Sidebar

Rudal Hipersonik Australia dan AS untuk Lawan China-Rusia

Tuesday, 01 Dec 2020 20:58 WIB
Rudal hipersonik Cina memiliki panjang 5,8 meter dan diameter 33 cm. Rudal tersebut mampu mencapai target hingga 300 mil (482,8 km).

IHRAM.CO.ID, SYDNEY -- Australia akan bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk mengembangkan rudal jelajah hipersonik, sebagai upaya melawan China dan Rusia yang juga tengah mengembangkan senjata serupa.

Baca Juga


"Kami akan terus berinvestasi pada kemampuan canggih untuk memberikan opsi lebih banyak kepada Pasukan Pertahanan Australia demi menghadang agresi terhadap kepentingan Australia," kata Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, Selasa (1/12) dalam sebuah pernyataan.

Namun, Reynolds tidak mengungkapkan berapa besar anggaran yang dikeluarkan dalam pengembangan rudal tersebut, ataupun kapan senjata itu akan dapat dioperasikan.

Sebelumnya, Australia telah menyisihkan sebanyak 9,3 miliar dolar Australia (setara Rp 97 triliun) pada tahun ini untuk sistem pertahanan rudal jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk penelitian hipersonik. Pada Juli lalu, Australia menyebut bahwa pihaknya akan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan hingga 40 persen selama 10 tahun ke depan demi mempunyai kemampuan serangan jarak jauh di darat, laut, dan udara.

Langkah tersebut muncul di tengah perluasan fokus militer Canberra dari kawasan Pasifik ke Indo-Pasifik. Rudal hipersonik mampu menjelajah dengan lebih dari lima kali kecepatan suara, dan kombinasi kecepatan, kemampuan bermanuver, serta ketinggiannya membuat rudal jenis ini sulit dilacak dan dihadang.

Tahun lalu, Rusia meluncurkan rudal nuklir hipersonik pertama milik negara itu. Sedangkan Pentagon, yang menguji rudal hipersonik serupa pada 2017, menargetkan peluncuran senjata berkemampuan perang milik mereka itu pada awal atau pertengahan 2020.

Sementara, China juga telah meluncurkan, atau hampir meluncurkan, sistem persenjataan hipersonik dengan hulu ledak konvensional, menurut analis pertahanan. Kolaborasi Australia dengan AS dalam pengembangan rudal ini, bagaimanapun, dapat memicu ketegangan hubungan lebih lanjut antara Australia-China, yang kini tengah memanas.

Pada Senin (30/11), misalnya, pejabat senior China mengunggah gambar palsu dengan takarir yang menyebutkan bahwa China mengutuk aksi kejahatan yang dilakukan oleh tentara Australia kepada anak Afghanistan.

Pemerintah Australia menuntut China memohon maaf atas hal ini.

Berita terkait

Berita Lainnya