Eks Pejabat NCB Interpol Terima Surat Istri Djoko Tjandra

Nugroho bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi terkait perkara suap Djoko Tjandra.

RENO ESNIR/ANTARA
Perwira Tinggi Polri Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11/2020). Dalam agenda pemeriksaan saksi tersebut Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra ke Irjen Napoleon Bonaparte terkait penghapusan status red notice interpol.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Sekretaris NCB Interpol Indonesia
Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet Wibowo dihadirkan Jaksa Penuntut Umun sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selasa (24/11). Nugroho bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi terkait perkara suap Djoko Tjandra.

Dalam persidangan, Nugroho mengaku baru mengetahui red notice Djoko Tjandra sudah terhapus dari Interpol saat rapat dengan Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte. Saat itu, kata Nugroho, tidak ada permintaan perpanjangan status red notice Djoko Tjandra.

"Saya dipanggil rapat atasan saya Kadiv Hubinter Pak Napoleon bersama Kabag, kemudian menjelaskan tentang cerita ini, baru saya tahu," ungkap Nugroho

Sebelumnya, ia pernah menerima surat pertanyaan dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran terkait status red notice suaminya. Surat tersebut dia dapatkan dari atasannya Irjen Napoleon. Lantaran tidak ada perintah disposisi, Nugroho pun tidak menindaklanjutinya.

Dalam persidangan, Nugroho menjelaskan secara rinci ihwal mekanisme red notice. Ia menerangkan, bahwa red notice terhapus apabila tersangka meninggal dunia dan kemudian ada permintaan dari pemohon red notice.

"Saya kira cuma dua itu," kata Nugroho.

"Jangka waktunya kapan terhapus, " tanya Jaksa.

"Terhapus dalam jangka lima tahun. Kalau red notice apabila sudah habis masa berlakunya, maka secara sistem dia akan terhapus dengan ketentuan dari Interpol," jawabnya.

Jaksa lantas menanyakan kapan red notice Djoko Tjandra terhapus.

"Saya kan masuk 2020, yang saya baca data diinformasikan ke saya 2019 Januari ada informasi saja permintaan pertanyaan apabila tidak ada jawaban negara yang minta akan terhapus by system, Januari 2019," jawab Nugroho.

"Apakah Januari 2019 status red notice Djoko Tjandra masih aktif?" tanya jaksa lagi.

"Tidak demikian juga, aktif itu kalau data yang menyertainya masih lengkap. Tidak dimintakan perpanjangan Juni akan terhapus by system," kata Nugroho.

Baca Juga




Nugroho mengatakan, red notice Djoko Tjandra hanya bisa dilihat dan datanya tidak valid. Red notice Djoko Tjandra, sebut Nugroho, sudah tidak valid sejak 2014.

Ihwal terhapus atau habisnya masa berlaku status red notice Djoko Tjandra pada Januari 2019, sambung Nugroho, seharusnya Kejaksaan juga mengetahui. Hal tersebut lantaran adanya kesepakatan antara Kejaksaan Agung dan NCB Interpol  ihwal status red notice.

"Kejaksaan dapat mirroring system. dan 2019 itu MoU Kejaksaan dan Polri masih berlaku. Dari MoU tersebut si peminta (Kejagung) juga memiliki sistem untuk melihat saja dan mendapatkan informasi tersebut," terang Nugroho.

Jaksa Sophan kemudian mengonfirmasikan apakah NCB Interpol melakukan konfirmasi terkait peringatan habisnya red notice Djoko Tjandra. Kepada Jaksa, Nugroho mengaku tidak tahu menahu. Namun, kata Nugroho, seharusnya NCB Interpol tetap melaporkannya.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dollar Singapura dan 270 ribu dollar AS, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dollar AS.

Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.


Djoko Tjandra - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler