Bukti Kejayaan Islam di Kordoba Dahului Bangkitnya Barat
Kejayaaan Islam di Kordoba dahulu bangkitnya Barat abad ke-14.
REPUBLIKA.CO.ID, Kegemilangan peradaban Islam di Andalusia sesungguhnya mendahului Renaissance yang terjadi dalam rentang abad ke-14 hingga ke-17 Masehi. Hal ini ditegaskan filsuf Prancis modern, Roger Garaudy, dalam Janji-janji Islam.
Menurut Garaudy, kebesaran peradaban Islam sejak permulaan sampai puncak kejayaannya terjadi lantaran dapat memadukan kebudayaan-kebudayaan pra-Islam atau non-Islam dengan prinsip-prinsip tauhid. Peradaban Eropa modern berutang banyak bukan pada Roma, melainkan Andalusia dan Islam pada umumnya.
Pilar cahaya peradaban Islam sudah terjadi di Baghdad di bawah kekuasaan Khalifah Harun al-Rasyid. Penggantinya, Khalifah al-Makmun mendirikan sebuah pusat penerjemahan karya-karya klasik warisan Yunani Kuno dan peradaban-peradaban Timur, seperti India.
Islam juga memanfaatkan perkembangan teknologi literasi dari Cina, terutama penemuan kertas. Pabrik kertas pertama berdiri di Baghdad pada 800. Sejak saat itu, perpustakaan-perpustakaan tumbuh pesat di kota-kota Islam. Pada 891, tercatat 100 perpustakaan umum ada di Baghdad.
'Demam' mendirikan perpustakaan juga menjalar ke wilayah Barat, termasuk Andalusia. Dalam upaya memperbanyak perpustakaan di Andalusia, utamanya Kordoba, ada politik hegemoni kekhalifahan Umayyah. Saat itu, Umayyah bersaing dengan kekhalifahan Abbasiyah yang memiliki Baghdad sebagai mercusuar peradaban.
Dalam abad ke-10, Khalifah al-Hakim dari Kordoba mempunyai perpustakaan dengan koleksi 400 ribu buku. Ini merupakan tanda bahwa kekuasaan politik berdampingan dengan kebijaksanaan ilmu. Sebagai informasi, kata Garaudy, raja Prancis Charles yang bijaksana hanya punya koleksi 900 buku. Universitas Paris pada abad ke-14 masih memiliki 2.000 buku.
Peradaban Islam juga menjejak dalam bidang seni arsitektur. Memasuki abad ke-10, Kordoba sudah memiliki sebanyak 700 masjid, 60 ribu bangunan kerajaan, 70 unit perpustakaan, yang terbesar di antaranya berkoleksi 500 ribu buku.
Dalam lingkungan yang demikian dan juga didukung situasi politik yang stabil, dunia pemikiran Islam tumbuh dengan pesat di Andalusia. Sebagai contoh, Ibn Rusyd (1126-1198), Abu-Hayyan al-Gharnati (1256-1344), dan Ibn Hazm al-Andalusi (994-1064).
Ibnu Rusyd lahir di Kordoba. Dunia Barat mengenalnya sebagai Averroes, sosok yang menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan, mulai dari medis, astronomi, geografi, matematika, hukum, dan filsafat. Di bidang yang tersebut terakhir, ia terkenal sebagai filsuf yang berpolemik dengan Imam Ghazali, sehingga melahirkan karya Tahafut al-tahafut sebagai balasan atas karya Imam Ghazali, Tahafut al-Falasifa.
Berkat kepakarannya mengenai filsafat Aristoteles, Dunia Barat-Kristen sejak abad ke-13 memiliki cabang gerakan filsafat atas namanya, Averroisme. Sebelumnya, Ibn Rusyd tampil di antara jajaran intelektual Islam berkat pertolongan Ibnu Tufail (1105-1185), ilmuwan jenius keturunan Moor. Sepanjang hayatnya, Ibnu Rusyd telah menulis sedikitnya 80 buku. Di bidang medis, karya Ibnu Rusyd, Kulliyah, menjadi buku rujukan bagi kampus-kampus Eropa.
Abu-Hayyan al-Gharnati berasal dari Granada, Spanyol. Dia dikenal luas sebagai pakar tata bahasa Arab terkemuka pada zaman keemasan Islam. Lebih dari itu, al-Gharnati juga melakukan studi perbandingan gramatika bahasa Arab dengan bahasa-bahasa lain.
Sebagaimana ilmuwan Muslim klasik, al-Gharnati kerap mengadakan perjalanan ke sejumlah wilayah untuk mencari ilmu. Dia mengunjungi antara lain Alexandria, Kairo, dan Makkah serta Madinah. Karyanya, Sibawayh, merupakan buku pertama yang khusus mengenai tata bahasa Arab. Ia merupakan murid Ibnu al-Nafis (wafat 1288), pakar medis dan filsafat. Selain tata bahasa Arab, al-Gharnati juga menguasai ilmu hadis.
Ibnu Hazm al-Andalusi merupakan sosok jenius kelahiran Andalusia. Kepakarannya meliputi bidang sastra, sejarah, dan filsafat. Dia dikenal sebagai pelopor ilmu modern perbandingan agama. Ibnu Hazm bekerja di lingkungan birokrasi istana, khususnya di bawah Khalifah al-Mansur, penguasa Kordoba.
Selain bidang keagamaan, Ibnu Hazam juga menulis beberapa buku mengenai ilmu medis. Sebagai pakar sejarah, Ibnu Hazam menggemari diskusi atau bahkan polemik dengan pakar-pakar lain.