Kekuatan Militer Iran yang Bisa Mengguncang AS

Iran memiiki rudal balistik, drone, dan jaringan militan di kawasan.

IRANIAN ARMY OFFICE
Sebuah foto yang disediakan oleh kantor kementerian Angkatan Darat Iran menunjukkan sebuah rudal ditembakkan ke laut dari kendaraan peluncuran saat latihan militer di Teluk Oman, Iran, Kamis (18/6). Menurut laporan, Iran pada 18 Juni 2020 mengatakan berhasil menguji
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Hubungan Iran dan AS memanas. Sanksi yang dijatuhkan oleh AS dan pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran dan Jenderal Qassem Soleimani tak membuat Teheran tunduk. Justru, Iran mengumbar berbagai peringatan, termasuk dengan pengayaan uranium hingga tingkat 20 persen. Iran juga berjanji akan membalas pembunuhan Jenderal Soleimani oleh AS.

Momen paling menarik perhatian ketika empat bulan lalu, segerombolan drone bersenjata yang terbang rendah dan rudal jelajah menghantam tangki minyak di pusat industri perminyakan Saudi.

Iran membantah bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi AS telah menyimpulkan bahwa Teheran berada di belakangnya, dengan mengirimkan drone dan rudal dari Iran atau Irak selatan.

Baca Juga



Para pejabat mengatakan bahwa serangan itu menunjukkan bahwa teknologi Iran lebih maju dari yang diperkirakan badan intelijen AS. “Serangan terhadap ladang minyak di Saudi sangat mencengangkan di kedalaman keberaniannya,” kata kepala Komando Pusat Pentagon, Jenderal Kenneth F. McKenzie Jr., dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Militer konvensional Iran telah memburuk secara parah selama isolasi sejak revolusi Islam 1979.  Namun, Teheran telah menghabiskan beberapa dekade itu mengembangkan kemampuan yang kurang konvensional, termasuk paling kuat di dunia dan yang cocok untuk melakukan perang asimetris melawan negara adidaya seperti AS.

Iran memimpin salah satu persenjataan rudal balistik dan jelajah terbesar di kawasan itu. Kemudian, terdapat pula jaringan sekutu kelompok militan di sekitar kawasan dengan sebanyak 250 ribu pejuang. Ada pula tim peretas komputer yang menurut pejabat AS termasuk di antara yang paling berbahaya.

Teheran telah mengembangkan drone bersenjata dan pengintai yang canggih. Meski tidak memiliki angkatan laut konvensional yang kuat, mereka telah mencari cara lain untuk menghentikan aliran minyak Teluk Persia dengan armada kapal cepat kecil dan timbunan ranjau bawah air.

"Kemampuan ofensif mereka secara drastis lebih besar daripada kemampuan pertahanan yang digunakan untuk melawan mereka," kata analis di Royal United Services Institute, pusat penelitian keamanan London, Jack Watling, dikutip dari nytimes.

Drone Iran diketahui tidak dapat menembakkan rudal dari udara, tidak seperti drone AS atau China yang lebih canggih. Namun, bisa diisi dengan bahan peledak, seperti yang diperkirakan dalam serangan terhadap kilang minyak Saudi, untuk menjadi peluru kendali jarak jauh.

Rudal jelajah jarak terjauh Iran dapat menyerang lebih dari 1.500 mil dari perbatasan. Rudal Iran, mencapai hampir di mana saja di Teluk Persia. China, Rusia, dan Korea Utara telah memberi Iran teknologi dan amunisi, dan Iran telah memproduksi drone yang dikendalikan dari jarak jauh di dalam negeri.

Watling menekan, kemampuan Iran untuk menimbulkan kerusakan yang signifikan membuat biaya perang dengan Iran cukup parah. Terlebih lagi, Iran pun dapat menunjukan sisi kekuatan dengan cara yang tidak perlu terang-terangan.

Beberapa analis berpendapat bahwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mungkin dengan sengaja memerintahkan serangan simbolis tetapi relatif tidak berbahaya. Upaya ini untuk menunjukkan kepada warga Iran tanggapan yang kuat tanpa memprovokasi perang habis-habisan dengan Washington.

"Khamenei harus mengkalibrasi tanggapan tersebut sehingga cukup bagi Iran untuk tidak kehilangan muka, tetapi tidak terlalu banyak sehingga Iran kehilangan akal," kata sarjana Iran di Carnegie Endowment for International Peace, Karim Sadjadpour.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler