Dilema Libur Panjang dan Cuti Bersama Kala Pandemi

Libur panjang diduga dapat menambah kasus Covid, tapi meningkatkan perekonomian.

ANTARA/Iggoy el Fitra
Sejumlah pengunjung memadati kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, Ahad (1/11/2020). Masa libur panjang dimanfaatkan warga Padang dan sekitarnya untuk berwisata dengan mengunjungi Pantai Padang.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Inas Widyanuratikah, Rr Laeny Sulistyawati, Adinda Pryanka

Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan pada pekan kedua November 2020. Bahkan, pada Jumat (13/11) angka penambahan kasus baru Covid-19 mencetak rekor baru sebanyak 5.444 kasus.

Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Jumat pekan lalu, lonjakan kasus yang terjadi hari ini bisa disebabkan dua hal. Yakni, peningkatan laju infeksi atau peningkatan kapasitas testing di daerah.

Khusus untuk peningkatan laju infeksi, Wiku menjelaskan, bisa disebabkan berbagai faktor. Salah satunya adalah momentum yang memicu kerumunan.

Pemerintah mencatat, ada dua fenomena yang berhasil menarik banyak massa belum lama ini, yakni gelombang unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang sempat terjadi pada Oktober lalu dan momentum libur panjang pada akhir Oktober. Libur panjang juga meningkatkan mobilitas penduduk dari Ibu Kota ke daerah.

Baca Juga



"Jika memang angka ini disebabkan oleh laju infeksi, baik karena beberapa momentum seperti terjadinya demonstrasi maupun libur panjang maka hal ini perlu dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk meningkatkan upaya antisipasi kenaikan kasus ke depan," kata Wiku.

Sehari setelah pernyataan Wiku, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nasional, Doni Monardo, menilai, libur panjang pada akhir Oktober lalu kemungkinan berkontribusi terhadap penambahan kasus Covid-19 harian pada akhir pekan lalu. Setelah pecah rekor pada Jumat, kasus positif Covid-19 harian kembali berada di angka 5.000-an kasus atau tepatnya sebanyak 5.272 kasus pada Sabtu (14/11).

"Libur panjang yang baru saja berlalu menyisakan kasus yang terjadi. Ya kita lihat tadi peningkatan. Jadi, saya pikir ada keterkaitan," kata Doni dalam telekonferensi, Sabtu (14/11).

Doni mengatakan, meskipun saat ini terjadi peningkatan, kasus Covid-19 relatif lebih bisa dikendalikan jika dibandingkan peningkatan kasus yang terjadi pada September lalu. Menurutnya, lonjakan kasus pada November tidak lebih parah dari lonjakan yang terjadi pada September lalu.

Doni menyatakan, persentase kasus aktif di Indonesia lebih rendah dari dunia. Demikian juga dengan kasus sembuh di Indonesia yang lebih tinggi dari dunia. Namun, terkait status meninggal, masih lebih tinggi dari dunia.

Dari total keseluruhan kasus Covid-19 di Indonesia, kasus aktifnya 12,9 persen dan kasus sembuh 83 persen. Kasus meninggal di Indonesia sebanyak 3,3 persen, lebih tinggi dari dunia yang sebanyak 2,4 persen.

Libur panjang periode 28 Oktober hingga 1 November 2020 memang terbukti berdampak pada penambahan kasus positif virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Bahkan, jumlah pasien di rumah sakit darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta Pusat, meningkat hingga 21 persen per Ahad (15/11).

"Berdasarkan data tadi pagi pukul 06.00 WIB, hunian di tower 6 dan 7 adalah 53,8 persen. Kalau dibandingkan dengan hunian saat sebelum libur kemarin sebanyak 32 persen, jadi kami melihat ada pertambahan pasien 21 persen dalam kurun waktu sepekan ini," kata Koordinator RS Darurat Covid-19 Mayjen TNI Tugas Ratmono saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Perkembangan Penanganan Covid-19 dan Kepatuhan Protokol Kesehatan, Ahad (15/11) petang.

Kendati demikian, ia menyebutkan, tingkat hunian pasien saat ini masih lebih rendah jika dibandingkan periode 25 dan 27 September lalu di mana tingkat huniannya hingga 90 persen. Kemudian, dia melanjutkan, keterisian pasien di flat isolasi mandiri di Wisma Atlet kini sebesar 27 persen atau meningkat dibandingkan sebelum libur, yaitu 17 persen.

Artinya, terjadi peningkatan hunian di flat isolasi mandiri saat ini sekitar 10 persen. Kendati demikian, ia menyebutkan, keterisian pasien di flat isolasi mandiri sekarang masih lebih rendah jika dibandingkan saat libur September lalu. Saat itu, keterisian flat isolasi mandiri mendekati 80 hingga 90 persen.

"Sehingga peningkatan keterisian setelah libur panjang kali ini tidak setinggi saat September lalu," ujarnya.

Evaluasi dan dampak ekonomi

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 tengah mengevaluasi perkembangan kasus penambahan infeksi virus ini hingga sepekan mendatang. Pihaknya ingin memastikan masyarakat benar-benar menerapkan liburan aman dan nyaman tanpa kerumunan. Kemudian, dampaknya pada penambahan kasus Covid-19.

"Kalau bisa dikendalikan dengan baik, maka kami memberi masukan bisa diberi libur panjang selanjutnya. Namun, kalau masih terjadi peningkatan kasus, maka liburan berikutnya diperpendek atau ditiadakan sama sekali," ujar Doni Monardo, Ahad.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengusulkan sebaiknya libur dan cuti bersama berikutnya termasuk akhir tahun ditiadakan sementara.

"Pemerintah bisa melihat positif dan negatifnya, kalau IDI sebagai profesi mengusulkan atau menyarankan mengkaji ulang kebijakan cuti bersama," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih saat dihubungi Republika, Senin (16/11).

IDI menilai, kondisi saat ini masih berisiko. Orang-orang ketika pergi berlibur pasti terdorong untuk berkerumun dan menyebabkan penularan virus. Sehingga, pihaknya menyarankan pemerintah tidak memberlakukan libur dan cuti bersama berikutnya.

Terkait kemungkinan pemerintah menggilir libur atau dibuat bergantian, Daeng meminta pemerintah benar-benar menggunakan data riil dan dipelajari berdasarkan keilmuan yang kemudian menjadi dasar mengambil keputusan. Kendati demikian, IDI menyarankan pemerintah untuk hati-hati karena momen satu ke lainnya bisa berbeda perilakunya.

"Jadi, kalau data menunjukkan tidak terlalu signifikan, IDI menyarankan sebaiknya tidak ada cuti bersama," katanya.

Namun, jika pemerintah benar-benar meniadakan libur dan cuti bersama akhir tahun, hal itu pastinya akan berdampak pada ekonomi. Seperti rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini, minat masyarakat untuk berbelanja saat libur panjang pada akhir Oktober, melebihi kondisi normal.

Berdasarkan data BPS yang diolah dari Google Mobility Index, aktivitas di tempat belanja kebutuhan sehari-hari pada libur panjang akhir bulan lalu mencapai 0,3 persen dari kondisi normal (7 Januari-6 Februari). Level tersebut naik dibandingkan September yang masih di minus 2,3 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto  menjelaskan, libur panjang perayaan Maulid Nabi pada akhir Oktober berperan besar dalam peningkatan tersebut. "Ini akan mempengaruhi aktivitas masyarakat," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (16/11).

Tempat belanja kebutuhan sehari-hari merupakan satu dari dua titik yang sudah berada di atas level normal pada bulan lalu dibandingkan September. Tempat lain yang mengalami tren serupa adalah rumah. Levelnya mencapai 9,9 persen di atas normal, meskipun lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya.

Di tempat lain, seperti taman dan tempat transit, tingkat mobilitas masih menunjukkan tren negatif atau berada di bawah posisi normal sebelum working from home (WFH). Sebut saja di tempat perdagangan ritel dan rekreasi yang berada di level 17,8 persen di bawah normal. Level ini bahkan lebih rendah dibandingkan September.

Begitupun dengan situasi di taman yang tingkat mobilitasnya berada di level 7,5 persen di bawah kondisi normal. Tapi, situasi ini membaik dibandingkan minus 10,4 persen pada September karena terjadi lonjakan jumlah kunjungan ke taman pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober. "Meningkat hingga 10 persen dibandingkan kondisi normal," kata Setianto.

Kenaikan mobilitas juga terlihat di tempat transit yang sempat terkontraksi dalam pada September hingga 36,0 persen. Level pada bulan lalu adalah 32,3 persen di bawah kondisi normal. Setianto mengatakan, penetapan libur panjang akhir Oktober mengakibatkan peningkatan aktivitas di sektor transportasi, yakni bandara, terminal dan stasiun.

Sementara itu, aktivitas di tempat kerja juga mengalami penurunan dari minus 18,9 persen pada September menjadi minus 23,1 persen pada Oktober. Libur panjang menyebabkan karyawan yang masih kerja dari kantor (work from office/ WFO) menjadi tinggal di rumah atau pergi ke tempat lain.

Lonjakan Kasus dari Libur Panjang - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler