Dede Yusuf Ingatkan Mendikbud Perbaiki Komunikasi
Nadiem perlu ambil pendekatan komunikasi yang bijak ke bawahannya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf mengkritisi kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Dede menilai Nadiem masih lemah dalam melakukan komunikasi pada bawahannya. Hal ini berdampak pada realisasi program yang diwacanakan Nadiem.
"Saya lihat ada pola komunikasi kurang baik dilakukan dalam hubungan kerja antara menteri dengan bawahannya," kata Dede pada Republika, Rabu (28/10).
Politikus asal partai Demokrat itu mengingatkan Nadiem Kemendikbud merupakan sebuah gerbong besar. Terdapat berbagai macam orang di dalamnya, termasuk para PNS senior bergelar doktor dan guru besar.
"Dunianya (pendidikan) lebih semi konservatif, masuk Nadiem dengan pola industri 4.0 atau pola pemikiran swasta," ujar Dede.
Oleh karena itu, Dede merasa wajar kalau sebagian program Kemendikbud terbilang jalan di tempat. Alasannya, Nadiem gagal mengkomunikasikan kebijakannya ke bawahan.
"Gerbong (PNS senior) ini tidak mudah adaptasinya sehingga banyak pandangan gagasan yang bagus gagal dijalankan karena aktor-aktornya pasti konvensional. Tidak mudah mengubah dunia pendidikan jadi ini wajar," ujar mantan Wagub Jabar itu.
Dede mengusulkan Nadiem perlu metode pendekatan yang bijak ke bawahannya yang tergolong senior, organisasi pendidikan semacam FSGI, PGRI dan otoritas terkait pendidikan lainnya.
"Pola komunikasi ini penting. Misalnya mesti disiapkan jubir agar komunikasi tidak terpotong," imbau Dede.
Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyimpulkan Nadiem mendapat rapor merah atas kinerja yang masih dinilai buruk selama setahun menjabat. FSGI memberikan penilaian kinerja dengan memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75. Adapun kinerja Nadiem yang dipilih untuk diberikan penilaian ada delapan jenis.
"Untuk Kurikulum Darurat dengan nilai 80 (tuntas). Penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 ( tuntas), Asesmen Nasional dengan nilai 75 (tuntas)," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam konferensi pers virtual pada Ahad (25/10).
Sedangkan ada lima kinerja Nadiem yang dianggap tidak tuntas. Rinciannya relaksasi BOS dengan nilai 60 (tidak tuntas), BDR atau PJJ dengan nilai 55 (tidak tuntas), Hibah Merek Merdeka Belajar dengan nilai 60 (tidak tuntas), Bantuan Kuota Belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas) dan Program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas).
"Dari 8 program yang dinilai, hanya 3 yang tuntas, sedangkan 5 diantaranya tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68, sehingga dengan demikian Mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai rapor merah alias tidak naik kelas," ujar Heru.