Sidebar

Ternyata, Kelompok Ekstrem Prancis Ikut Perang Bela Armenia

Wednesday, 04 Nov 2020 08:23 WIB
Pemandangan kebakaran di wilayah pabrik lokal menyusul penembakan baru-baru ini selama pertempuran di wilayah separatis Nagorno-Karabakh, di Terter, Azerbaijan, Senin, 19 Oktober 2020. Laporan penembakan baru pada hari Senin menantang gencatan senjata baru dalam konflik di wilayah separatis Nagorno-Karabakh, di mana pertempuran sengit antara pasukan Armenia dan Azerbaijan berkecamuk selama lebih dari tiga minggu.

IHRAM.CO.ID --- Perang Armenia versus Azerbaijan melibatkan milisi asing sudah bukan rahasia lagi. Kini, Prancis mengakui mengirim orang-orangnya membela Armenia.

Baca Juga


Pemimpin sayap kanan Prancis menyatakan kelompoknya telah bergabung dengan barisan depan Armenia. Mereka bergabung untuk melawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.

Pemimpin sayap kanan Zouaves Paris (ZVP), Marc de Cacqueray-Valmenier, diketahui mengunggah foto dirinya di media sosial dengan seragam militer dan senjata otomatis. Sebagai informasi, ZVP adalah kelompok neo-Nazi yang pro-kekerasan.

Harian Prancis Liberation melaporkan bahwa De Cacqueray-Valmenier juga pergi ke Ukraina tahun lalu. Dirinya, diketahui mengagumi kelompok Azov ultra nasionalis, sayap kanan.

Mengutip Daily Sabah, Selasa (3/11), partisipasi Valmenier menunjukkan bahwa kelompok sayap kanan Eropa juga mulai berperang bersama Armenia, selain dari kelompok YPG / PKK. YPG adalah PKK cabang Suriah.

Hal itu ditegaskan oleh Albert Mikaelyan, seorang tentara yang ditawan oleh pasukan Azerbaijan karena membebaskan wilayah negara itu. Bulan lalu, ia mengakui bahwa teroris Partai Pekerja Kurdistan (PKK) bertempur dalam barisan pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh. Wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. PKK terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa. 

Jika menilik ke belakang, hubungan antara republik-republik bekas Soviet itu tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh. Bentrokan baru-baru ini kembali meletus pada 27 September, dan sejak itu Armenia berulang kali menyerang warga sipil dan pasukan Azerbaijan, bahkan melanggar tiga gencatan senjata kemanusiaan sejak 10 Oktober.

Turki, secara gamblang mendukung hak Baku untuk membela diri dan menuntut penarikan pasukan pendudukan Armenia. Hal serupa juga ditekankan oleh berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyerukan penarikan pasukan penyerang.

BACA JUGA: Israel Sangat Khawatir Joe Bidan Menang Pilpres AS, Mengapa?

Berita terkait

Berita Lainnya