Soal Kerumunan HRS, Polda Jabar: Seluruh Aturan Dilanggar
Seluruh aturan soal PSBB dilanggar saat ada kerumunan Habib Rizieq Shihab
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat menaikkan status perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kegiatan Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, ke tahap penyidikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol CH Patoppoi mengatakan penetapan itu dilakukan setelah pihaknya melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 12 orang dalam rangka penyelidikan sejak sepekan lalu.
Dari pemeriksaan itu disimpulkan bahwa seluruh aturan telah dilanggar dalam kerumunan Habib Rizieq Shihab. Mulai dari jumlah orang, waktu acara, hingga penyelenggara tidak membuat surat pernyataan kepada Gugus Tugas Covid-19 Bogor.
Aturan yang dimaksud yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pra Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang diterapkan pemerintah Kabupaten Bogor. Di antaranya yakni pondok pesantren boleh beroperasi, namun tidak bisa dikunjungi. Kemudian kegiatan pertemuan boleh dilakukan namun pengunjung harus dibatasi 50 persen dari total kapasitas, atau maksimal sebanyak 150 orang.
"Kemudian kegiatan itu diatur bahwa maksimal waktunya tiga jam, dan penyelenggara wajib membuat surat pernyataan siap mematuhi aturan, kepada Satgas Covid-19, itu aturan di Bogor," katanya.
Faktanya, aturan itu dilanggar. "Dihadiri lebih dari 150 orang, tadi sudah dijelaskan dihadiri sekitar 3.000 orang, dan lebih dari tiga jam. Dari jam 09.00 WIB pagi sampai jam 23.00 WIB," kata Patoppoi, Kamis (26/11).
Maka dari itu, polisi menduga dalam kegiatan itu ada peristiwa tindak pidana berupa ada upaya menghalang-halangi upaya pemerintah dalam penanggulangan wabah Covid-19, serta dugaan pelanggaran penyelenggara kekarantinaan kesehatan.
"Penyidik akan melakukan penyidikan, akan memberitahu kejaksaan, dan berproses sampai nantinya kegiatan gelar penetapan tersangka," kata Patoppoi.
Adapun dalam kasus ini, polisi menggunakan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan Pasal 216 KUHPidana.