Ini Kronologi Serangan Pisau di Gereja Prancis
Serangan pisau itu menewaskan tiga orang
REPUBLIKA.CO.ID, NICE -- Seorang pria dengan membawa pisau melakukan penyerangan di sebuah gereja di kota Nice, Prancis, Kamis (29/10). Pria yang menghunuskan pisau itu menyebabkan tiga orang tewas.
Penyerang tersebut kemudian ditembak oleh polisi. Sumber yang dekat dengan penyelidikan mengatakan, pria itu diidentifikasi bernama Brahim Aouissaoui, seorang migran Tunisia berusia 21 tahun yang tiba di Italia akhir bulan lalu dan kemudian melakukan perjalanan ke Prancis. Brahim dilaporkan menyerang jamaah di dalam Basilika Notre-Dame di jantung kota resor Mediterania tersebut.
Wali Kota Nice, Christian Estrosi, mengatakan kepada wartawan di tempat kejadian, pelaku penyerangan terus mengulang kata Állahu Akbar' bahkan ketika tengah diberi pengobatan. Sementara itu, seorang jenazah pria, yang merupakan pegawai gereja berusia sekitar 45 tahun, juga ditemukan di dalam gereja. Sementara seorang wanita lain, ibu berusia 40an, meninggal karena luka-lukanya setelah mencari perlindungan di bar terdekat.
Seorang pelayan berusia 32 tahun di Grand Cafe de Lyon (satu blok dari gereja), Daniel Conilh, mengatakan bahwa insiden penyerangan itu terjadi sesaat sebelum pukul 09.00, ketika tembakan kemudian dilepaskan dan semua orang berlarian.
"Seorang wanita datang langsung dari gereja dan berkata 'lari, lari, seseorang telah menikam orang-orang'," katanya kepada AFP, seperti dilansir di Arab News, Jumat (30/10).
Jaksa anti-teror Prancis saat ini tengah menangani penyelidikan kasus tersebut. Gereja-gereja di seluruh Prancis lantas membunyikan lonceng kematian, lonceng tradisional untuk menandai kematian, pada pukul 15.00 di hari yang sama. Pembunuhan yang terjadi menjelang hari suci Katolik Hari Semua Orang Kudus pada Ahad, itu mendorong pemerintah menaikkan tingkat siaga teror ke tingkat darurat maksimum secara nasional.
Presiden Prancis Emmanuel Macron lantas menyebut insiden tersebut sebagai 'serangan teroris Islamis'. Ia dengan segera melakukan perjalanan ke Nice, dan mengumumkan peningkatan pengawasan gereja oleh patroli militer Sentinelle Prancis, yang akan diperkuat menjadi 7.000 tentara dari 3.000. Selain itu, keamanan di sekolah juga akan ditingkatkan.
"Jelas sekali, Prancis yang diserang. Saya bersumpah Prancis tidak akan menyerah pada nilai-nilai kami," kata Macron.
Prancis telah menjadi sasaran kemarahan yang meluas di dunia Islam setelah Macron bertekad untuk melakukan perlawanan terhadap kaum radikal. Macron memang bersikap lebih keras terhadap Islam dan Muslim, terutama setelah pembunuhan seorang guru sejarah pada 16 Oktober 2020 lalu oleh seorang remaja ekstremis karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas kebebasan berekspresi.
Setelah insiden itu, sejumlah Muslim yang dianggap radikal ditangkap dalam puluhan penggerebekan di Prancis dan organisasi-organisasi yang diduga terkait juga ditutup. Beberapa pihak mengklaim Macron secara tidak adil telah menargetkan jutaan Muslim di Prancis, yang merupakan negara dengan komunitas Muslim terbesar di Eropa.
Akibat sikap Macron yang juga mengaitkan Islam dengan separatisme dan mendukung karikatur Nabi Muhammad, sebagian mayoritas Muslim meluncurkan kampanye untuk memboikot produk Prancis. Umat Muslim di sejumlah negara melakukan aksi unjuk rasa sembari membakar bendera tiga warna dan poster Macron. Demonstrasi tersebut terjadi di beberapa negara antara lain Suriah, Libya, Bangladesh, Afghanistan, Pakistan, Palestina.
Prancis berada dalam siaga tinggi sejak pembantaian di kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo pada Januari 2015. Serangan itu menandai awal gelombang serangan jihadis, yang telah menewaskan lebih dari 250 orang.
Ketegangan kemudian meningkat sejak bulan lalu, ketika persidangan dibuka untuk 14 tersangka kaki tangan dalam serangan 2015 itu. Majalah itu menerbitkan ulang karikatur Nabi Muhammad, yang kemudian membuat marah umat Islam di seluruh dunia. Beberapa hari setelah sidang dibuka, pria berusia 18 tahun dari Pakistan melukai dua orang dengan pisau di luar bekas kantor Charlie Hebdo di Paris.
Menteri luar negeri Prancis Jean-Yves Le Drian pada Kamis menyampaikan pesan perdamaian untuk dunia Muslim, dengan mengatakan Prancis adalah 'negara toleransi'.
"Jangan dengarkan suara-suara yang ingin menimbulkan ketidakpercayaan," katanya di parlemen.
Sementara itu, direktur jenderal Dewan Ibadah Muslim Prancis (French Council of Muslim Worship/CFCM), Abdallah Zekri, mengecam serangan Kamis di Nice dan mendesak Muslim Prancis untuk membatalkan perayaan memperingati Maulid Nabi Muhammad, sebagai solidaritas dengan para korban dan orang yang mereka cintai.