Indonesia Sasar Posisi Jadi Pemain Industri Halal Global
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mulai serius mengembangkan ekonomi dan industri halal untuk bisa bersaing dan menjadi pemain global.
Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin mengatakan saat ini Indonesia masih menjadi konsumen produk halal global dan pada tahun 2018 total belanja untuk produk makanan dan minuman halal mencapai USD214 miliar atau 10 persen dari pangsa produk halal dunia.
“Kita merupakan konsumen terbesar dibandingkan dengan negara-negara mayoritas muslim lainnya,” ujar Wapres Ma’ruf dalam diskusi virtual, Selasa.
Dia mengatakan visi pengembangan industri halal Indonesia selain untuk mengisi kebutuhan domestik yang sangat besar, juga untuk memperluas peran dalam perdagangan produk halal global.
Wapres Ma’ruf menilai Indonesia harus bisa memanfaatkan potensi pasar produk halal global yang pada tahun 2018 sebesar USD2,2 triliun dan akan tumbuh menjadi USD3 triliun pada tahun 2023 mendatang.
“Kita harus dapat memanfaatkan potensi pasar produk halal dunia dengan meningkatkan ekspor yang saat ini baru sekitar 3,8 persen dari total pasar halal dunia,” ungkap dia.
Salah satu upaya pemerintah untuk bisa mendorong pertumbuhan industri halal Indonesia adalah dengan mempermudah akses dan biaya bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengurus sertifikasi halal.
Industri makanan halal Indonesia belum mampu bersaing
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengatakan beberapa sektor industri halal Indonesia sudah mampu bersaing di pasar global.
Dia mengatakan industri pariwisata halal Indonesia berada di posisi 4 dunia, kemudian industri fashion muslim Indonesia di posisi 3 dunia, serta industri keuangan syariah Indonesia di posisi 5 dunia.
“Tapi untuk industri makanan dan minuman halal Indonesia belum masuk 10 besar global menurut data State of the Global Islamic Economic Report 2019-2020,” ungkap Menteri Teten.
Dia mengungkapkan selama ini pelaku usaha mikro dan kecil Indoensia kesulitan mengurus sertifikasi halal karena keterbatasan akses dan biaya, sehingga hanya industri menengah dan besar yang bisa mengurus sertifikasi halal.
“Saat ini melalui undang-undang Cipta Kerja sertifikasi halal bagi UMKM tanpa biaya,” ungkap dia.
Menteri teten mengatakan terobosan kemudahan dalam mengurus sertifikasi halal ini disambut baik pelaku usaha mikro dan kecil karena 60 persen pelaku UMKM bergerak pada sektor makanan dan minuman.
Dia menambahkan berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan UMKM selama 2014-2019, omset penjualan pelaku UMKM meningkat 8,53 persen secara rata-rata setelah mendapatkan sertifikat halal.
“Pemerintah tidak hanya memfasilitasi pengurusan sertifikasi halal, tetapi juga pendampingan dalam bentuk edukasi manajemen produk halal,” imbuh Menteri Teten.
Pemerintah jamin ketersediaan produk halal
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan Indonesia memiliki undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal yang memastikan ketersediaan produk halal bagi masyarakat, serta sebagai nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Oleh karena itu, dia mengatakan penting bagi pelaku usaha untuk memahami produk halal dan memastikan produk yang dijualnya telah memenuhi aspek kehalalan.
Menteri Razi mengatakan Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada tahun ini mengalokasikan anggaran untuk memfasilitasi 3.283 pelaku usaha mikro kecil (UMK) dalam memperoleh sertifikasi halal.
“Fasilitas ini untuk bantu pembiayaan usaha mikro kecil dalam pengurusan sertifikat halal dan realisasi kebijakan pemerintah yang tidak memungut biaya untuk sertifikasi halal UMK,” jelas dia.
Menteri Razi menambahkan pemberlakuan wajib sertifikat halal sejak 17 Oktober 2019 menimbulkan implikasi yang tidak sederhana, salah satunya sebaran UMKM yang mencapai 62,5 juta pelaku usaha.
Apabila setengah dari pelaku UMKM tersebut menjadi target dari kewajiban sertifikasi halal, maka sekitar 30 juta pelaku usaha yang membutuhkan sertifikasi tersebut.
“Ini jumlah besar sehingga butuh dukungan dan kapasitas SDM pengelola layanan infrastruktur halal, auditor halal kompeten, penyelia halal, lembaga pemeriksa halal, pengawas jaminan produk halal, serta sistem informasi yang mendukung,” urai dia.
Menteri Razi mengatakan Indonesia memiliki modal infrastruktur halal untuk pengembangan industri halal serta besarnya ekspektasi masyarakat pada jaminan produk halal.
Dia mengatakan pengalaman Majelis Ulama Indonesia selama 30 tahun melakukan sertifikasi halal yang kini dilanjutkan oleh BPJPH dalam menjamin ketersediaan produk halal menjadi modal yang cukup bagi Indonesia bisa bersaing di arena produk halal global.
“Banyak pihak menaruh perhatian pada produk halal baik secara nasional dan global sehingga peluang sektor halal sangat menjanjikan dan bisa jadi global halal booming di masa depan,” imbuh Menteri Razi.