Tren Reksadana Syariah Mata Uang Asing Terus Meningkat

Masih banyak ruang untuk kembangkan produk investasi syariah dalam mata uang asing.

Republika/Edwin DP
Investasi reksadana
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren investasi syariah bertema sustainability atau berkelanjutan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk dalam produk reksadana berdenominasi mata uang asing, seperti dolar AS.

Baca Juga


Head of Mutual Fund Distribution PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), Eri Kusnadi menyampaikan perkembangan investasi syariah berdenominasi mata uang asing dalam 3-5 tahun terakhir terus tumbuh. Namun demikian, pilihan produk yang ada di pasar masih belum cukup beragam.

"Perkembangannya memang menarik ya, dan masih dibutuhkan banyak variasi," katanya dalam Virtual Press Launch Batavia Global ESG Sharia Equity USD, Rabu (15/1).

Permintaan dari pasar cukup tinggi mengikuti tren yang sudah mulai di pasar global. Di Indonesia sendiri masih butuh banyak strategi dan pilihan tema produk investasi syariah agar bisa memenuhi kebutuhan yang lebih beragam.

Ia menilai masih banyak peluang dan ruang untuk pengembangan produk investasi syariah yang berdenominasi mata uang asing. Di BPAM sendiri, saat ini akan segera meluncurkan produk reksadana syariah dolar AS bertema lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) pada 27 Januari 2020.

"Ini yang pertama, dan kita akan luncurkan reksa dana efek syariah lainnya yang membawa tema-tema lain yang lebih menarik," katanya.

 

 

Reksa dana Batavia Global ESG Sharia Equity USD ditargetkan untuk segmen prioritas dan dapat dibeli dengan minimal 10 ribu dolar AS atau sekitar Rp 140 juta. Pembeliannya bisa dilakukan baik di cabang PermataBank maupun kanal digital seperti aplikasi Permata MobileX maupun internet banking.

Reksa dana tersebut punya kategori efek luar negeri sehingga 51 persen dana akan diinvestasikan pada bursa luar negeri atau global equity. Mayoritas akan ditempatkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, karena ketersediaan perusahaan ESG cukup banyak.

"Perusahaannya kita pilih yang berada di sektor-sektor unggulan dan kompetitif, seperti bidang kesehatan, teknologi, industri material dan konsumer," katanya.

Ia meyakini prospek ekonomi global akan baik dan tumbuh di 2021. Seiring dengan pemulihan ekonomi dan distribusi vaksin yang menjadi harapan tahun ini. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler