Studi: Separuh Penyintas Covid-19 Masih Rentan Varian Afsel
Varian Afsel masih mungkin mengusik penyintas Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Hampir setengah penyintas Covid-19 disebut masih rentan terhadap varian SARS-CoV-2 yang bermutasi di Afrika Selatan dan telah menyebar ke berbagai negara. Para peneliti memperingatkan betapa berbahayanya varian baru virus corona tersebut.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengungkapkan bahwa strain (galur) baru Afrika Selatan yang disebut 501.V2, telah memasuki Inggris pada bulan Desember 2020. Para ahli sebelumnya telah memperingatkan bahwa strain itu dapat luput dari pengujian standar Covid-19.
Sejauh ini, 54 orang Inggris diperkirakan telah terjangkit strain tersebut. Namun, kasus ini diambil dari sampel acak, sehingga membuka kemungkinan kasus infeksi varian jauh lebih tinggi.
Para ahli mengatakan, ada mutasi spesifik pada strain yang menyebabkan spike protein mampu menghindari antibodi. Spike protein adalah kunci dalam hal vaksin. Perubahan dramatis pada tonjolan protein itu dapat berarti bahwa beberapa suntikan vaksin tidak seefisien sebelumnya.
Profesor Penny Moore dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan menemukan hasil penelitian yang belum ditinjau sejawat. Penelitian terhadap 44 orang itu mengungkap, 44 persen dari mereka tidak memiliki respons kekebalan sama sekali terhadap varian baru tersebut.
"Ketika Anda menguji darah orang yang terinfeksi pada gelombang pertama dan Anda bertanya 'Apakah antibodi di dalam darah mereka mengenali virus baru?', maka jawabannya ialah 50 persen kasus, hampir setengah kasus, tidak ada lagi kemampuan pengenalan terhadap varian baru," kata Moore dilansir dari The Sun pada Rabu (20/1).
Moore mengatakan, pada separuh lainnya dari orang-orang itu, ada beberapa yang tersisa memiliki antibodi yang mengenali varian virus baru. Menurutnya, kelompok ini sangat spesifik."Kemampuan itu hanya ada pada mereka biasanya yang sangat sakit, dirawat di rumah sakit, dan meningkatkan respons yang sangat kuat terhadap virus," kata Moore.
Dalam studi terpisah oleh para peneliti di Washington, Amerika Serikat, para ahli melihat sampel darah orang dengan antibodi untuk strain yang lebih tua dan bagaimana mereka bereaksi terhadap varian baru. Dari 11 sampel, sembilan menunjukkan berkurangnya ikatan dari antibodi setelah terpapar varian.
Para ahli mengatakan, di lokasi di mana mutasi memberi dampak juga muncul varian lain. Namun, beberapa sampel lebih dipengaruhi oleh mutasi di situs lain, sementara yang lain sebagian besar tidak terpengaruh oleh mutasi tunggal, tulis laporan para ahli di Washington itu.
Hingga saat ini, belum jelas apakah strain Afrika Selatan akan mampu ditangkal vaksin yang diluncurkan di seluruh Inggris. Tercatat jutaan orang Inggris telah menerima dosis pertama suntikan Pfizer-BioNTech dan vaksin Oxford-AstraZeneca.