Islamnya Raja-Raja Liberia oleh Pengembara Maroko
IHRAM.CO.ID, Pada abad ke-10, sejumlah pengembara asal Maroko tiba di Sahara Selatan, termasuk di kawasan Liberia. Mereka mendakwahkan Islam kepada suku-suku yang ada di sana. Syekh Abdullah ibnu Yassin tercatat berhasil menyakinkan Wur Jay, raja Senegal, untuk kemudian memeluk Islam.
Dengan cara yang sama, tak lama setelah itu sejumlah raja-raja lain juga menyatakan keislamannya. Di antaranya adalah raja dari suku Mandingo.
Mereka amat antusias mengikuti ajaran Islam, bahkan begitu bersemangat menyebarkannya ke wilayah lain. Suku Fulani yang berdiam di wilayah dataran tinggi Fouta Fallon, misalnya, bergerak hingga ke timur ke kawasan yang kini adalah negara Nigeria dan berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk di sana.
Sementara suku Mandingo menuju ke arah tenggara, ke wilayah Guinea, Guinea-Bissau, Sierra Leone, Mali, dan Liberia. Para pengembara dan pedagang dari Mandingo, terkenal karena keimanannya terhadap Islam. Mereka pun berhasil mendirikan pusat agama Islam di wilayah utara Liberia serta menyebarkan Islam secara luas kepada suku-suku di Ghana.
Demikian pula pada saat sebuah kerajaan di wilayah utara runtuh, Mandingo muncul dan membentuk negara kecil yang sekarang bernama Mali, untuk selanjutnya berkembang terus ke barat daya pada abad 13 dan mengontrol penuh kota Timbuktu. Hingga berabad-abad selanjutnya, yakni tahun 1869, sebuah negara Islam yang terdiri dari suku Mandingo dan Soninki dibentuk.
Negara itu juga runtuh tak lama kemudian sebelum hadirnya seorang pemuka agama kharismatik, Imam Samuri ibn Laviatori (1830-1900). Samuri memilih mengasingkan diri dan membentuk wilayah sendiri di Niger River. Wilayah kekuasaannya berkembang terus hingga mencapai utara Liberia. Di sini, dia mengembangkan syiar Islam, mendirikan masjid, dan pengajaran Alquran.
Selama masa ini, ada dua peristiwa penting yang mempengaruhi penyebaran Islam di Liberia. Sejak tahun 1822, orang-orang Amerika banyak memindahkan aktivis pergerakan emansipasi kaum kulit hitam ke Liberia. Tahun 1847, orang kulit hitam asal AS ini mengumumkan berdirinya negara Liberia (Tanah Kebebasan).
Jumlah mereka sebenarnya hanya mencakup satu persen dari keseluruhan populasi, namun mampu meraih kekuasaan di wilayah itu dan mempengaruhi suku-suku yang ada, termasuk Mandingo. Dengan bantuan AL AS, orang-orang negro AS ini juga berhasil mengesahkan undang-undang bergaya Amerika, memilih presiden dan wapres setiap dua tahun, juga berhasrat membentuk Kerajaan Yesus di Afrika.
Maka sejak saat itu, maraklah gerakan-gerakan misionaris ke seluruh negara Liberia. Adapun Imam Samuri tidak dapat 'membantu' umat Muslim yang berada di dataran Faouta Fallon karena pada waktu yang sama, dia harus berjuang melawan kolonial Prancis. Dia kalah, ditangkap dan lantas diasingkan ke Gabon hingga akhir hayatnya tahun 1900.
Kini, Umat Muslim Liberia saat ini mencakup 25 persen dari populasi negara yang berjumlah tiga juta jiwa. Walau memiliki jumlah yang cukup besar, akan tetapi mereka secara umum masih dapat memainkan peranan signifikan di negara tersebut. Hal tersebut terjadi karena banyak sebab, antara lain adalah maraknya kemiskinan serta rendahnya tingkat pendidikan.