Pemerintah Perbaiki Pajak-Retribusi Daerah Lewat Cipta Kerja
Pemerintah tata ulang pajak retribusi daerah dengan UU Cipta Kerja
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menyusun aturan pelaksanaan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan kegiatan ini sebagai wadah sosialisasi dan menyerap aspirasi dari pihak yang berkepentingan/stakeholder, serta mendorong partisipasi publik untuk memberikan masukan dan tanggapan atas rancangan peraturan pelaksanaan.
"Kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja kali ini menyasar sektor Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD). Sebelumnya kegiatan serupa yang membahas sektor PDRD juga telah dilaksanakan di Jakarta, Bali, dan Medan," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (10/12).
Menurutnya UU Cipta Kerja mendorong serta menjadikan iklim usaha yang baik dan perizinan yang cepat. Penerapan UU Cipta Kerja dapat dimanfaatkan sebagai lompatan signifikan dan sebagai upaya melepaskan Indonesia dari jeratan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap, sehingga menjadi negara maju.
“Urgensi UU Cipta Kerja adalah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, peningkatan peran sektor manufaktur, penyederhanaan regulasi dan perizinan, serta peningkatan daya saing," ucapnya.
Saat ini, lanjut Iskandar, perizinan di Indonesia terbilang rumit bahkan telah sampai pada hiper regulasi. Akibatnya, untuk menghasilkan satu output harus mengeluarkan 6,8 capital, sedangkan negara lain seperti Filipina hanya membutuhkan 3,6 capital.
"UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berusaha berbasis risiko (risk-based approach). Perubahan tersebut dilakukan agar dapat menciptakan lapangan kerja dan kewirausahaan melalui kemudahan berusaha," ucapnya.
Sementara Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus menambahkan perubahan konsepsi perizinan tersebut mencakup kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, serta persetujuan bangunan gedung.
“Selain itu, perizinan berusaha dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan yang datur dalam UU, dilaksanakan sesuai dengan NSPK (mengatur jenis perizinan, standar, syarat, prosedur, dan jangka waktu penyelesaian) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku secara nasional (pusat dan daerah),” jelasnya.
Dalam rangka meningkatkan daya saing daerah, mendukung Ease of Doing Business (EODB) dan memperkuat penyelarasan kebijakan pajak antara Pemerintah Pusat dan Pemda, maka disusunlah RPP PDRD.
“Pemerintah melalui UU Cipta kerja akan menata ulang, salah satunya PDRD. Kita tahu banyak pajak daerah dan retribusi daerah dengan tarif tinggi dapat menghambat investasi di daerah. Dampaknya perusahaan-perusahaan usaha itu tidak mau melakukan investasi di daerah," ucapnya.
Adapun pokok-pokok pengaturan RPP PDRD antara lain penyesuaian tarif pajak dan retribusi oleh Pemerintah Pusat, pengawasan pajak dan retribusi, serta dukungan Pemerintah Pusat atas kualitas pelayanan Pemerintah Daerah. Saat ini pemerintah tengah menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang terdiri dari 40 RPP dan 4 RPerpres.
“Pemerintah telah menyediakan berbagai kanal penyampaian masukan. Setelah diberikan penjelasan ini, diharapkan adanya respon, tanggapan dan masukan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, untuk penyempurnaan RPP dan RPerpres,” ucapnya.