HRS Di-warning Jika Mau Maju Capres
Pamor HRS akan meredup jika maju capres
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, mengingatkan Habib Riziq Shihab (HRS) akan meredup jika masuk ke kancah politik praktis. Baik itu masuk sebagai pimpinan parpol, atau bahkan maju sebagai calon presiden/wakil presiden.
Dijelaskannya, HRS yang baru kembali ke tanah air akan terus menjadi magnet publik. Ini akan terus menguat jika HRS jika dirinya konsisten di jalur dakwah. Begitu pun dengan agenda utamanya yang mengusung Revolusi Akhlak akan menjadi isu seksi yang potensial mengundang dukungan besar rakyat, khususnya umat Islam.
Namun sebaliknya, lanjut Toto, jika HRS tergoda masuk ke kancah politik praktis, baik sebagai pimpinan parpol baru atau bahkan menjadi calon presiden 2024, maka sejak itulah dia akan memasuki masa senja redupnya popularitas sebagai figur moral dan spiritual.
"Ketokohan HRS pun akan luntur saat dirinya resmi berikrar sebagai politisi partai atau capres,” kata Toto dalam pesan //watsappnya kepada Republika.co.id, Sabtu (14/11).
Dalam kontek inilah, kata Toto, HRS harus mampu menjaga kesetiaannya berada di jalur pendakwah, yang tegas mengampanyekan //amar maruf nahi munkar. "Begitu pun kepada para pendukungnya, jika sayang dan cinta kepada HRS harusnya tidak membiarkan dia terjun ke dunia politik praktis,” ungkap Toto.
Konsistensi HRS berada di jalurnya, ungkap Toto, akan makin mengokohkan posisinya sebagai imam besar umat Islam, yang kata-katanya didengar dan ditunggu umat. Sebaliknya jika HRS tergiur keluar dari jalur dakwah, saat itu pula HRS akan kehilangan magnetnya dan secara perlahan juga akan merontokan citra personalnya sebagai panutan yang berani dan kritis kepada kedzoliman.
Dipaparkan Toto, HRS harus banyak belajar dari tokoh-tokoh besar umat Islam sebelumnya, seperti dai kondang sejuta umat (alm) KH Zainudin MZ. Citra dainya mulai luntur setelah resmi terpilih sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi (PBR). "Almarhum mulai redup dukungannya karena secara tidak sadar dia sudah mamasuki ruang terbatas dengan warna politik tertentu yang terbatas juga,” ungkap Toto.
Begitu juga dengan pemikir besar umat Islam (alm) DR Nurcholis Madjid. Menurut Toto, image personal ketokohannya meredup setelah tergoda ikut konvensi calon presiden yang digelar Partai Golkar. Beruntung, Cak Nur sebagai cendekiawan muslim mewariskan pikiran-pikiran segarnya dalam kontek pembaharuan Islam lewat aneka bukunya yang abadi sampai sekarang.
Yang harus dicatat oleh siapapun tokoh dengan ‘kekentalan warna’ agama tertentu, yang akan maju sebagai pemimpin nasional, akan berhadapan dengan realitas umum penganut ideologi yang cair dan terbuka. Bagi yang Islam, mayoritas Islamnya berkategori kultural, bukan ideologis.
Makanya tak heran, dalam sejarah politik Indonesia, sejak 1955, 1999, 2004, 2009, 2014,dan 2019, pemenang pemilihan umum dengan sistem yang lebih bebas, baik partai maupun calon presiden selalu dari kalangan yang berkategori nasionalis. Minimal, nasionalis-regilius.
Apakah HRS akan mencoba mematahkan mitos politik itu dengan menjadi calon presiden dan wakil presiden atau menjadi pemimpin parpol?. Menurut Toto, sepenuhnya tentu berpulang kepada HRS dan para pendukung militannya. "Yang pasti, perilaku pemilih politik di tanah air belum berubah sampai sekarang. Mayoritas berkategori penganut ideologi cair dan terbuka,” kata peneliti senior ini.
Karena itu, lanjut Toto, tidak mudah untuk mengonversi dukungan militan HRS itu menjadi suara elektoral dalam pemilu. Sebab, bisa jadi ekspresi dukungannya selama ini bukan karena mereka ingin HRS menjadi presiden, tapi lebih sebagai eksprsi rindu hadirnya pemimpin informal panutan moral dan spiritual.
Yang harus dicermati dari fenomena antusiasmenya dukungan kepada HRS itu adalah kemungkinan itu sebagai potret luapan kekecewaan publik terhadap keadaan sekarang, bahkan mungkin kepemimpinan nasional saat ini. Sehingga, pada saatnya nanti, HRS akan menjadi “Rumah Penampungan” aneka kelompok yang tak puas dengan pemerintah saat ini.
Di sinilah, kata Toto, ujian berat seorang HRS, jika pada saatnya juga aneka dukungan itu berubah menjadi dorongan agar dia maju sebagai capres atau menjadi pemimpin parpol. Padahal, di situlah sebenarnya awal dari kerontokan figur besar HRS sebagai pendakwah. Bukan saja ditinggalkan jamaahnya, tapi juga potensial menjadi cibiran lawan politiknya.