Muslim Inggris Minta Pemerintah Kaji Aturan Tempat Ibadah
IHRAM.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson berencana menerapkan karantina wilayah atau lockdown kedua. Salah satu yang termasuk dalam aturan pembatasan nasional baru ini adalah membatasi sholat berjamaah.
Dewan Muslim Inggris (MCB) meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut. "Protokol Covid-19 yang ekstensif sudah tersedia di masjid sehingga membuat ibadah jamaah aman. Kami meminta pemerintah untuk mempertimbangkan revisi pedoman #Lockdown2 bagi tempat ibadah," tulis MCB dalam akun resmi Twitter-nya, dilansir di About Islam, Kamis (5/11).
Keputusan untuk memberlakukan penguncian kedua datang beberapa jam setelah Inggris melewati mencatatkan sejarah suram dengan tonggak satu juta kasus virus Covid-19.
Di parlemen, Boris Johnson menjawab ratusan pertanyaan dari anggota parlemen tentang lockdown kedua. Salah satu pertanyaan datang dari anggota parlemen Muslim Inggris, Imran Hussain.
"Banyak konstituen saya dari semua agama menyampaikan keprihatinan yang serius tentang pembatasan yang secara efektif akan menutup lembaga-lembaga keagamaan, ketika orang butuh kenyamanan dan keamanan terhadap keyakinan mereka, lebih dari sebelumnya. Penutupan ini memberikan beban berat pada kesehatan mental orang-orang," kata dia.
Ia juga menegaskan jika semua tempat ibadah telah berusaha keras menerapkan langkah-langkah keamanan Covid-19. Sejauh ini, mereka telah menunjukkan jika sholat berjamaah dapat dilakukan dengan aman.
Ia pun mendesak Perdana Menteri untuk melihat kembali kondisi tempat ibadah sembari menetapkan kebijakan yang lebih terukur. Mengingat tempat ibadah tidak memiliki dukungan finansial sejak awal pandemi, Hussain lantas mendesak kepastian bantuan yang bisa didapatkan tempat ibadah.
Menanggapi hal tersebut, PM menyebut sangat menghargai segala usaha yang telah dilakukan masjid di seluruh negeri, untuk mengamankan diri dari Covid-19. Ia juga memahami rasa frustrasi yang sama di tempat ibadahnya, sehingga ia merasa harus mengambil langkah-langkah pencegahan ini.
"Yang bisa saya katakan adalah kita perlu melakukan peraturan ini sebagai satu negara bersama, untuk menurunkan virus. Kami akan terus memastikan orang-orang mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan, dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya," ujarnya.
Boris Johnson pun menyampaikan rasa frustasinya dan merasa menyesal karena komunitas agama untuk sementara harus melalui masa sulit ini. Semua pemeluk agama disebut tidak dapat menjalankan ibadah dengan cara yang leluasa seperti biasanya.
"Ini (lockdown) hanya berlangsung 28 hari. Jika kita melakukannya dengan benar, kita bisa kembali ke suatu kondisi yang jauh lebih seperti kehidupan normal menjelang Natal. Orang-orang akan dapat merayakan Natal di Gereja dan di tempat lain," kata Johnson.