India Akan Menutup 600 Sekolah Islam di Wilayah Assam
IHRAM.CO.ID, NEW DELHI -- Sebuah undang-undang India akan menutup 600 sekolah Islam di negara bagian Assam di timur wilayah negara itu.
Adanya undang-undang pun telah menyebabkan protes di India. Publik mengecam bila pihak berwenang sedang mencoba untuk mempolarisasi masyarakat dan menciptakan ketegangan agama. Apalagi keputusan ini dilakukan menjelang pemilihan daerah pada bulan Maret.
Seperti dilansir Arab News, adanya kebijakan di bawah undang-undang baru itu diberlakukan oleh pemerintahan yang didominasi oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India disahkan pada hari Rabu lalu (30/12).
Alhasil nantinya, madrasah yang dikelola pemerintah akan diubah menjadi sekolah biasa. "Pemerintah secara bertahap membuat Muslim di negara bagian tidak berdaya dengan mengganggu cara hidup kami," Isfaqul Hussain, seorang aktivis yang berbasis di Tezpur, Assam, mengatakan kepada Arab News, Kamis (31/12).
“Pemerintah BJP mencoba untuk mendorong komunitas Muslim ke pojok hanya untuk mempolarisasi masyarakat dan memenangkan kepercayaan dari komunitas non-Muslim sebelum pemilum,'' ujarnya.
Seperti diketahui di wilayah Assam, 30 persen dari 30 juta penduduk adalah Muslim. Menteri Pendidikan Assam, Himanta Biswa Sarma, mengatakan langkah itu bertujuan untuk membawa komunitas Muslim "maju" dan membela undang-undang baru tersebut.
“Setelah 10 tahun, anak-anak Muslim yang menjadi dokter dan insinyur dari sekolah-sekolah ini, akan berhutang budi kepada pemerintah kita,” ujarnya.
Mohammad Fakaruddin Ahmad yang mengajar di Sekolah Menengah Noorpur Jut, sebuah madrasah di distrik Sonitpur, menyatakan tidak setuju dengan pernyataan menteri.
“Madrasah kami, seperti sekolah lain, mengajarkan sains dan matematika serta mata pelajaran lain dan juga menghasilkan dokter dan insinyur. Madrasah mengikuti kurikulum pendidikan dari pemerintah negara bagian dan kami mengajarkan pendidikan sekuler kepada siswa kami, selain memiliki kursus bahasa Arab dan studi Islam. "
Hiren Gohain, seorang intelektual publik terkemuka dari Assam, merasa pemerintah lebih mengkhawatirkan nama "madrasah" daripada pendidikan.
"Motif politik adalah yang terpenting dalam pikiran mereka," katanya kepada Arab News.
Kekhawatirannya adalah lain kali mereka akan mulai mengubah nama tempat yang memiliki nama Islam. Dia mengatakan itu adalah "bagian dari pola" untuk melemahkan minoritas Muslim di Assam dan memaksa mereka untuk jatuh ke dalam "konstruksi politik" partai yang berkuasa.