Rumah Sakit Mekelle Kewalahan Rawat Korban Luka
ICRC menyebut rumah sakit di Mekelle kekurangan pasokan medis akibat konflik
REPUBLIKA.CO.ID, MEKELLE -- Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan rumah sakit dan fasilitas medis di wilayah Tigray, Ethiopia kewalahan merawat korban luka konflik yang berlangsung selama satu pekan. Pasokan obat-obatan juga semakin menipis.
Satu hari setelah pemerintah Ethiopia mendeklarasikan kemenangan dalam operasi melawan Tigray People’s Liberation Front (TPLF), ICRC mengeluarkan laporan langka mengenai situasi di medan pertempuran. Mereka mengatakan 80 persen pasien di Rumah Sakit Rujukan Ayder mengalami luka trauma.
"Gelombang pasukan terluka yang masuk ke rumah sakit menghentikan sementara banyak layanan medis lainnya sehingga membatasi jumlah staf dan sumber daya yang dapat digunakan untuk perawatan medis darurat," kata ICRC dalam pernyataannya seperti dikutip Aljazirah, Senin (30/11).
ICRC menambahkan banyak rumah sakit di kawasan itu yang kekurangan kantong jenazah. ICRC memperingatkan persediaan makanan juga kian menipis sebab hampir satu bulan akses keluar-masuk ke Tigray diputus.
Organisasi kemanusiaan itu juga mengatakan sekitar 1.000 orang pengungsi dari Eritrea tiba di ibu kota wilayah Tigray, Mekelle. Para pengungsi yang berasal dari kamp dekat perbatasan Eritria itu mencari makanan dan bantuan lainnya.
"Rumah sakit kekurangan benang bedah, antibiotik, antikoagulan, penghilang rasa sakit, dan bahkan sarung tangan," kata kepala operasi ICRC Ethiopia Maria Soledad yang mengunjungi Rumah Sakit Rujukan Ayder dan sedang berada di Mekelle.
"Gelombang korban luka masuk setelah rantai pasokan ke Mekelle terganggu selama tiga pekan. Kami harus memastikan petugas kesehatan memiliki pasokan dan kondisi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka dalam menyelamatkan nyawa," tambah Soledad.
Pertempuran antara pemerintah federal Ethiopia dan pasukan daerah TPLF yang menguasai Tigray mengancam stabilitas Ethiopia dan wilayah Tanduk Afrika. Pertempuran ini diyakini sudah menewaskan ratusan orang dan sekitar 44 ribu orang melarikan diri ke negara tetangga, Sudan.
Jalur komunikasi hampir sepenuhnya terputus sehingga sangat sulit memverifikasi klaim-klaim yang disampaikan kedua belah pihak yang sedang bertempur. PBB tidak dapat masuk ke Tigray dan menyediakan bantuan ke sana.
Muncul kekhawatiran ketika transportasi dan jalur dibuka kembali terungkap kekejian yang terjadi di wilayah tersebut. Pada Rabu (25/11) pemerintah Ethiopia memberi ultimatum pada TPLF untuk menyerah atau mereka akan menggelar serangan besar-besaran ke Mekelle.
Pada Sabtu (28/11) lalu tanpa menyebutkan jumlah korban jiwa, Perdana Menteri Pemenang Nobel Perdamaian Abiy Ahmed mendeklarasikan kemenangan melawan TPLF setelah merebut Mekelle. Organisasi kemanusiaan khawatir dengan jumlah korban sipil di kota yang dihuni 500 ribu orang itu.
Pasukan Ethiopia mengatakan mereka 'sepenuhnya menguasai' Mekelle. Akan tetapi pemimpin dan anggota TPLF yang masih tersisa berhasil melarikan diri dan berjanji terus berperang.
Pada Ahad (29/11) malam ketua TPLF Debretsion Gebremichael mengatakan pasukannya berhasil menembak jatuh pesawat militer Ethiopia dan menangkap pilotnya. Ia juga mengatakan pasukan TPLF berhasil merebut kota Axum dari pasukan federal. Belum ada komentar dari pemerintah maupun militer Ethiopia mengenai hal itu.