Bertahan di Tengah Badai Pandemi
Pandemi hanya bisa dilalui dengan strategi matang nan penuh perhitungan.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi Covid-19 berdampak serius pada bisnis UMKM. Seperti yang dialami seorang pengusaha di Yogyakarta, Handrian Setia Adi (35 tahun). Pandemi memaksa ia menutup warung ayam bakar yang ia dirikan bersama seorang temannya tiga tahun lalu.
Hal itu disebabkan konsumen terbesar dari warung ayam bakar miliknya adalah para mahasiswa. Padahal, kebanyakan mahasiswa yang ada di Yogyakarta saat ini pulang kampung akibat kuliah dilakukan secara daring. Akibatnya, dagangannya pun menjadi sepi pembeli.
"Karena pasar utama adalah mahasiswa, pasarnya menjadi tidak ada," kata Handrian saat berbincang dengan Republika, Rabu (30/12).
Awalnya, Handrian hanya berencana menutup warungnya selama tiga bulan saja. Ia berencana membuka kembali warungnya yang terletak di Pogung Baru Lor, Sleman, tersebut pada bulan Juni. Namun ternyata hal itu tidak memungkinkan.
"Terlalu riskan untuk buka lagi. Karena pasarnya belum pasti. Untuk mengangkat (bisnis ini) lagi beban biayanya terlalu besar," kata Handrian. Sebenarnya terdapat konsumen non-mahasiswa, yakni konsumen rumah tangga, namun persentasenya sangat kecil.
Ia pun kemudian beralih berjualan kopi. Untuk bisnis barunya tersebut, pasar utamanya adalah para penikmat kopi di rumah. "Apalagi saat ini semakin lumrah dijumpai orang yang memiliki home brewer di rumahnya," kata pria yang biasa dipanggil Aceh itu.
Bahkan, pada awal pandemi, tutur Handrian, penjualan kopi arabika dan robusta sangat bagus. "Karena banyak orang beralih ke online jadi pasarnya bagus," kata Handrian.
Selain itu, bisnis barunya juga sangat efisien. Ia tidak memerlukan kafe untuk berjualan. Semua aktivitas seperti roasting biji, packaging, hingga pengiriman bisa dilakukan di rumah. "Bisnis ini sangat minim cost," kata Handrian.
Namun hal itu bukan berarti tak ada tantangan. Dalam tiga bulan terakhir, bisnis barunya tersebut mulai mendapatkan banyak kompetitor. Penjualannya pun sempat menurun hingga 50 persen. Ia kini pun mencoba bisnis lainnya yakni bisnis tanaman bonsai.
Hal yang sama juga menimpa Aditya Budi Kusuma (35 tahun). Akibat pandemi, ia terpaksa melepas bisnis pigura yang telah ia rintis selama 10 tahun. "Mau bagaimana lagi, pendapatan menurun sampai 80 persen," kata pria yang akrab dipanggil Budi itu.
Melihat kondisi seperti itu, ia mau tak mau banting setir. Satu hal yang terlintas di pikirannya saat itu adalah beralih ke bisnis tanaman hias. Hal itu dikarenakan sang istri, Ika Ratna Sari (31 tahun) telah memiliki pengalaman bisnis tersebut sejak dua tahun lalu.
Perjudiannya berbuah manis. Tanaman hias justru meledak hanya sebulan setelah ia beralih bisnis. Hal ini tak terlepas dari kebiasaan baru masyarakat yang menyukai tanaman hias kala bekerja di rumah (work from home).
"Bulan September lalu bisnis ini justru booming. Itu menjadi berkah buat saya," kata Budi.
Bisnis tanaman hiasnya kini justru lebih menguntungkan ketimbang bisnis pigura yang ia jalani sebelumnya. "Operasional bisnis ini sangat kecil. Sedangkan omzetnya justru melebihi bisnis lama saya," tutur Budi.
Meskipun bisnisnya tertolong meledaknya harga tanaman di pasar, ia tak mau terlena. Ia bersama istri pun mulai merintis bisnis lainnya seperti menjual media tanam dan pupuk organik. Ia menyadari badai pandemi seperti sekarang hanya bisa dilalui dengan strategi matang nan penuh perhitungan.
"Karena bisnis tanaman seperti ini tidak mungkin terus-menerus laku terus," kata Budi.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi mengungkapkan sebanyak 80 persen UMKM yang ada di DIY terdampak pandemi Covid-19. Sektor utama yang terdampak adalah pariwisata, pendidikan, dan kuliner.
"Untuk kuliner, hal itu dipengaruhi karena sebagian besar konsumen yaitu mahasiswa kebanyakan kembali ke tempat asalnya. Selain itu juga dikarenakan adanya regulasi seperti social distancing, pembatasan jam operasional, dan lain sebagainya, " ujar Srie.
Ia pun menyarankan para pelaku UMKM untuk tetap berkreativitas, berinovasi, beradaptasi, serta berkolaborasi menghadapi pandemi ini. "Agar tetap bertahan, pelaku UMKM harus pintar mengenali habit baru konsumen. Mereka harus lebih berorientasi ke pasar yang ada saat ini," ujarnya.