Epidemiolog Ingatkan Pemerintah Genjot Penanganan Covid-19

Epidemiolog minta pemerintah kejar ketertinggalan dari China dan Singapura

Republika/Putra M. Akbar
Petugas memakai baju hazmat saat beraktivitas di Graha Wisata Ragunan, Jakarta, Senin (28/12). Berdasarkan data perkembangan kasus virus Corona (Covid-19) harian di Indonesia yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19 per Senin (28/12), DKI Jakarta menjadi penyumbang tertinggi kasus harian Covid-19 sebanyak 1.678 kasus harian atau setara 28,6 persen penambahan kasus nasional disumbang oleh Jakarta. Republika/Putra M. Akbar
Rep: Rizky Suryarandika Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan Indonesia tertinggal jauh dari China dan Singapura dalam penanganan Covid-19. Pemerintah Indonesia perlu menggenjot banyak sektor guna mengejar ketertinggalan tersebut.


Dicky menilai Indonesia sulit mengejar ketertinggalan dari China dan Singapura dalam hal penanganan Covid-19. Walau begitu, segala kekurangan Indonesia harus diatasi sebisa mungkin agar laju pandemi bisa ditekan.

"Jauh tertinggal dari dua negara itu. PR kita masih besar, harus diperkuat dengan strategi komunikasi resiko yang tepat dan efektif. Di Singapura ada rumor gitu langsung di counter 2-3 jam setelahnya sama pemerintah. Ini yang harus jadi contoh bagi pemerintah Indonesia," kata Dicky pada Republika, Rabu (6/1).

Dicky menyebut Indonesia lebih pantas dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam mengenai penanganan Covid-19."Kita dengan Thailand dan Vietnam saja, walau juga berat (dibandingkannya) tapi masih memungkinkan," tambah Dicky.

Dicky mengungkapkan alasan di balik kehebatan China dan Singapura dalam mengatasi Covid-19. Ia mengimbau pemerintah Indonesia meniru langkah-langkah yang diambil kedua negara itu.

"Apa yang dicapai oleh China dan Singapura hasil strategi testing, tracing, isolasi, karantina yang sangat optimal. Jadi itu kalau mau bandingkan harus komprehensif," ujar Dicky.

 

 

Selain itu, Dicky menyebut jumlah ahli kesehatan di China dan Singapura jauh melampaui Indonesia. Kondisi ini membuat kedua negara itu bisa mengatasi penyakit secara lebih efektif. Ia mencontohkan di Wuhan, China yang berpenduduk sekitar 11 juta orang jumlah epidemiolognya mencapai ribuan orang.

"Kalau di Indonesia epidemiolog sekitar 500an orang saja dari penduduk 270 juta. Tentu ini jauh tertinggal," ucap Dicky. 

Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan alasan kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi karena virus SARS CoV 2 masih banyak bersirkulasi. Wiku membandingkan kasus di Indonesia yang masih tinggi dengan Singapura dan China yang sudah jauh menurun atau bahkan hampir tidak ada. 

Dia menyebutkan kasus Covid-19 di kedua negara tersebut menjadi sedikit, atau beberapa wilayahnya bahkan terbebas dari pandemi, karena sirkulasi virus di negara tersebut tersisa sedikit. Karena virus SARS CoV 2 yang beredar di Singapura dan China sedikit, maka virus terbatas ruang geraknya dan tidak bisa menulari orang lain sehingga kasusnya hanya sedikit. 

 

Sementara di Indonesia, kata Wiku, virus masih mudah berpindah-pindah dan memperbanyak diri karena masih terdapat banyak kerumunan manusia. Hingga Selasa (5/1), jumlah kasus Covid di Indonesia bertambah 6.753 kasus, berarti total sementaranya mencapai 772 ribu kasus. Adapun total penderita sembuh di angka 639 ribu orang. Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 22.911 orang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler