Izin Darurat Vaksin Covid-19 yang Diharapkan Keluar Januari

Izin darurat vaksin Covid-19 dikeluarkan BPOM dengan referensi ketat.

Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito (kiri) saat konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta, Kamis (19/11). Kepala BPOM mengatakan Emergency Use of Authorization (EUA) vaksin Covid-19 Sinovac diharapkan keluar pada akhir bulan Januari 2021 mendatang. Republika/Thoudy Badai
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra, Antara

Publik masih menanti kapan vaksin Covid-19 di Indonesia bisa segera didistribusikan ke publik. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berharap izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Sinovac yang sedang uji klinis tahap tiga di Bandung keluar pekan ketiga atau keempat Januari 2021.

"Harapannya Januari Vaksin Sinovac mendapatkan EUA pada pekan ketiga atau keempat Januari 2021 apabila data-data lengkap," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito saat konferensi pers virtual terkait perkembangan uji klinik vaksin Covid-19, Kamis (19/11).

Penny menambahkan, BPOM tidak langsung memberikan izin darurat ke vaksin Sinovac. BPOM bekerja berdasarkan referensi pedoman yang diberikan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) yang terus bergerak selama pandemi.
Berdasarkan kesepakatan pada 6 November 2020 lalu, dia menambahkan, pemerintah bersama WHO dan otoritas-otoritas regulator pengawas obat dan makanan termasuk FDA Amerika Serikat (FDA), negara yang melakukan pengawasan standar, mutu, dan khasiat produk obat dan vaksin yang beredar telah menyepakati untuk mendapatkan izin darurat saat pandemi, data yang diperlukan adalah manfaat yang terbukti lebih besar dibandingkan risiko.

Kemudian, dia melanjutkan, para ahli telah melakukan analisis minimal data uji klinik fase satu, fase dua dan laporan penuh enam bulan terkait aspek keamanan dan efikasi vaksin yang menunjukkan hasil baik. Ditambah interim analysist dari fase ketiga yaitu sekitar tiga bulan setelat penyuntikan terakhir.

Terkait mutu vaksin ini, BPOM mengaku sudah mendapatkan data yang cukup, termasuk kedatangan tim inspeksi ke China beberapa waktu lalu. BPOM bersama dengan Kementerian Kesehatan, juga bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan aspek kehalalan, juga dengan BUMN penghasil vaksin Bio Farma sudah di China dan melakukan inspeksi dan intinya melihat fasilitas produksinya apakah memenuhi standar cara produksi obat yang baik. Inspeksi melihat pula berbagai data terkait dengan mutu, melihat proses bahan baku sampai proses produksi, pelabelan dan pengemasan.

"Kami jamin mutunya baik," katanya.

Kemudian terkait keamanan dan khasiat vaksin, Penny menyebutkan data ini didapatkan dari hasil uji klinik fase satu, dua di China, dan fase tiga yang kini sedang berjalan di Bandung, Jawa Barat. "Kami kan melakukan uji klinik di Bandung, berdasarkan komunikasi kami dengan pihak Sinovac dan pihak Brasil yang melaksanakan uji klinik yang lebih dulu dibandingkan kita, tadinya kami akan gunakan data negara itu sebagai data pengganti karena belum bisa dihasilkan dari uji klinik di Bandung," katanya.

Sayangnya, ia menyebutkan Brasil tidak bisa memberikan data tersebut karena masih membutuhkan waktu untuk analisa. Sehingga, dia melanjutkan, BPOM harus menunggu dan diharapkan data-data itu baru bisa diterima Januari 2021 di pekan pertama atau kedua.

Selama proses berlangsung, BPOM berjanji akan menjunjung tinggi transparansi. Sebab, pemerintah sudah komitmen mengenai masalah ini dan BPOM dalam tugasnya mendukung untuk bekerja pro aktif dan meminta komitmen dari pihak peneliti, sponsor yang terdaftar.

"Kami berusaha menepati waktu untuk menuju ekspektasi pemberian EUA pada pekan ketiga atau keempat Januari (2021)," katanya.

Kendati demikian, Penny menegaskan aspek keamanan, mutu, dan khasiat vaksin tidak boleh dilupakan setelah mendapatkan EUA. BPOM berkomitmen tetap mengawasi saat vaksin didatangkan dan didistribusikan hingga penyuntikan.

BPOM juga mengawal memberikan informasi yang dikaitkan dengan pengawalan uji klinik fase keempat yaitu pengawalan keamanan setelah vaksin disuntikkan yang disebut pelaporan monitoring efek samping obat. BPOM akan ikut mengawal bersama tim Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Pihaknya berjanji akan bekerja sama dengan semua pihak sesuai keahliannya masing-masing mulai dari penelitian, hilirisasi sampai dengan produksi, distribusi dan penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan.

"BPOM akan menerima laporan dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan apabila memang kita membutuhkannya. Misalnya EUA memberikan efek samping obat di masyarakat yang memberikan efek signifikan, barulah BPOM akan mengambil keputusan," ujarnya.

 Tahap uji klinis vaksin Covid-19 hasil kerja sama antara PT Bio Farma dan Sinovac berjalan lancar sampai saat ini. Dalam uji klinis yang sudah masuk tahap monitoring ini, tidak ditemukan adanya subjek relawan yang menunjukkan efek samping berbahaya.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, dari 1.620 relawan yang mendapat suntikan calon vaksin, secara umum tidak ada efek samping. Monitoring terhadap subjek relawan hanya menemukan adanya gejala ringan seperti nyeri dan pegal otot di lokasi penyuntikan.

"Hingga saat ini tidak ditemukan gejala KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi) yang berbahaya pada uji klinis fase III vaksin Sinovac di bandung terhadap 1.620 subjek. Hanya ditemukan gejala ringan seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan. Dan tidak ditemukan efek samping serius karena vaksin atau vaksinasi," ujar Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Kamis (19/11).

Proses persiapan vaksin ini pun, ujar Wiku, selalu diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin edar nantinya akan diterbitkan oleh BPOM, berupa otorisisasi penggunaan darurat. Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga dilibatkan untuk memutuskan kehalalan dari vaksin Covid-19. N Sapto Andika Candra

Sejauh ini dalam uji klinis yang sudah masuk tahap monitoring tidak ditemukan adanya subjek relawan yang menunjukkan efek samping berbahaya. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, dari 1.620 relawan yang mendapat suntikan calon vaksin, secara umum tidak ada efek samping. Monitoring terhadap subjek relawan hanya menemukan adanya gejala ringan seperti nyeri dan pegal otot di lokasi penyuntikan.

"Hingga saat ini tidak ditemukan gejala KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi) yang berbahaya pada uji klinis fase tiga vaksin Sinovac di bandung terhadap 1.620 subjek. Hanya ditemukan gejala ringan seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan. Dan tidak ditemukan efek samping serius karena vaksin atau vaksinasi," ujar Wiku dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (19/11).

Baca Juga




Presiden Joko Widodo menargetkan penyuntikan vaksin atau vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan dilakukan pada akhir 2020 atau awal 2021. Presiden menegaskan hanya vaksin Covid-19 yang masuk dalam daftar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat.

Selain dengan Sinovac, Indonesia juga menjalin kerja sama pengadaan vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) dan juga dengan perusahaan AstraZeneca. Namun, dalam dua pekan terakhir, dua kandidat vaksin dari dua perusahaan farmasi asal AS dilaporkan memiliki tingkat efektivitas menangkal Covid-19 hingga melebihi 90 persen.

Dua korporasi farmasi asal AS itu adalah Moderna dan Pfizer. Indonesia menyatakan bersikap terbuka mengenai peluang kerja sama pengadaan vaksin terhadap Moderna dan Pfizer.

Langkah Paralel
Pemerintah mengambil langkah paralel dalam upaya menyediakan vaksin Covid-19 bagi masyarakat. Selain berupaya dari vaksin luar negeri, pemerintah juga mengembangkan vaksin dalam negeri yang diberi nama Vaksin Merah Putih.

Proses produksi Vaksin Merah Putih namun masih panjang. Satgas Penanganan Covid-19 memperkirakan, produksi dan distribusi Vaksin Merah Putih baru bisa dilakukan pada awal 2022 atau lebih dari setahun lagi.

Wiku menjelaskan, vaksin yang dikerjakan oleh enam pihak yang terdiri dari perguruan tinggi dan lembaga ini masih dalam penelitian preklinis. Paling cepat, ujarnya, bibit Vaksin Merah Putih baru bisa diserahkan kepada Bio Farma pada 2021 mendatang. Setelahnya, uji klinis baru bisa dilakukan.

"Jika seluruh tahapan uji klinis ini berjalan baik maka izin edar Vaksin Merah Putih diproyeksikan diperoleh pada akhir 2021 dan didistribusikan pada awal 2022," kata Wiku.

Produksi Vaksin Merah Putih memang berbeda dengan vaksin impor seperti Sinovac dari China. Vaksin Merah Putih yang produksinya dipimpin oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ini lebih rumit karena hanya menyasar protein tertentu dari virus corona.

Sebagai konsekuensinya, proses penelitian pun harus berlangsung lebih lama ketimbang uji klinis tahap tiga dari calon vaksin yang diproduksi Sinovac-Bio Farma. Bila vaksin Sinovac ditargetkan produksi pertengahan 2021, maka vaksin Eijkman diperkirakan bisa produksi massal pada akhir 2021 atau awal 2022.

Dalam wawancara dengan Republika sebelumnya, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, menjelaskan apa perbedaan vaksin yang dikembangkannya dengan vaksin impor. "Bedanya adalah di platform. Vaksin Sinovac menggunakan virus utuh, mereka mengkultur virusnya, kemudian setelah diperoleh virus dalam jumlah besar kemudian virusnya dimatikan dengan bahan kimia. Kemudian ya setelah dibersihkan, langsung bisa dipakai. Ya makanya prosesnya lebih cepat," jelas Amin.

Sementara vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman tidak menggunakan virus utuh, melainkan hanya menyasar dua jenis protein yang memang menjadi sasaran. Eijkman melakukan isolasi terhadap dua jenis protein yang diperlukan, yakni Protein S dan N. Kedua protein inilah yang akan digunakan dalam vaksin nanti.


Vaksin Covid-19 generasi pertama kemungkinan besar belum sempurna. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler