Orang Usiran dan Hadiah Sharif Makkah
IHRAM.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.
Minat warga anak benua Asia bagian selatan, yakni India, untuk pergi haji ke Makkah berlangsung semenjak agama Islam masuk ke India. Pada saat kekuasaan dipegang oleh Dinasti Moghul juga ikut memegang perannya.
Pada masa pemerintahan Jahangir dan Shah Jahan misalnya. Pada masa pemerintahan tersebut diketahui mengirim bingkisan ke Makkah dengan menunjuk Mir Haji untuk berhaji.
Namun, kepergiaan ke Makah itu tak selalu berlangsung mulus. Pada satu waktu sempat terjadi penangkapan kapal 'Rahimi' yang dimiliki oleh Maryam-uz-zamani (Jodha bai) ibu dari Kaisar Mughal, Jahangir pada tahun 1613 M oleh Portugis. Kapal ini diyakini sebagai kapal terbesar yang selama ini berlayar di lautan India.
Kapasitas kapal Rahimi diperkirakan mencapai 1.500 ton dengan ruang untuk membawa hingga mencapai 1.500 penumpang. Orang Eropa saat itu menggambar kapal ini sebagai kapal ziarah yang sangat untuk mengantar pelayaran berhaji tahunan. Kapal ini melintasi laut dari India menuju kawasan Arabia.
Meski secara fisik kapal itu sekedar kapal peziaran, namun pelaut Portugis yang selama ini melayani orang Mughal berlayar ke Arabia untuk berhaji, menganggap penangkapan kapal kerajaan tersebut merupakan upaya menguasai kerajaan Mughal dan tindakan penganiayaan agama oleh orang Portugis yang disengaja.
Adanya kejadian ini mungkin telah menyebabkan pelunakan sikap Mughal terhadap Inggris, yang telah berusaha keras sejak tahun 1608 M. untuk mendapatkan bantuan, membuat jalan dan untuk mendapatkan izin kerajaan ke perusahaan Inggris timur India dalam pembangunan di India.
Raja Aurangzeb, yang dianggap paling kolot di antara kaisar Mughal, sangat mewah dalam pelaksanaan haji. Setiap tahun, dua kapal kerajaan Aurangzeb melakukan perjalanan ke laut merah yang membawa bangsawan dan wanita Hindustan, fakir, dan peziarah.
JV TaVernier mengamati bahwa kapal-kapal ini membawa penumpang secara gratis. Beberapa wanita dari isteri kaisar dan banyak bangsawannya mengirim amal reguler ke Makkah. Putri Aurangzeb, Zebunnisa juga memberikan dukungannya kepada Haji.
Dia mensponsori ziarah haji seorang ulama Safi bin Vali Al-Gazvini sebagai hadiah. Perjalanan haji ini juga terkait dengan penulisan Tafsir Alquran dengan nama Zeb ut-Tafsir.
Ulama Safi Al-Gazvini berlayar untuk berziarah di atas kapal Salamat Ras pada 15 syawaal 1087 H/1676 M dan tiba di Makkah pada tanggal 3 Dulhijjah. Gazvini memberikan penjelasan rinci tentang perjalanannya dalam karyanya 'Anis Al-Hajj, yang sekarang disimpan di Museum Pangeran Wales di Mumbai, yang merupakan risalah penting dalam sejarah haji.
Selama masa Mughal, orang-orang melanjutkan haji dengan berbagai alasan - kewajiban agama, studi agama, memberi imbalan kepada layanan dan bahkan hukuman atas kegagalan.
Haji juga menjadi alasan yang mudah untuk mengirim calon ulama pada pengasingan politik. Terkadang bahkan ancaman pengiriman seseorang pada haji biasanya memberi hikmah pada bangsawan dan ilmuwan yang salah.
Penguasa Mughal Humayun diketahui telah membutakan saudaranya dan dikirim berhaji pada tahun 1553 M. Dia melakukan haji empat kali dan meninggal di Makkah pada tahun 1557 M.
Raja Mughal lain, Akbar, juga pernah merasa jengkel dengan perilaku mentor Bairam Khan yang berlebihan dan memerintahkannya untuk melanjutkan haji. Bairam meninggalkan Delhi dan bergerak menuju gujarat, namun sebelum dia dapat memulai haji dibunuh oleeh Ahmed Abad, seorang Afghanistan.
Raja Jahangir mengusir dokter Persianya, Hakim Sadra untuk pergi haji ke Makkah karena tidak memberinya perawatan yang tepat saat dia tidur. Bukan hanya itu, tokoh penting di Aurangzeb, Gazi ul-Guzzat, yang kerap bertengkar dengan raja, diminta untuk mengundurkan diri dan pergi untuk berhaji.
Haji dengan demikian, menjadi tempat tinggal favorit bagi para bangsawan, pemberontak, dan calon yang dikalahkan di atas takhta. Para Sheriff dari Makkah adalah penerima sumbangan Mughal yang agung.