Fokus Vaksin Gratis, Vaksin Mandiri Bisa Bingungkan Publik

Keinginan kalangan pengusaha bisa ikut menjual vaksin Covid ke publik menuai kritik.

ANTARA/Fauzan
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac kepada tenaga kesehatan , di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 2.630 tenaga kesehatan di RSD Wisma Atlet Kemayoran menjalani vaksinasi COVID-19 secara bertahap dan ditargetkan selesai pada dua hingga tiga pekan ke depan
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Haura Hafizah, Rizky Suryarandika, Antara

Seusai pemerintah pekan lalu membuka kembali wacana program vaksinasi Covid-19 lewat vaksin mandiri, pekan ini, kalangan pengusaha juga menyatakan minatnya untuk menjual vaksin mandiri ke publik. Dikutip dari laman detik.com, Ahad (24/1), Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Rosan Roeslani mengungkap minat kalangan pengusaha untuk menjual vaksin mandiri ke publik.

Namun, ketika dikonfirmasi oleh Republika, Senin (25/1), Rosan mengelak untuk membahas mengenai keinginan pengusaha ikut menjual vaksin Covid-19 kepada publik. Padahal, sebelumnya, Rosan menyebutkan bahwa pengusaha tertarik untuk menjual vaksin ke publik karena ia yakin banyak yang akan membeli vaksin mandiri agar bisa segera divaksin.

"Kita fokus di vaksin mandiri untuk karyawan dan pekerja dulu," kata Rosan, hari ini.

Baca Juga



Sementara itu, dalam keterangan resminya hari ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, baik vaksin dari pemerintah maupun mandiri, disediakan gratis untuk masyarakat. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada komersialisasi vaksin Covid-19.

"Tidak ada komersialisasi pada vaksin mandiri. Baik mandiri maupun dari pemerintah, semua gratis. Perusahaan yang akan membeli vaksin mandiri untuk karyawannya dan itu tidak boleh potong gaji karyawan," tegas Airlangga dalam keterangan, Senin (25/1).

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) ini menambahkan, pelaksanaan vaksinasi mandiri masih menunggu vaksinasi prioritas tuntas. Yakni, vaksinasi untuk tenaga kesehatan.

Airlangga mengimbau masyarakat bersedia melaporkan jika ada pelanggaran terhadap program vaksinasi Covid-19. "Silakan lapor ke pihak berwenang jika diminta membayar. Siapa pun masyarakatnya, vaksin Covid-19 tetap gratis," tuturnya.

Indonesia mengimpor vaksin Covid-19 dari berbagai produsen vaksin dunia. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menanggapi keinginan kalangan pengusaha melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia agar bisa ikut menjual vaksin lewat jalur vaksinasi mandiri. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dan menimbulkan diskriminasi.

"Vaksin hak semua masyarakat dan harus dijamin pemerintah ketersediaanya. Tapi kalau ada opsi vaksinasi mandiri itu, jelas hal tersebut bertentangan dan pastinya akan berdampak kontraproduktif. Jangan jadikan vaksin sebagai subjek ekonomi," katanya saat dihubungi Republika, Senin (25/1).

Kemudian, ia menjelaskan strategi vaksinasi di situasi pandemi harus mengacu pada asas yang universal. Adapun tiga asas, pertama vaksinnya harus gratis, kedua voluntary atau sukarela, dan ketiga, tidak diskriminasi. Artinya, dalam asas tersebut jangan sampai vaksin ini disalahgunakan, apalagi sebagai barang ekonomi.

Ia melanjutkan, awalnya banyak negara yang akan merencanakan vaksinasi mandiri tersebut. Tentunya, hal ini menguntungkan bagi para pengusaha. Namun, hal tersebut banyak ditentang dan akhirnya tidak berhasil.

"Jadi, setiap strategi tuh harus ada argumentasi ilmiahnya, jangan asal. Seperti harus ada masukkan dari para ahli. WHO sendiri pun sudah menegaskan kalau vaksinasi ini harus ada prioritas mana yang duluan, seperti tenaga kesehatan yang memiliki komorbid dan lanjut usia. Saya tidak mengerti itu vaksinasi mandiri dasarnya apa," kata dia.

Ia menambahkan, di tengah pandemi seperti ini, seharusnya pemerintah berpikir bagaimana caranya masyarakat seluruh daerah di Indonesia mendapatkan vaksinasi secara gratis tanpa dipungut biaya apa pun.

"Bukan malah jualan. Ini berbahaya loh. Jadi yang dapat vaksin hanya yang punya uang sedangkan yang tidak bagaimana? pemerintah harus berpikir, jangan asal bertindak," kata dia.

Epidemiolog asal Universitas Indonesia, Pandu Riono, juga menolak tegas wacana vaksinasi mandiri yang digaungkan baru-baru ini. Pandu mengingatkan, vaksin semestinya diberikan tanpa pembebanan biaya pada rakyat.

"Tidak boleh ada perdagangan vaksin di masa pandemi. Vaksinasi harus gratis," ucap Pandu.

Co-Initiator and Co-Leader Koalisi Masyarakat untuk Covid-19 (situs LaporCovid) Irma Hidayana mengkritik keras wacana vaksinasi mandiri yang digulirkan dunia usaha dan pemerintah. Irma menganggap vaksinisasi mandiri merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila.

"Dengan vaksin mandiri terjadi ketidakadilan hak terkait pandemi yang jadi makin lebar. Ini ingkari sila Pancasila," kata Irma dalam konferensi pers virtual pada Senin (25/1).

Irma menekankan, prinsip keadilan dan keseteraan harus dijunjung tinggi dalam pedoman kebijakan kesehatan masyarakat. Prinsip tersebut juga tercantum dalam regulasi penanganan pandemi.

"Ada prinsip justice. Tiap orang harus setara dapat hak hidup sehat mulai dari testing, faskes tersedia semua alatnya. Ini untuk jamin hak kesehatan dan keselamatan masyarakat," ujar Irma.

Irma menyebut, kebijakan vaksin mandiri sudah melanggar hak atas keadilan kesehatan. Ia mengingatkan, pelaksanaan vaksinasi dilakukan pemerintah sesuai Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020.

"Semua orang dijamin mendapat kesempatan sama dapat vaksin. Jangan sampai ditentukan kemampuan finansial. Kalau vaksin mandiri dibuka maka mereka yang punya kekuatan ekonomi akan dapat akses duluan daripada rakyat kecil," tegas Irma.

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani meminta pemerintah untuk fokus terlebih dahulu pada vaksin gratis Covid-19 untuk masyarakat. Daripada mewacanakan adanya vaksin mandiri yang dapat membingungkan masyarakat.

Pemerintah seharusnya menjamin terlebih dahulu pendistribusian vaksin ke berbagai daerah. Khususnya, di daerah pelosok dan kawasan 3T (terdepan, terpencil, dan terluar).

"Pastikan bahwa vaksin, cold chain, dan sarana logistik pendukung vaksinasi semua aman. Yang tidak kalah penting mitigasi dan tata kelola Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)," ujar Netty kepada wartawan, Senin (25/1).

Di samping itu, wacana vaksin mandiri dapat memantik isu sensitif di tengah masyarakat. Bahwa orang yang memiliki uang dapat membeli dan memilih vaksin yang diinginkan.

"Belum lagi persoalan data penerima vaksin yang menuai sengkarut. Alhasil, tujuan vaksinasi untuk membentuk herd immunity ini pun terancam gagal," ujar Netty.

Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk vaksinasi Covid-19 Dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, rencana vaksinasi Covid-19 yang dilakukan secara mandiri diupayakan di luar target sasaran vaksinasi gratis sebesar 70 persen. Program vaksin mandiri bertujuan membantu percepatan kekebalan komunitas (herd immunity).

"Jadi, di luar target sasaran vaksinasi gratis," kata Nadia, di Jakarta, Kamis (21/1).

Target vaksinasi Covid-19 secara gratis yang diupayakan pemerintah adalah 70 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara program vaksinasi Covid-19 secara mandiri direncanakan akan berada di luar target sasaran itu.

Dengan demikian, rencana vaksinasi Covid-19 secara mandiri tersebut adalah untuk menambah jumlah sasaran yang akan divaksin. Sehingga, diharapkan dapat mempercepat pencapaian kekebalan komunal.

"Jadi, vaksinasi mandiri nanti akan menambah jumlah orang yang ada di populasi," katanya.

Kelompok Prioritas Vaksinasi Covid-19 - (republika/mardiah)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler