WHO Bahas Varian Baru Covid-19 Dengan Inggris

Varian virus korona baru ini diyakini menyebar lebih cepat daripada versi sebelumnya

CDC via AP
Ilustrasi Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau virus corona jenis baru yang disediakan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Rep: Lintar Satria Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan mereka melakukan pembicaraan dengan pemerintah Inggris mengenai varian virus corona yang paling baru. Virus corona baru ini diyakini menyebar lebih cepat daripada versi sebelumnya tapi tidak lebih mematikan.

Baca Juga


Ahad (20/12) BBC melaporkan WHO mencicit telah mengontak pemerintah Inggris. Mereka mengatakan Inggris telah berbagai informasi dari penelitian yang sedang berjalan. WHO mengatakan mereka akan memberikan perkembangan terbaru pada negara anggota dan masyarakat luas.

"Setelah kami mempelajari lebih banyak karakteristik varian virus dan implikasi-implikasinya," kata WHO di Twitter.  

Demi menahan penyebaran virus pemerintah Inggris telah memberlakukan peraturan pembatasan sosial yang ketat di sebagian besar wilayah selatan negara itu termasuk ibukota London. Hingga saat ini belum ada bukti Covid-19 yang baru bereaksi berbeda dengan vaksin yang sudah ada.  

Setelah Negeri Tiga Singa mengumumkan mereka menemukan varian baru virus corona ini. Pemerintah Belanda melarang penerbangan pesawat penumpang dari Inggris.

Larangan yang mulai berlaku pada Ahad (20/12) ini baru akan berakhir pada 1 Januari. Den Haag menambahkan mereka akan memantau perkembangan lebih lanjut dan mempertimbangkan langkah serupa untuk moda transportasi lain.

"Resiko virus jenis baru ini masuk ke Belanda harus diminimalisir sekecil mungkin," kata pemerintah Belanda.

Den Haag juga mengatakan beberapa hari ke depan mereka akan bekerja sama dengan negara Uni Eropa lain. "Untuk mengeksplorasi ruang lingkup untuk membatasi resiko virus baru dibawa dari Inggris," tambah Belanda.  

Belanda menambahkan pada awal Desember lalu mereka menemukan sampel kasus yang memiliki varian yang sama dengan varian Covid-19 yang ditemukan di Inggris. Negeri Kincir Angin menegaskan kebijakan larangan terbang ini untuk mengendalikan penyebaran virus.

Mereka mengeluarkan apa yang disebut 'larangan terbang, kecuali keperluan yang sangat penting'.  Sebelumnya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menggelar rapat kabinet darurat.

Pertemuan Sabtu (19/12) kemarin dilakukan setelah penasehat medis pemerintah mengatakan jenis Covid-19 menyebar dengan cepat. Kepala lembaga kesehatan atau Chief Medical Officer Inggris Chris Whitty mengatakan hal itu disimpulkan berdasarkan data awal dan cepatnya peningkatan angka infeksi Covid-19 di selatan Inggris.

Witty menambahkan belum ada bukti virus varian baru Covid-19 itu lebih mematikan dan apakah berdampak pada obat atau vaksin yang sudah ada. "Kami memperingatkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan terus menganalisa data yang ada untuk meningkatkan pemahaman kami," kata Whitty dalam pernyataannya.

Menteri kesehatan Inggris menyebutkan mengenai jenis baru virus Covid-19 pekan ini. Ia yakin virus jenis baru itu yang mempengaruhi naiknya angka pertambahan kasus positif virus corona di selatan Inggris. Whitty mengatakan badan kesehatan Inggris menemukan mutasi ini melalui penelitian terhadap genom.

Johnson mengatakan virus corona varian terbaru ini 70 persen menyebar lebih cepat daripada yang lama. Pemerintah Inggris menegaskan belum ada bukti yang menunjukkan jenis ini lebih mematikan atau berdampak berbeda pada vaksin dan obat yang sudah ada.

"Saya pikir situasinya akan menjadi lebih buruk, tapi bila sekali lagi Anda melihat vaksin telah keluar, ada beberapa hal yang benar-benar mendorong optimisme, dengan asumsi vaksin bekerja melawan jenis baru ini, saat ini bekerja berdasarkan asumsi," kata Whitty.

Saat ini London menjadi wilayah dengan tingkat penularan tertinggi di Inggris. Mulai Sabtu (19/12) ini sebagian besar daerah-daerah di bagian selatan negara itu memberlakukan tingkat peraturan pembatasan sosial mereka yang paling ketat.

Peraturan pembatasan sosial itu melarang masyarakat bersosialisasi di dalam ruangan dan restoran serta pub hanya boleh melayani dibawa pulang tetapi toko-toko masih diizinkan dibuka.

Pemerintah Inggris berencana melonggarkan pembatasan sosial dari tangga 23 hingga 27 Desember. Agar masyarakat dapat melakukan perjalanan dan merayakan Natal bersama kerabat dan keluarga.

Namun rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran dapat meningkatkan jumlah kasus positif sebab angka penularan sudah merangkak naik di banyak tempat. Johnson menolak membuang kemungkinan memberlakukan karantina nasional. 

Sementara Wales dan Irlandia Utara yang memiliki pemerintahan sendiri dan bebas memberlakukan kebijakan sendiri terkait penanggulangan pandemi virus korona sudah mengatakan pembatasan sosial yang baru akan berakhir setelah perayaan Hari Natal selesai.

Sebagian besar negara Eropa juga memberlakukan kembali karantina nasional. Italia telah mengumumkan akan memberlakukan karantina nasional selama perayaan Natal dan Tahun Baru. Seluruh negeri masuk ke 'zona-merah' yang artinya semua toko-toko non-esensial, restoran dan bar ditutup. Perjalanan hanya untuk keperluan terbatas.

Jerman juga memberlakukan karantina nasional hingga bulan Januari mendatang. Pada hari Natal peraturan pembatasan sosial sedikit dilonggarkan. Satu rumah tangga boleh menerima tamu sebanyak empat orang.

Austria memasuki karantina nasional ketiga mereka setelah Hari Natal. Mulai 26 Desember semua toko non-esensial di tutup dan pergerakan warga di luar rumah dibatasi. Swedia merekomendasikan masyarakat memakai masker saat berada di transportasi umum di jam sibuk.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler