Petinggi Huawei Mundur Terkait Teknologi Pelacakan Muslim

Huawei mengatakan teknologinya tidak dirancang untuk mengidentifikasi kelompok etnis.

EPA-EFE/ALEX PLAVEVSKI
Petinggi Huawei Mundur Terkait Teknologi Pelacakan Muslim. Seorang wanita berdiri di depan stan Huawei di Light Of The Internet Expo selama Konferensi Internet Dunia di Wuzhen, Provinsi Zhejiang, China, 23 November 2020.
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Komunikasi Huawei Denmark Tommy Zwicky mengundurkan diri atas peran perusahaan China tersebut dalam mengawasi dan melacak Muslim Uighur. Ia mengonfirmasi tindakannya tersebut kepada Vice World News karena perlakuan perusahaan kepada Muslim Uighur, Rabu (16/12) 

Baca Juga


Pengunduran dirinya menyusul laporan dari firma riset pengawasan yang berbasis di Amerika Serikat IPVM bahwa raksasa teknologi China itu menguji perangkat lunak pengenal wajah yang dapat mengidentifikasi wajah minoritas Uighur dari kerumunan dan mengirim "alarm Uighur" otomatis ke pihak berwenang. The Washington Post, yang bermitra dengan IPVM, menerbitkan tuduhan tersebut pada Rabu pekan lalu.

Saat ditanya pada Selasa (15/12) bagaimana dia akan menjelaskan laporan ini oleh seorang jurnalis Denmark di Twitter, Zwicky berkata, "Saya tidak bisa, karena itu saya telah mengundurkan diri," menurut tangkapan layar. Zwicky telah menghapus tweet tersebut dan dia menolak merinci kepergiannya sampai kontraknya berakhir pada Februari.

Pemerintah China menahan sekitar satu juta anggota dari sebagian besar minoritas Muslim di wilayah paling barat Xinjiang menggunakan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan untuk melakukan pemolisian prediktif yang seolah-olah untuk memerangi terorisme dan ekstremisme. Kampanye tersebut telah menuai kecaman dari pengawas hak asasi manusia dan demokrasi di seluruh dunia.

Dugaan keterlibatan Huawei dalam mengembangkan alat untuk membantu pengawasan warga Uighur juga mendorong bintang sepak bola Prancis Antoine Griezmann, yang bermain untuk FC Barcelona, memutuskan kontrak sponsornya dengan Huawei sebagai bentuk protes.

Laporan IPVM didasarkan pada dokumen internal 2018 yang meringkas bagaimana Huawei menguji teknologi pengenalan wajah oleh perusahaan kecerdasan buatan China Megvii dengan fitur "Alarm Uighur", serta kemampuan untuk mengidentifikasi etnis, jenis kelamin, dan usia seseorang.

Pada 2019, pemerintah AS memasukkan Megvii di antara 28 entitas dan perusahaan keamanan publik China dalam daftar hitam perdagangan karena penindasan Beijing terhadap Uighur. Tanpa membahas klaim spesifik dalam laporan IPVM, Megvii mengatakan "bisnisnya berfokus pada kesejahteraan dan keselamatan individu, bukan tentang memantau kelompok demografis tertentu," menurut IPVM.

Huawei mengatakan itu hanya sekadar tes dan belum diterapkan dalam aplikasi kehidupan nyata. Perusahaan tersebut mengatakan kepada BBC bahasa yang digunakan dalam dokumen itu sama sekali tidak dapat diterima, dan teknologinya tidak dirancang untuk mengidentifikasi kelompok etnis.

Pada Ahad (13/12), Washington Post menerbitkan artikel kedua tentang iklan produk Huawei yang memiliki kemampuan pelacakan etnis, mengutip materi pemasaran di situs Huawei. Huawei mengatakan kepada Post mereka sedang menyelidiki masalah yang diangkat dalam artikel tersebut.

Pengunduran diri Zwicky bertepatan dengan pengumuman mitranya di Inggris Raya pada Selasa bahwa ia akan mengundurkan diri. Direktur Komunikasi Huawei di Inggris Edward Brewster mengatakan dia telah memutuskan meninggalkan perusahaan bulan depan. Dia mengatakan akan pindah ke Selandia Baru bersama keluarganya.

Dalam pernyataan yang diposting di LinkedIn, Brewster tidak menyebutkan dugaan keterlibatan Huawei dengan penindasan China terhadap Uighur. Zwicky adalah mantan jurnalis yang bergabung dengan Huawei Denmark pada Juli dan telah bekerja untuk perusahaan itu selama enam bulan sebelum mengumumkan kepergiannya pekan ini. 

https://www.vice.com/en/article/akd7b5/senior-huawei-executive-resigns-over-muslim-tracking-technology

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler