Ada Varian Baru Corona, IDI-IDAI: Tunda Sekolah Tatap Muka
Varian baru virus corona lebih mudah menular terutama pada anak-anak.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Idealisa Masyrafina, Inas Widyanuratikah
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyarankan agar rencana pembukaan sekolah tatap muka di berbagai daerah segera ditunda. Sebab, saat ini terdapat varian jenis baru virus corona yang bisa menyebar dan menginfeksi lebih cepat daripada varian yang lama.
"Usul saya, sekolah tatap muka sebaiknya ditunda. Wajib. Apalagi dengan adanya varian baru Covid-19 dan angka positivity rate kami masih di atas 20 persen. Saya tahu ini tidak nyaman. Tapi ini untuk keselamatan jiwa anak-anak kami dan keluarganya," katanya dalam cuitan di akun Twitter miliknya pada (30/12).
Kemudian, ia melanjutkan kasus positif Covid-19 per hari di Indonesia masih tinggi yaitu di atas 20 persen dengan rata-rata kasus harian 7 ribu hingga 8 ribu orang yang positif dalam satu hari. Sehingga, masyarakat harus tetap waspada dan menjaga kesehatan.
Ia mengaku pernah memaparkan tentang pencegahan penularan virus Covid-19 jika sekolah tatap muka tetap dilaksanakan. Seperti menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.
"Saya memang pernah buat cuitan tentang pencegahan penularan virus Covid-19 jika sekolah tatap muka tetap dilaksanakan. Betul. Itu jadi pilihan akhir yang bisa dilakukan ketika kebijakan tersebut sudah terlanjur berjalan. Tapi kalau akhirnya ditunda, itu bagus banget. Dua jempol," kata dia.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan mengatakan, saat ini memang lebih aman untuk melakukan pembelajaran melalui sistem jarak jauh (PJJ) atau di rumah daripada sekolah tatap muka. Sebab, kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari makin meningkat.
"IDAI sama dengan rekomendasi sebelumnya ya terkait sekolah tatap muka. Sebaiknya, tanya pak Menkes Baru juga saja terkait hal tersebut," katanya saat dihubungi Republika pada (30/12).
Sementara itu, Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan situasi pandemi di Indonesia semakin memburuk. Hal ini ditandai dengan perburukan indikator akhir pandemi seperti hunian Rumas Sakit (RS) dan kematian.
"Harusnya pemerintah deteksi dini kasus secara aktif, sediakan RS darurat untuk isolasi karantina dan penyiapan PSBB seluruh Jawa. Jika ini tidak dilakukan akan semakin gawat dan banyak kematian," kata dia.
Ia menambahkan lebih baik mencegah daripada terinfeksi virus covid-19. Apa artinya pulih jika ternyata dampaknya merugikan. "Sadarilah, situasi pengendalian pandemi kami bukan semakin baik malah semakin buruk," kata dia.
Menanggapi Prof. Zubairi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud RI) kembali menunjuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 sebagai rujukan.
Dalam SKB tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil)/ kantor Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya. Pemberian kewenangan penuh dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021, di bulan Januari 2021.
Jadi, pertimbangan sekolah tatap muka atau secara daring, diputuskan oleh masing-masing daerah. "Ini merupakan kebijakan yang sudah ditetapkan dan menjadi rujukan bagi daerah-daerah. Dibolehkan, namun tidak diwajibkan," ujar Kabiro Humas Kemendikbud Hendarman kepada Republika.co.id, Rabu (30/12).
Pada Senin (28/12), Dirjen PAUD-Disdasmen Kemendikbud Jumeri mengingatkan kembali kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai prioritas utama dalam menentukan pola pembelajaran. Pola pembelajaran yang dimaksud baik secara tatap muka maupun jarak jauh.
"Kami mengingatkan kembali agar kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang, mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/kanwil/Kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka," kata Jumeri.
Hal tersebut sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 yang telah diumumkan pada tanggal 20 November 2020.
Dalam SKB tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil)/kantor Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya. Pemberian kewenangan penuh dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 di bulan Januari 2021.
"Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengizinkan pembelajaran tatap muka merupakan permintaan daerah. Kendati kewenangan ini diberikan, perlu saya tegaskan bahwa pandemi belum usai. Pemerintah daerah tetap harus menekan laju penyebaran virus korona dan memperhatikan protokol kesehatan," jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, pada pengumuman SKB Empat Menteri tersebut, secara virtual, Jumat (20/11).
Survei KPAI
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga telah melakukan survei kepada 62.448 responden terkait sekolah tatap muka. Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 94,75 persen responden menjawab belum melakukan pembelajaran tatap muka dan hanya 5,25 persen saja yang sudah menggelar tatap muka.
Dari sekolah responden yang sudah menggelar tatap muka, menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, masih minim persiapan. Salah satu hal yang ditanyakan di dalam survei tersebut adalah dilakukannya sosialisasi protokol kesehatan sebelum tatap muka dilakukan.
Retno menegaskan, sosialisasi protokol kesehatan sebelum sekolah dibuka sangat penting. Namun, hanya 47,33 persen responden yang menyatakan pernah melihat dan membaca ketentuan protokol kesehatan secara tertulis yang ditempel di lingkungan sekolah.
"Jumlah yang lebih besar, yaitu 52,67 persen para responden menyatakan belum pernah melihat protokol kesehatan tersebut ditempel di lingkungan sekolah," kata Retno, dalam keterangannya, Senin (28/12).
Sementara itu, untuk sosialisasi secara lisan dari pihak sekolah kepada para siswanya, sebanyak 77,36 persen responden menyatakan tidak pernah memperoleh sosialisasi terkait protokol kesehatan di sekolah. Retno menjelaskan, kebanyak dari mereka hanya masuk sekolah dengan ketentuan wajib memakai masker.
"Sedangkan 22,63 persen responden menyatakan pernah atau telah menerima sosialisasi protokol dari pihak sekolah sebelum pembelajaran tatap muka. Rata-rata hanya satu kali saja menerima sosialisasi lisan terkait protokol kesehatan di satuan pendidikan," kata dia lagi.
Namun, masih berdasarkan survei KPAI, dari 62.448 responden, mayoritas menyatakan setuju sekolah tatap muka tahun depan. Para responden yang setuju pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 umumnya memberikan alasan sudah jenuh pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Sebanyak 48.817 siswa atau 78,17 persen dari total responden (setuju)," kata Retno.
Retno menjelaskan, para responden khususnya mengeluhkan kegiatan praktikum dan materi-materi yang sulit diberikan melalui PJJ. "Hampir 56 persen responden yang setuju PTM menyatakan alasan ini. Terutama kelas 6 SD, kelas 9 SMP, dan siswa kelas 12 SMA/SMK," kata dia lagi.
Sementara itu, para responden yang tidak setuju pembelajaran tatap muka, umumnya khawatir tertular Covid-19. Mayoritas responden yang tidak setuju sekolah dibuka disebabkan oleh kasus Covid-19 di daerahnya masih tergolong tinggi.
Retno menambahkan, ada juga yang meragukan kesiapan sekolahnya dalam menyediakan infrastruktur dan protokol kesehatan. "Yang menyatakan alasan ini mencapai 40 persen," kata Retno.
Responden survei KPAI berasal dari 34 provinsi, dengan mayoritas responden berasal dari pula Jawa. Adapun provinsi dengan peserta tertinggi, yaitu DKI Jakarta sebanyak 28.020 siswa, Jawa Tengah sebanyak 11.557, dan Jawa Barat sebanyak 11.086 siswa.