Aktivis Antipemerintah Irak Ditembak Mati

Penyerang tidak dikenal telah menembak mati seorang pengunjuk rasa dan aktivis Irak.

EPA-EFE/MURTAJA LATEEF
Pengunjuk rasa berkumpul di Alun-Alun Tahrir di Baghdad, Irak, Senin (28/10). Menurut laporan media, sedikitnya 63 orang meninggal dalam protes tiga hari.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Penyerang tidak dikenal telah menembak mati seorang pengunjuk rasa dan aktivis Irak yang terkemuka di Baghdad, Salah al-Irak. Dia terkenal karena peran aktifnya dalam protes anti-pemerintah yang meletus di ibu kota dan bagian selatan tahun lalu.

Menurut seorang petugas medis, sumber keamanan dan Jaringan Irak untuk Media Sosial (INSM) menyatakan Al-Irak terbunuh di distrik al-Jadida timur Baghdad pada Selasa (15/12). Ketiga sumber tersebut mengonfirmasi al-Irak meninggal saat kedatangannya di rumah sakit terdekat Sheikh Zayed. Rudaw Media Network juga melaporkan pembunuhan itu, mengutip sumber yang mengatakan al-Irak ditembak oleh dua penyerang sebanyak enam kali.

Dikutip dari Aljazirah, Al-Jadida hanya beberapa kilometer dari Tahrir Square, pusat protes dari mana al-Irak akan menyiarkan rekaman langsung. INSM mengatakan dia telah menjadi sasaran dua kali sebelum penembakan Selasa.

Dalam unggahan terakhirnya di Facebook pada Selasa sore, al-Irak menulis "Yang tidak bersalah mati sementara pengecut berkuasa". Hampir 600 orang tewas dalam kekerasan terkait protes sejak unjuk rasa dimulai pada Oktober 2019, termasuk anak muda yang ditembak mati.

Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi telah berjanji untuk melindungi demonstrasi dan menangkap mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan di masa lalu. Namun pekan lalu, delapan kelompok hak asasi lokal dan internasional menyatakan kekhawatiran tentang kurangnya pertanggungjawaban atas eksekusi di luar hukum dan menargetkan individu.

"Kegagalan pihak berwenang untuk membawa para pelaku ke pengadilan adalah mengabadikan dan semakin mengakar puluhan tahun impunitas yang telah membuat individu pemberani tanpa perlindungan paling dasar", kata kelompok INSM, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW).

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler