling penting dalam pengembangan vaksin. Sementara, bibit vaksin sendiri dikembangkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan dan perguruan tinggi. Kemudian, yang berkaitan dengan registrasi vaksin berada dalam ranah Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Ia menjelaskan, Bio Farma akan memimpin konsorsium tersebut dan perusahaan swasta dalam negeri sebagai anggota konsorsium untuk produksi vaksin Covid-19. "Yang paling penting kita harapannya bisa memproduksi 100 persen kebutuhan vaksin orang Indonesia," ujar Menteri Bambang.
Pelibatan industri swasta dalam negeri menjadi penting karena Bio Farma mempunyai keterbatasan dalam kapasitas produksi yakni 250 juta dosis vaksin per tahun sehingga perlu menggandeng perusahaan swasta. "Kita gandeng nih perusahaan swasta yang siap untuk investasi dan bisa menambah kapasitas namun karena mereka pemain baru mereka belum terbiasa untuk urusan dengan uji klinis urusan dengan registrasi sehingga kita ingin buat konsorsium," tuturnya.
Sementara Indonesia membutuhkan sekitar 360 juta dosis vaksin untuk dua pertiga penduduk Indonesia dalam rangka menciptakan kekebalan populasi. Jika seluruh penduduk Indonesia divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin untuk 270 juta penduduk di mana setiap orang perlu pemberian dua kali dosis vaksin.
Dengan jumlah kebutuhan vaksin yang besar untuk seluruh masyarakat Indonesia, maka pemenuhan vaksin diupayakan dari kerja sama dengan pihak luar dan kemandirian dalam negeri untuk menciptakan vaksin Merah Putih.
Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2020 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Cakupan pelaksanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid- 19 meliputi pengadaan vaksin Covid-19, pelaksanaan vaksinasi Covid-19, pendanaan pengadaan vaksin Covid-19 dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19, dan dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.