Kemenkop Gelar Diskusi Dengar Keluhan Pedagang Warteg
Kurang dari separuh pedagang warteg memilih pulang kampung karena pendapatan menurun
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menggelar diskusi dengan perwakilan pengurus Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) serta Paguyuban Pedagang Warung Tegal dan Kaki Lima se-Jakarta dan sekitarnya (Pandawakarta). Diskusi itu bertujuan mencari solusi tepat menyelesaikan beragam masalah yang selama ini dihadapi oleh para pelaku usaha warung Tegal (warteg) dan pedagang kaki lima, akibat pandemi Covid-19.
"Kurang dari separuh pedagang warteg memilih pulang kampung. Sebab pendapatannya terus menurun karena permintaan yang terbatas. Mereka rata-rata dari Tegal dan Brebes," ujar Ketua Kowantara Mukroni, melalui siaran pers pada Selasa (26/1).
Hanya saja, ia mengklarifikasi isu beredar yang menyatakan 20 ribu warteg telah gulung tikar. Dirinya menegaskan, angka tersebut tidak benar. Meski begitu, para pelaku usaha warteg berharap pemerintah bisa turun tangan. Di antaranya mendata seluruh pelaku usaha warteg agar mendapatkan gambaran utuh kondisi sebenarnya.
"Tidak semua warteg atau pedagang kaki lima punya pendapatan dan kapasitas sama. Maka perlu didata,” kata perwakilan dari Pandawakarta Puji Hartoyo.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya menegaskan, warteg merupakan salah satu usaha rakyat yang menjadi fokus perhatian pemerintah. Data menjadi langkah pertama yang penting guna mengukur kebutuhan pelaku usaha makanan tersebut.
“Jika data yang dibutuhkan terkait dengan jumlah warteg yang terdampak bisa dikumpulkan dengan cepat dan tepat. Maka proses pemberian bantuan akan cepat disalurkan,” ujar Eddy.
Bantuan pemerintah kepada pelaku usaha dapat diberikan antara lain melalui Banpres Produktif Usaha Mikro yang selama ini sudah berlangsung sejak 2020. Bantuan modal kerja juga dapat diakses melalui koperasi yang dibantu pembiayaannya melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB KUMKM) atau akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui perbankan.
Kemenkop juga mendorong kolaborasi seluruh stakeholder usaha warung makan dan kaki lima. Misalnya peningkatan kemampuan SDM dan pemberdayaan pelaku usaha dapat difasilitasi lewat program bapak asuh yang melibatkan BUMN dan swasta atau menghubungkan dengan akses pasar dalam program sosial mobilisasi makan gratis yang dibiayai pemerintah/swasta.
Guna mendata sebaran dan status warteg, Kemenkop menggandeng penyedia platform digital antara lain Wahyoo. Wahyoo merupakan startup teknologi yang selama ini fokus membantu meningkatkan nilai tambah warteg melalui digitalisasi.
CEO Wahyoo Peter Shearer mengatakan, pihaknya selama ini membantu para pelaku usaha warung makan untuk bertransformasi ke ranah digital, meningkatkan standar protokol kesehatan, hingga membantu akses permodalan usaha. Ia menambahkan, hampir 16 ribu warung makanan yang ada di Jakarta sudah masuk dalam ekosistem digital sehingga tidak hanya bisa melayani pesanan kebutuhan warung secara daring, namun juga pembukuan dilakukan dengan sangat sederhana, pembiayaan yang mudah, serta banyak potensi penambahan penghasilan.
"Bahkan kita dorong mereka bisa masuk ke platform seperti Gofood dan Grabfood. Sampai di tahap kita berikan juga pelatihan serta strateginya," ujar Peter.
Pemetaan data warung makan dan digitalisasi, dinilai bisa menjadi solusi ampuh. Tujuannya mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas pelaku usaha di tengah dampak pandemi dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih berlangsung di 2021 ini.