Pangeran Turki Kritik Tajam Israel di Forum Internasional
Israel disebut sebagai kekuatan terakhir penjajah Barat di Timur Tengah.
REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA -- Mantan duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat (AS) Pangeran Turki al-Faisal mengkritik Israel saat berbicara di International Institute for Strategic Studies (IISS) Manama Dialogue di Bahrain pada Ahad (6/12). Dia menyebut Israel sebagai kekuatan terakhir penjajah Barat di Timur Tengah.
Pangeran Turki mengatakan pasca-perang Arab-Israel 1948, banyak warga Palestina terusir dari tanahnya. Hal itu kembali terulang setelah Perang Enam Hari 1967. Warga Palestina yang tersisa setelah 1948, sama-sama dirampas dari tanah mereka.
Dia juga mengatakan bahwa Israel telah menduduki tanah Arab tetangga, bukan sebaliknya. "Apa yang telah dilancarkan orang Arab sejak 2002 adalah 'Prakarsa Perdamaian Arab,' yang ditolak oleh semua pemerintah Israel di setiap kesempatan," ujarnya, dikutip laman Al Arabiya.
Pangeran Turki turut menyoroti keberadaan tembok perbatasan Israel. Menurutnya, tembok itu merupakan tembok apartheid. Israel sengaja membangunnya agar warga Palestina yang terusir tidak dapat kembali ke tanah leluhurnya.
Dia pun mengomentari seringnya Israel melakukan penahanan terhadap warga Palestina dengan tuduhan yang bukan-bukan atau lemah secara hukum. Mereka, tua-muda, wanita-pria, dijebloskan ke kamp konsentrasi tanpa bantuan hukum untuk keadilan. "Mereka menghancurkan rumah sesuka mereka, dan mereka membunuh siapa pun yang mereka inginkan," kata Pangeran Turki.
Pangeran Turki kemudian menyinggung tentang Abraham Accord, yakni perjanjian normalisasi diplomatik Israel dengan Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA). "Jika Perjanjian Ibrahim didasarkan pada geografi, maka tidak akan ada Perjanjian Ibrahim tanpa memasukkan tanah Ibrahim, Makkah," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa Inisiatif Perdamaian Arab harus dilaksanakan sehubungan dengan Palestina. Dia menyerukan Israel mengulurkan tangan perdamaian dan mengakhiri sandiwara tragis ini. Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi yang turut berpartisipasi dalam IISS Manama Dialogue segera mengkritik pernyataan Pangeran Turki.
"Saya ingin mengucapkan penyesalan saya atas komentar perwakilan Saudi. Saya tidak percaya bahwa mereka mencerminkan semangat dan perubahan yang terjadi di Timur Tengah," ujar Ashkenazi.