Matinya Pertokoan di Kota Tua Yerusalem
IHRAM.CO.ID, YERUSALEM -- Banyak warga palestina di Bab Hutta, di kota Tua Yerusalem dekat kompleks Masjid Al-Aqsa mulai menutup toko dan kiosnya. Mereka yang masih bertahan, terus menerus mendapatkan tekanan oleh otoritas Israel dalam langkah untuk membersihkan daerah tersebut bagi para pemukim.
Menurut Amani Najib, seorang mantan warga Bab Hutta, mengatakan, dulu suara pedagang dan orang yang lewat di gang sangat ramai. Mereka yang memasuki gang akan disambut senyuman dari para penjual toko roti dan bahan makanan lainnya. Keramaian memuncak saat memasuki bulan suci Ramadhan atau pada hari Jumat, tapi saat ini tidak lagi.
Toko-toko roti di sepanjang gang banyak yang telah menutup pintu mereka. "Ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya melihat lingkungan itu benar-benar sepi dan tidak bernyawa," kata Amani Najib, dilansir dari Middle East Eye, Kamis (10/12).
Abu Muhammad, seorang pedagang yang keluarganya telah menyewa toko kelontong kecil di jalan menuju Bab Hutta selama seratus tahun, mengatakan, selama beberapa dekade baik ayah maupun kakeknya menjual bahan makanan kepada penduduk dan pengunjung daerah tersebut. Keruntuhan komersial di pasar-pasar Kota Tua dimulai dengan meletusnya Intifada Pertama pada tahun 1987 dan dipercepat dengan meningkatnya ketegangan di Yerusalem Timur yang diduduki selama Intifada Kedua pada tahun 2000.
Pembatasan pedagang Bab Hutta mencapai puncaknya pada 2017, ketika dua polisi Israel ditembak mati di Gerbang Bab Hutta, salah satu pintu masuk ke kompleks Al-Aqsa, oleh tiga warga Palestina di Israel.
Meskipun pedagang Palestina telah menderita denda sewenang-wenang dan wajib menutup toko mereka sejak 1967, Abu Muhammad mengatakan peningkatan terbaru belum pernah terjadi sebelumnya. Namun pada 10 November, mereka dikejutkan oleh serangan dari pasukan dan beberapa lembaga Israel seperti pajak penghasilan, intelijen, polisi Israel, Otoritas Perlindungan Lingkungan, Badan Perlindungan Konsumen, pajak properti, dan PPN.
"Mereka mengejutkan kami dan mulai menggeledah toko kami dan memberikan panggilan pengadilan kepada para pedagang untuk diinterogasi keesokan harinya," cerita Abu Muhammad.
Abu Muhammad percaya bahwa tekanan pada pedagang Palestina lokal sengaja dilakukan untuk semakin mengosongkan lingkungan dari perdagangan dan orang- orang yang berlalu lalang sehingga nantinya dapat memberikan suasana yang nyaman bagi keluarga pemukim Israel yang pindah ke daerah tersebut.
Dia tidak menyangkal fakta, bahwa banyak pedagang yang gagal membayar jumlah pajak tersebut atau gagal memenuhi aturan yang ditetapkan Israel. Ini yang menyebabkan banyak toko memilih menutup pintunya dan anehnya, pedagang Isarel tidak bernasib sama seperti pedagang Palestina.
"Kami melihat banyak ketidakberesan oleh pedagang (Israel) dan pemilik tokonya di Yerusalem Barat, (tetapi) tanpa ditanyai oleh siapa pun karena ekonomi mereka tidak menjadi sasaran seperti ekonomi kami di Yerusalem Timur sejak tahun 1967," katanya.
Hejazi al-Rishq, kepala Komite Pedagang Yerusalem Palestina, mengatakan Bab Hutta adalah rumah bagi 53 gerai komersial: toko kelontong, toko roti, tempat pangkas rambut, dan jenis toko lainnya. Dua puluh empat di antaranya ditutup selama penggerebekan dan pembatasan pada 2017 dan 2018.
Rishq menambahkan bahwa Kota Tua Yerusalem menampung total 1.372 toko, 354 di antaranya telah ditutup selama periode waktu yang lama sebelum wabah virus corona. Sejak awal pandemi, 460 gerai yang khusus menjual barang-barang wisata dan antik telah ditutup, sehingga separuh gerai komersial di Kota Tua tutup