Startup Saudi Garap Pendekatan Kreatif Berdayakan Pengungsi
IHRAM.CO.ID,JEDDAH – Pengungsi wanita dan lainnya yang menghadapi kesulitan mengembangkan bakat kreatif mereka selama ini kini cukup terbantu dengan bantuan perusahaan perintis mode Saudi. Melalui Bab Boutiqe, para pengungsi wanita diberdayakan.
Dilansir di Arab News, Kamis (3/12), Bab Boutique didirikan pada 2016 untuk memberi komunitas yang terpinggirkan ruang dan sumber daya untuk berinvestasi dalam kreativitas mereka. Lembaga ini juga didirikan untuk mendorong pengungsi perempuan dan orang lain untuk merayakan identitas dan budaya mereka.
Butik ini mendeskripsikan dirinya sebagai platform untuk merayakan kisah bertahan hidup, perjuangan, dan kesuksesan tak terlihat melalui karya buatan tangan yang dibuat dengan hati-hati dan cinta.
Dalam sejarahnya, Butik Bab pada awalnya didirikan oleh Rafah Sahab, Asma Aljifri, Hessa Alrubian, Mariam Alrubian, dan Fajer Burhamah sebagai kegiatan terapeutik untuk mendukung dan membantu wanita Suriah yang melarikan diri dari tanah air mereka yang dilanda perang.
Seorang psikoterapis, Sahab, mengatakan bahwa pendiri butik didorong oleh keyakinan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesejahteraan fisik.
“Rencananya adalah untuk memberikan sesi terapi secara tradisional selama kunjungan saya ke kamp pengungsian atau dengan mengamankan dana untuk terapis lokal di komunitas tuan rumah seperti Lebanon dan Yordania,” kata Sahab.
Namun, setelah beberapa kali kunjungan itu Sahab menyadari bahwa banyak pengungsi yang mencari pekerjaan, bukan bantuan kesehatan mental. Pihaknya merasakan semangat bertahan hidup atas ketabahan dan tekad para pengungsi untuk menemukan cara menafkahi anak-anak mereka.
“Jadi kami bergabung dengan mitra lokal untuk memberi mereka kesempatan untuk mengekspresikan kreativitas mereka,” ungkapnya.
Sahab memutuskan untuk mengganti sesi terapi dengan pekerjaan kerajinan tangan karena jelas terlihat bahwa kurangnya pekerjaan memengaruhi rasa martabat dan harga diri para pengungsi. Bekerja sama dengan Organisasi Thekra di Yordania, Bab meluncurkan koleksi pertamanya, “Stories of Syria” yang menampilkan tas bersulam tangan dalam berbagai ukuran yang merayakan aspek budaya Suriah, termasuk pernikahan, dan panen gandum dan zaitun.
“Kami bertanya kepada para pengungsi apa yang bisa kami pelajari dari budaya Suriah, dan para wanita mulai berbagi cerita yang mereka sukai, dan ini diubah menjadi gambar yang kemudian disulam oleh para wanita,” kata Sahab.
Pihaknya menyebut bahwa butik ini juga melayani penjualan koleksi di pasar GCC. Pasar untuk produk sulaman tangan Bab Boutique lebih besar dari yang diperkirakan banyak orang, dan mencakup penggemar mode slow, keberlanjutan, kerajinan tangan, dan produk ramah lingkungan.
Ketika upaya mereka mulai membuahkan hasil, pendiri butik menemukan bahwa jauh dari menjadi pembantu dan pengungsi korban, hubungan itu lebih kooperatif, mendidik dan berwawasan bagi kedua belah pihak.
“Kami belajar bahwa orang-orang ini memiliki banyak hal yang dapat mereka ajarkan kepada kami. Mereka punya budaya, seni dan kreativitas yang bisa kita manfaatkan,” kata Sahab.
Menurut Sahab, pada hakikatnya para pengungsi ini bukan hanya pengungsi. Namun mereka adalah orang-orang dengan impian, potensi, kapasitas, ide dan keterampilan, serta rasa sakit dan kekecewaan. Mereka, kata Sahab, hanyalah manusia biasa layaknya manusia pada umumnya.
Sahab mengatakan bahwa pekerjaannya dengan para pengungsi telah mengajarinya bahwa di dalam diri kita masing-masing ada kekuatan Illahi. Di dalamnya ada fleksibilitas, dan kemampuan untuk menjadi kreatif dan mengatasi kesulitan. Bekerja sama dengan seniman Doa Bugis yang berbasis di Jeddah, Bab Boutique baru-baru ini memperkenalkan “Migrating Birds,”.
Yakni koleksi baru tas bersulam halus oleh pengungsi Suriah di Lebanon berdasarkan karya seni yang dibuat oleh Bugis, yang karyanya berfokus pada eksplorasi kesedihan, kehilangan, migrasi, dan identitas hybrid.
“Saya telah menjadi pengagum Bab selama bertahun-tahun. Koleksi Stories of Syria menarik perhatian saya dan telah menarik saya ke dalam narasi, nilai, dan etika Bab sendiri,” kata Bugis.
Dia menjelaskan, dengan mengetahui apa yang mereka perjuangkan maka pihaknya mengiyakan tanpa berpikir dua kali. “Migrasi Burung telah muncul di kepala saya selama bertahun-tahun. Saya selalu tertarik pada identitas campuran dan menghabiskan waktu sekitar enam tahun untuk meneliti subjek tersebut,” kata Doa Bugis.
Dia menjelaskan bahwa salah satu faktor utama di balik identitas campuran adalah migrasi. Hal itu telah menjadi fenomena yang berakar dalam sejarah. Orang-orang selalu direlokasi untuk pekerjaan, peluang, dan kondisi kehidupan yang lebih baik. Entah alasannya karena alasan agama, ekonomi, atau pendidikan, kata dia, mencabut diri dan keluarga bukanlah perjalanan yang mudah.
Bugis membuat sketsa narasi ini dengan kata-kata dan kemudian menerjemahkannya secara visual. Setelah banyak usaha, akhirnya dia menciptakan lukisan miniatur yang memadukan seni dan kaligrafi Islam. Tas bersulam halus menampilkan gambar burung, dan frasa seperti “Dalam migrasi, ada kehilangan dan keberadaan”.
Bab sekarang berharap para pengungsi dapat dihargai atas kekayaan budaya yang mereka bawa. Bukan hanya dipandang dengan status pengungsi semata. Melalui startup tersebut diharapkan ke depannya para pengungsi dapat mengembangkan pendekatan baru dalam pekerjaan kemanusiaan yang akan memberi orang kapasitas untuk membangun diri mereka sendiri dan menopang kehidupan mereka.