Dirikan Bank Syariah, Ekonom: Muhammadiyah Harus Gandeng BSI
Rencana Muhammadiyah untuk mendirikan bank syariah harus disertai studi mendalam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik menekankan, rencana Muhammadiyah untuk mendirikan bank syariah sendiri harus disertai dengan studi mendalam. Kerja sama yang kuat dengan institusi perbankan syariah lain juga perlu dilakukan.
Irfan mengatakan, pendirian bank yang akan disebut sebagai Bank Syariah Muhammadiyah ini dapat dilakukan melalui berbagai opsi. Mulai dari akuisisi, membuat baru dari nol atau konsolidasi dengan institusi keuangan syariah lain.
Tapi, Irfan menjelaskan, apapun jalan yang ditempuh, Muhammadiyah harus melakukan kajian secara intensif. "Sehingga keputusan yang diambil berdasarkan pada pertimbangan serta analisis obyektif," tuturnya saat dihubungi Republika, Ahad (27/12).
Jika studi dilakukan secara tepat, Irfan memproyeksikan, pendirian bank syariah dapat dilakukan dengan cepat dan 2022 bisa mulai beroperasi.
Saran kedua yang disebutkan Irfan adalah menjalin sinergi dengan bank-bank syariah lain. Tidak terkecuali bersama hasil merger bank syariah milik negara atau Bank Syariah Indonesia (BSI). "Saya yakin, BSI dan Muhammadiyah punya komitmen yang sama untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia," katanya.
Ketika keduanya mampu bersinergi, Irfan optimistis, industri keuangan syariah dalam negeri dapat berkembang secara signifikan. Keinginan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai hub keuangan syariah dunia pun diyakini dapat terwujud. Terlebih, keduanya memiliki basis umat yang kuat.
"Secara keseluruhan, saya mengapresiasi rencana Muhammadiyah ini," ucapnya.
Sebelumnya, Muhammadiyah menyampaikan rencana untuk membuat bank syariah sendiri. Rencana ini diperkirakan akan terealisasi ketika Muhammadiyah menarik dana dari BSI.