Sri Mulyani: Dampak Covid di Asia Lebih Baik Dibanding Eropa
Kawasan Eropa saat ini dilanda second wave pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan dampak pandemi Covid-19 di Asia relatif lebih baik dibandingkan berbagai negara di Eropa baik dari sisi perekonomian maupun jumlah korban. Sri Mulyani menuturkan negara-negara di Eropa sedang mengalami second wave dari Covid-19 sehingga menyebabkan jumlah kasus terus meningkat dan ekonomi masih akan tertekan.
“Indonesia dan negara di Asia relatif lebih baik dari sisi dampak terhadap ekonomi dan jumlah korban dibandingkan negara-negara lain di Eropa yang ekonominya sangat merosot dan jumlah korban juga meningkat,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (10/11).
Sri Mulyani menjelaskan terjadinya second wave pandemi di berbagai belahan negara maju Eropa dan Amerika Serikat (AS) akan menghasilkan penanganan yang berbeda dibandingkan saat first wave. Oleh sebab itu, ia mengatakan perekonomian dunia masih akan mengalami kontraksi pada tahun ini seiring dengan negara-negara maju terkena gelombang kedua pandemi meskipun pada kuartal III sempat mengalami pemulihan.
“Perekonomian negara advance dan emerging market membaik pada kuartal III. Di lihat revisi perekonomian global 2020 akan meningkat dalam bentuk pemulihan pada 2021 yang tercermin dari berbagai proyeksi lembaga internasional,” katanya.
Ia menyebutkan IMF memprediksi tahun depan ekonomi dunia akan tumbuh di level 5,2 persen, OECD memperkirakan tumbuh 5 persen, dan Bank Dunia memproyeksikan tumbuh 4,2 persen.
Sementara itu, menurutnya dampak pandemi yang lebih baik di Indonesia memberikan optimisme tersendiri agar pemerintah terus mengupayakan pemulihan dengan kebijakan “Gas dan Rem” dalam rangka mengikuti perkembangan pandemi.
Ia memastikan selama ini koordinasi seluruh otoritas telah berjalan secara baik dengan tetap menjaga dan menghormati independensi maupun fungsi masing-masing.
Ia menyatakan langkah koordinasi yang baik tercermin pada pemulihan ekonomi yang mulai terlihat pada kuartal III yaitu minus 3,49 persen dari minus 5,32 persen pada kuartal II.
Ia menjelaskan agregat demand pada kuartal III menunjukkan pemulihan baik dari sisi konsumsi, investasi, hingga ekspor dan hanya impor yang masih dalam situasi cukup tertekan.
“Ini lah yang akan kita jaga terus di dalam mengelola kepercayaan dari masyarakat untuk pemulihan dan juga dari sisi market,” tegasnya.