Sidebar

Kemampuan Rasulullah Mengendalikan Amarah Saat Haji

Saturday, 19 Dec 2020 06:08 WIB
Kemampuan Rasulullah Mengendalikan Amarah Saat Haji (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kemampuan seorang hamba dalam mengontrol amarahnya sesuai aturan Allah adalah puncak ketakwaan, bukti kesungguhan iman, dan tanda kemuliaan penghambatannya. Nabi adalah orang yang paling taqwa kepada Allah, paling tahu aturan-Nya, dan paling marah karena-Nya. 


"Ini semua terekam dalam beragam beragam peristiwa Haji Rasulullah," Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar dalam kitabnya "Kaifa Tastafidumi min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim Ahwal an-Nabi fi al-Hajj"

Kemarahan Nabi karena Allah di antaranya: Pertama Nabi singgah di Dzul Hulaifah sehari penuh, memperbanyak shalawat di hari tersebut, menunggu orang yang ingin bertemu dengannya demi melaksanakan perintah Tuhan. Hal tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Ibnu Abbas, dia berkata aku mendengar Nabi ada di lembah Aqiq.  "Jibril mendatangiku malam ini, lalu berkata, salatlah di lembah yang diberkahi ini, dan niatlah haji tamattu."(HR Bukhari).

Pada saat itu nabi berangkat dari Madinah menurut pendapat yang terpilih pada hari Sabtu sesudah salat dzuhur 4 rakaat di sana. Dia beranjak dari Dzul Hulaifah pada hari berikutnya yakni hari Ahad sudah melakukan salat zuhur secara qashar dua rakaat di sana. Imam Ibnu Katsir berpendapat, perintah kepada nabi untuk melakukan salat di lembah Aqiq berarti perintah untuk menginap di tempat itu hingga sesudah salat zuhur di sana.

Hal ini karena perintah datang pada malam hari nabi mengumpulkan kepada para sahabat sesudah salat subuh. Maka tinggallah salat zuhur yang dia perintahkan untuk dilaksanakan di sana. Dalam keadaan diam dan menunggu tersebut, jelas terasa berat bagi puluhan ribu orang yang pergi haji bersamanya.

Kedua, peristiwa yang terjadi pada saat nabi tidak bertahallul dari ihramnya karena sudah membawa hewan sembelihan. Pada saat itu Nabi memerintahkan para sahabat yang tidak membawa hewan sembelihan agar bertahan dari ihramnya dan menjadikan amalannya sebagai umrah. Namun ada sebagian sahabat yang menunda-nunda dan menganggap bahwa itu bukan perintah wajib dan boleh memilih, karena mereka ingin seperti nabi yang tidak ingin bertahan. 

Sebagian mereka berkata, "kita terus berihram hingga hari Arafah, baru setelah itu mendatangi istri-istri kita (bertahallul)." 

Mendengar kata-kata seperti itu dari seorang sahabatnya, nabi beranjak dari mereka dengan marah karena perintahnya tidak dituruti. Padahal dia seorang utusan Allah SWT. Nabi bergegas ke tempat Aisyah istrinya dengan penuh emosi Aisyah bertanya. "Siapakah yang membuat engkau marah wahai Rasulullah semoga Allah memasukkannya ke neraka."

Nabi menjawab. "Tidakkah engkau tahu bahwa aku sudah memerintahkan para sahabatku untuk berbuat sesuatu akan tetapi mereka masih menawar nawar dan menunda-nunda.  Kalau saja dulu aku tahu apa yang aku temui sekarang ini, tentu aku tidak membawa hewan sembelihan. Cukup Aku membeli hewan sembelihan itu di sini lalu aku bertahallul seperti mereka." (HR muslim).

Lalu nabi keluar dan kembali berdiri di tengah-tengah para sahabatnya dan bersabda. "Kalian semua tahu bahwa aku ini orang yang paling takut kepada Allah, paling baik, paling benar ucapannya di antara kalian. Kalau saja aku tidak membawa hewan sembelihan, tentu aku bertahallul sebagaimana kalian ketik karena itu bertahanlah. (HR Bukhari). Barulah akhirnya para sahabat mematuhi arahan nabi tersebut.

Ketiga, ucapan nabi tentang Shafiyah istrinya yang menstruasi pada malam nafar (malam hari melontar jumroh) dan sebelum Nabi tahu bahwa Shafiyah ternyata telah melakukan tawaf ifadah pada hari idul Adha sebelum hari nafar. Ucapan tersebut adalah. "Aku tidak melihatnya kecuali dia menghalangi kalian." (HR Bukhari). 

Abu Thalah mengatakan, ini suatu pernyataan yang bila jadi dilakukan merupakan pilihan sikap yang berat di hadapan kaum muslimin saat itu. Mengingat, bagaimana mereka semua urung berangkat nafar bersama gara-gara dia istrinya. 

"Wahai saudaraku jamaah haji. Ikutilah teladan Rasulullah. Jadilah seorang yang marah karena Allah jika larangan-larangannya dilanggar.  Berhentilah pada batasan rambu-rambunya. Janganlah melampaui perintah dan larangannya sedikitpun, dengan dan janganlah pula menerjangnya," katanya.

Karena, pelanggaran semua itu akan sebabkan fitnah dan kehancuran. Allah dalam surat An-Nur ayat 63 berfirman. "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."

"Patuhlah kepada nabi jka anda menginginkan keselamatan sepanjang hidup anda," kata Abu Thalhah.

Rasulullah bersabda. "Jauhilah apa yang aku larang, dan laksanakanlah apa yang aku perintahkan semampu kalian, karena sesungguhnya umat sebelum kalian celaka disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang nabi nabi mereka." (HR Bukhari).

Ikutilah pesan orang bijak yang mengatakan jika engkau mendengar firman Allah. ' Hai orang-orang yang beriman...!"

Maka perhatikanlah, karena firman tersebut pasti diikuti kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang harus dihindari. Janganlah sekali-kali menyimpang dari semua itu. Karena yang demikian akan menyebabkan kesengsaraan dan mengalami kebahagiaan.

Berita terkait

Berita Lainnya