Capitol Hill Rusuh, Beredar Seruan untuk Gulingkan Trump

Trump dinilai bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di Capitol Hill.

EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Orang-orang memegang plakat selama demonstrasi di Tokyo, Jepang, 6 Januari 2021. Ratusan orang menggelar unjuk rasa untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Presiden Donald Trump ketika anggota parlemen AS akan mengkonfirmasi suara Electoral College yang dimenangkan oleh Joe Biden.
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kekerasan pengunjuk rasa pro-Donald Trump di Capitol Hill memunculkan seruan pencopotan Trump dari jabatan Presiden AS bahkan sebelum 20 Januari 2021. Insiden peyerbuan Gedung Kongres Amerika Serikat (AS) bisa dikatakan didalangi oleh Trump sendiri yang mengulangi klaim tidak berdasar bahwa pemilu telah dicurangi darinya.

Ada dua cara untuk melengserkan presiden dari jabatannya. Pertama Amandemen ke-25 Konstitusi AS, dan pemakzulan diikuti dengan persetujuan Senat. Dalam skenario keduanya, Wakil Presiden Mike Pence akan mengambil alih sampai pelantikan presiden terpilih AS dari Partai Demokrat Joe Biden.

Sebuah sumber yang mengetahui upaya tersebut mengatakan, telah ada beberapa diskusi awal di antara beberapa anggota Kabinet dan sekutu Trump tentang penerapan Amandemen ke-25. Amandemen ke-25 diratifikasi pada 1967 dan diadopsi setelah pembunuhan Presiden John F. Kennedy pada tahun 1963.

Amandemen ini berkaitan dengan suksesi dan kecacatan presiden. Bagian 4 membahas situasi di mana seorang presiden tidak dapat melakukan pekerjaannya, namun tidak mengundurkan diri secara sukarela.

Menurut para ahli, para pengagas Amandemen ke-25 dimaksudkan untuk diterapkan ketika seorang presiden tak mampu karena penyakit fisik maupun mental. Beberapa sarjana juga berpendapat bahwa itu juga bisa berlaku secara lebih luas untuk seorang presiden yang tidak layak untuk menjabat.

Baca Juga


Untuk Amandemen ke-25 yang akan diberlakukan, Pence dan mayoritas Kabinet Trump perlu menyatakan bahwa Trump tidak dapat menjalankan tugas kepresidenan dan memecatnya. Pence akan mengambil alih dalam skenario itu.

Trump kemudian dapat menyatakan bahwa dia mampu melanjutkan pekerjaannya. Jika Pence dan mayoritas anggota Kabinet tidak menentang tekad Trump, maka ia mendapatkan kembali kekuasaannya. Jika mereka membantah deklarasi Trump, masalah tersebut kemudian akan diputuskan oleh Kongres. Namun Pence akan terus bertindak sebagai presiden hingga saat itu.

Seorang profesor hukum konstitusional di Universitas Colorado, Paul Compos mengatakan, Amandemen ke-25 akan menjadi cara yang tepat menyingkirkan Trump dari jabatannya. Hal itu juga memiliki keuntungan lebih cepat daripada pemakzulan. "Pence bisa langsung jadi presiden, sedangkan pemakzulan dan hukuman bisa memakan waktu setidaknya beberapa hari," kata Campos.

Proses pemakzulan

Untuk pemakzulan, House of Representative, majelis rendah Kongres bisa mengajukan tuntutan bahwa seorang presiden terlibat dalam kejahatan atau pelanggaran ringan atau mirip dengan dakwaan dalam kasus pidana.

Jika mayoritas sederhana dari 435 anggota House setuju untuk mengajukan dakwaan, yang dikenal sebagai "pasal pemakzulan", prosesnya berpindah ke Senat, majelis tinggi. Senat, nantinya akan mengadakan persidangan untuk menentukan kesalahan presiden. Konstitusi mensyaratkan suara dua pertiga dari Senat untuk memvonis dan memberhentikan seorang presiden.

Sebelumnya, Trump sempat dimakzulkan oleh House yang dipimpin Demokrat pada Desember 2019 atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres. Namun Trump kemudian dibebaskan oleh Senat yang dipimpin Partai Republik pada Februari 2020.

Profesor hukum konstitusional di Universitas Missouri, Frank Bowman mengatakan Trump bisa dibilang telah memicu hasutan atau upaya penggulingan pemerintah AS. Namun Bowman menilai Trump juga bisa dimakzulkan karena pelanggaran yang lebih umum, yakni ketidaksetiaan terhadap Konstitusi AS dan gagal menegakkan sumpah jabatannya.

Kongres memiliki keleluasaan dalam mendefinisikan kejahatan dan pelanggaran ringan dan tidak terbatas pada pelanggaran pidana yang sebenarnya. "Pelanggaran esensial adalah pelanggaran terhadap Konstitusi, salah satu yang pada dasarnya mencoba merusak hasil pemilu yang sah menurut hukum,” kata Bowman.



sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler