Giliran China Kritik Paus Soal Uighur
Paus Fransiskus menyebut Muslim Uighur yang malang.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mengkritik Paus Fransiskus atas sebuah bagian dalam buku barunya, Selasa (24/11). Paus menyebutkan penderitaan yang dirasakan kelompok minoritas Muslim Uighur di China.
Juru bicara kementerian luar negeri China, Zhao Lijian mengatakan, pernyataan Fransiskus tidak memiliki dasar faktual sama sekali. "Orang-orang dari semua kelompok etnis menikmati hak penuh untuk bertahan hidup, berkembang, dan kebebasan berkeyakinan," kata Zhao dalam briefing harian, dilansir di Channel News Asia, Selasa.
Zhao tidak menyebutkan kamp-kamp tempat lebih dari satu juta orang Uighur, dan anggota kelompok minoritas Muslim China lainnya yang ditahan. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) dan pemerintah lainnya, bersama dengan kelompok hak asasi manusia, mengatakan fasilitas seperti penjara itu dimaksudkan untuk memisahkan Muslim dari agama, dan warisan budaya.
Itu memaksa mereka untuk menyatakan kesetiaan kepada Partai Komunis, dan pemimpinnya, Xi Jinping. China awalnya menyangkal keberadaan fasilitas tersebut. Namun sekarang menyatakan kamp itu merupakan pusat yang dimaksudkan untuk memberikan pelatihan kerja, mencegah terorisme, dan ekstremisme agama secara sukarela.
Dalam buku barunya Let Us Dream, Fransiskus mencantumkan Uighur malang. Paus menyebut Uighur merupakan contoh di antara kelompok yang dianiaya karena iman mereka.
Fransiskus menulis tentang perlunya melihat dunia dari sekitar dan pinggiran masyarakat. "Ke tempat-tempat dosa dan kesengsaraan, pengucilan dan penderitaan, penyakit dan kesendirian" tulisnya.
Di tempat-tempat penderitaan seperti itu, "Saya sering memikirkan orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi apa yang ISIS lakukan kepada mereka benar-benar kejam atau orang Kristen di Mesir dan Pakistan dibunuh dengan bom yang meledak saat mereka berdoa di gereja," tulis Paus.
Di samping itu, Paus menolak untuk memanggil China atas tindakan kerasnya terhadap minoritas agama, termasuk Katolik, yang membuat cemas pemerintahan Presiden AS, Donald Trump dan kelompok hak asasi manusia. Vatikan bulan lalu memperbarui perjanjian kontroversialnya dengan Beijing tentang pencalonan uskup Katolik, dan Paus Fransiskus berhati-hati untuk tidak mengatakan atau melakukan apa pun yang menyinggung pemerintah China tentang masalah itu.
Di sisi lain, China dan Vatikan tidak memiliki hubungan formal sejak Partai Komunis memutuskan hubungan, dan menangkap pemuka agama Katolik segera setelah merebut kekuasaan pada 1949.