Sidebar

Apakah perang Nagorno-Karabakh benar-benar sudah berakhir?

Monday, 16 Nov 2020 11:00 WIB
Perang Azerbaijan

IHRAM.CO.ID, IHRAM.CO.ID, -- Hanya dalam 40 hari, Azerbaijan mendapatkan kemenangan atas Nagorno-Karabakh. Apa yang selama ini telah diperjuangkannya di lereng bukit yang sunyi dan terik matahari dan di konferensi diplomatik selama hampir 30 tahun, kini terwujud.


Kemudian muncul kesepakatan yang ditandatangani dengan tergesa-gesa antara negara Kaspia yang kaya minyak itu dan tetangganya yang miskin, miskin sumber daya, dan musuh lamanya, Armenia. Dan secara tiba-tiba pula konflik enam minggu atas Nagorno-Karabakh yang berada daerah kantong pegunungan yang didominasi oleh etnis Armenia yang berlangsung sejak itu awal 1990-an berakhir.

Menurut gencatan senjata yang ditengahi Rusia, pasukan Armenia akan mundur dari wilayah yang masih mereka kuasai dalam distrik Azerbaijan di sekitar Nagorno-Karabakh.

Azerbaijan akan mempertahankan semua wilayah yang direbutnya kembali sejak konflik berkobar pada 27 September lalu. Ini termasuk Shusha, kota terbesar kedua di kawasan itu, yang dikenal orang Armenia sebagai Shushi.

Penjaga perdamaian Rusia akan menjaga rute yang menghubungkan Armenia dan Nagorno-Karabakh.

Lebih penting lagi - dan memalukan bagi Armenia - Yerevan setuju untuk memberi Baku koridor transit baru melalui Armenia selatan ke eksklave Nakhichevan di barat daya Azerbaijan. Wilayah ini tempat kelahiran banyak politisi penting, termasuk mendiang Presiden Haidar Aliyev, yang digantikan oleh putranya Ilham.


Keterangan foto: (Kiri), Para pengunjuk rasa bereaksi di dalam parlemen setelah Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan dia telah menandatangani perjanjian dengan para pemimpin Rusia dan Azerbaijan untuk mengakhiri perang pada hari Selasa, di Yerevan, Armenia.

(Kanan), Orang-orang mengambil bagian dalam perayaan di jalan setelah penandatanganan kesepakatan untuk mengakhiri konflik militer di wilayah Nagorno-Karabakh di Baku, Azerbaijan [Reuters]

Akibatnya, Yerevan, oleh pengunjuk rasa yang marah menyerbu kediamannya, gedung parlemen dan menjarah kantor-kantor pemerintah pada Senin malam. Mereka menuntut pengunduran dirinya.

Rusuh ini membuat seorang pejabat tinggi Armenia memperingatkan para pengunjuk rasa di Yerevan untuk tidak melakukan "upaya kudeta".

"Jika perlu, pemerintah ini akan pergi, pemerintah baru akan dipilih, tetapi tim kami dan saya secara pribadi tidak dapat mengizinkan upaya kudeta," kata Wakil Perdana Menteri Tigran Avinian dalam sambutan yang disiarkan televisi pada hari Rabu lalu.

Jika Pashinyan yang berhaluan Barat mundur, penggantinya dapat melanjutkan konflik, beberapa pengamat memperingatkan. "Orang yang menggantikannya akan berkuasa melalui sentimen anti-Azerbaijan, dan karena itu, akan mencoba untuk melanggar kesepakatan yang telah dicapai," kata Emil Mustafayev, seorang analis yang berbasis di ibu kota Azerbaijan, Baku, kepada Al Jazeera.

Tetapi terlepas dari apakah Pashinyan tetap atau pergi, banyak orang di Armenia menganggap kesepakatan perdamaian baru itu berjangka panjang dan stabil.


Keterangan foto: Mengenakan masker pelindung mulut dan hidung, orang-orang melakukan protes selama unjuk rasa menentang perjanjian negara untuk mengakhiri pertempuran dengan Azerbaijan atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan di luar markas besar pemerintah di Yerevan pada 11 November 2020 [Karen Minasyan / AFP]

"Bahkan jika [Pashinyan] kehilangan kekuasaan, orang yang akan menggantikannya secara praktis akan tetap berpegang pada perjanjian," kata Boris Navasardian, seorang analis yang berbasis di Yerevan, kepada Al Jazeera.

Kesepakatan damai telah meningkatkan pengaruh Rusia di wilayah Kaukasus Selatan, mengurangi peran Turki di halaman belakangnya sendiri yang pernah didominasi oleh Kekaisaran Ottoman.

Rusia tiba di wilayah itu dua abad lalu, secara bertahap mencaplok papan catur komunitas Georgia, Azerbaijan, dan Armenia.

Berita terkait

Berita Lainnya