Iran Ancam Usir Pengawas IAEA Jika Sanksi tak Dicabut
Teheran akan melanjutkan pengayaan uranium.
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran mengancam akan mengusir pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kecuali sanksi terhadap negara itu dicabut pada 21 Februari 2020. Tanggal itu adalah batas waktu yang ditentukan oleh parlemen yang dimotori kalangan garis keras. Demikian disampaikan seorang anggota dewan, Sabtu (9/1).
Parlemen mengesahkan sebuah undang-undang pada November 2020, yang mewajibkan pemerintah untuk menghentikan pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) di situs nuklir miliknya. Selain itu juga UU meningkatkan pengayaan uranium melampaui batas yang ditetapkan oleh pakta nuklir Teheran 2015, jika sanksi tidak dilonggarkan.
Badan pengawas Dewan Wali Iran meloloskan UU tersebut pada 2 Desember dan pemerintah mengatakan akan mengimplementasikan hukum tersebut. "Menurut UU tersebut, jika Amerika tidak mencabut sanksi minyak, perbankan, dan finansial hingga 21 Februari, maka kami pastinya akan mengusir pengawas IAEA dari negara (Iran) dan pastinya akan menyudahi implementasi sukarela Protokol Amendemen," kata anggota parlemen Ahmad Amirabadi Farahani.
Pernyataan, yang merujuk pada teks yang mengatur kegiatan dan misi IAEA, dilansir oleh sejumlah media Iran. Teheran pada Senin (4/1) mengatakan akan melanjutkan pengayaan uranium hingga 20 persen di fasilitas nuklir bawah tanah milikinya.
Tindakan itu melanggar pakta nuklir dengan sejumlah negara besar dan kemungkinan mempersulit upaya Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden untuk bergabung kembali dengan pakta tersebut.
Iran mengingkari komitmennya terhadap pakta nuklir pada 2019, sebagai respons atas penarikan AS dari perjanjian tersebut oleh Presiden AS Donald Trump. Teheran juga geram dengan langkah Paman Sam yang kembali menjatuhkan sanksi AS. Teheran berulang kali mengatakan bahwa pihaknya dapat langsung membatalkan pelanggaran jika sanksi Washington dicabut.