Majelis Hakim Tolak Eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte

Hakim perintahkan penuntut umum melanjutkan perkara dengan dengan menghadirkan saksi.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kedua kiri) berjalan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/11). Majelis hakim pengadilan tipikor akan mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan yang di ajukan Irjen Pol Napoleon Bonaparte pada sidang pembacaan putusan sela atau eksepsi nota keberatan. Republika/Thoudy Badai
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan dari penasihat hukum terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. Dengan ditolaknya eksepsi, maka persidangan perkara penghapusan nama buronan Djoko S Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang menjerat Napoleon dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.


"Menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa Napoleon Bonaparte tidak dapat diterima. dan mrmerintahkan penuntut umum melanjutkan perkara dengan dengan menghadirkan saksi-saksi, " ujar Hakim Ketua Muhammad Damis saat membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/11). 

Dalam pertimbangan, Majelis Hakim menyatakan  sah surat dakwaan penuntut umum pada kejaksaan Negeri Jakarta Selatan No/Reg/PDS10/M.1.14/ft.1/10/2030 tanggal 23 oktober 2020 sebagai dasar pemeriksaan mengadili perkara terdakwa atas nama terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Atas dasar tersebut, MajelisbHakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.

Menanggapi putusan sela, penasihat hukum Napoleon menyatakan menerima putusan  tersebut dan meminta agar sidang segera dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara."Mohon dilanjutkan dengan pokok perkara pemeriksaannya," kata penasihat hukum Napoleon, Santrawan T Pangarang. 

Sementara jaksa penuntut umum meminta waktu 7 hari untuk dapat menghadirkan sejumlah saksi.

Diketahui, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang 200 ribu dollar Singapura dan 270 ribu dollar AS dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap diberikan agar Napoloen bersama Brigjen Pol Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. 

Dalam dakwaan disebutkan, saat itu Napoleon menjabat sebagai  Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Djoko Tjandra meminta bantuan  lantaran namanya sudah masuk dalam DPO sejak 2009 dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Napoloen disebut  melakukan penghapusan nama tersebut bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo yang merupakan Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. 

Kepada Prasetijo, Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Suap berawal ketika Djoko Tjandra yang sedang berada di Malaysia ingin mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) demi bebas dari semua jeratan hukum. Namun persyaratan PK mengharuskan Djoko Tjandra datang langsung ke Indonesia, sementara saat itu Djoko Tjandra masih menjadi buron.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler