Harlah NU ke-95, Kiprah, dan Tantangan Masa Depan

Harlah NU ke-95 menunjukkan kiprah dan tantangan NU ke depan.

tangkapan layar wikipedia.org
Harlah NU ke-95, Kiprah, dan Tantangan Masa Depan. Foto: (ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Rep: Andrian Saputra Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA ---Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) akan berulang tahun yang ke-95 pada Sabtu (31/1). Banyak hal yang telah dilakukan NU untuk kemaslahatan agama dan bangsa. Pengamat Organisasi Islam yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Sukron Kamil menjelaskan ada banyak hal yang telah dilakukan NU untuk kepentingan Islam dan Indonesia.

Prof Sukron menjelaskan sebagai sebuah organisasi, berdirinya NU memberi warna baru di tengah eksistensi ormas Islam sebelumnya semisal Muhammadiyah dan Sarekat Islam (SI).  

"Nahdlatul Ulama itu adalah sesuai namanya yaitu kebangkitan ulama, yang itu berarti sebenarnya adalah upaya untuk mempertahankan Islam sebagai sebuah tradisi. Artinya NU dari awal berkomitmen untuk mengembangkan pola-pola Islam yang telah dikembangkan oleh para wali songo. Islam yang sekarang ini dikenal dengan Islam Nusantara, sebuah corak Islam yang secara ushul itu sama dengan Islam yang lain, hanya secara praktik tentu disesuikan dengan kondisi Indonesia," kata Prof Sukron kepada Republika pada Jumat (29/1).

Dalam hal-hal furu, menurut Prof Sukron NU menghadirkan cara pandang berbeda dari organisasi Islam lainnya yang menjadikan NU memiliki kekhasan. Pada sisi lain, menurut Prof Sukron para ulama NU pun produktif dalam membuat karya-karya Ilmiah yang bukan saja mengembangkan dakwah Islam namun juga sesuai dengan kenusantaraan.

Baca Juga


NU juga telah memberi warna dalam dinamika politik Indonesia. Prof Sukron mencatat turunnya NU dalam politik praktis sekitar tahun 55 telah menyatukan banyak suara Muslim. NU pun mampu meraih suara cukup besar. NU menurut Prof Sukron juga sangat berjasa besar dalam mengembangkan Departemen Agama di mana banyak kader-kader terbaik NU mengisi posisi menteri.

"NU itu juga berperan di dalam terutama mengembangkan pendidikan Islam, terutama lewat Pesantren. Pesantren-pesantren NU itu sudah dikenal dari sejak lama, meskipun di dalam beberapa bagian NU susah dibedakan antara lembaga pendidikan NU dalam pengertian pesanten tradisional dengan yang dimiliki oleh individu-individu ulama-ulama di bawah NU," katanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Sukron mengatakan patut diakui bahwa NU berhasil mengembangkan pendidikan berbasis kitab kuning, bahkan para tokoh ulama NU pun produktif menulis kitab. Sehingga selain melalui Al Quran dan Hadita, warga Nahdliyin pun lebih mudah dalam mencari sumber keterangan dan rujukan untuk menjelaskan berbagai persoalan agama.

Pada sisi lain, NU menjadi organisasi yang berperan dalam integrasi Islam dan negara. Bahkan jelas Prof Sukron itu dilakukan NU sejak masa penjajahan Belanda, di mana NU mengeluarkan seruan agar warga Nahdliyin membela negara dari ancaman penjajah.

"Dan hingga hari ini, saya kira peran NU di dalam integrasi dengan negara masih menajdi pionir, selain Muhammadiyah yang saya kira menyatakan secara harfiah Indonesia NKRI ini sudah final itu adalah NU. NU dan Muhammadiyah di dalam konteks ini adalah jempolan. Dia berperan banyak di dalam bagaimana melakukan integrasi dengan negara, selain berperan juga di dalam integrasi sosial antara umat Islam paling tidak sesama NU. Bahkan juga hubungan NU dan Muhammadiyah kan belakangan sudah cukup baik, artinya NU juga mengembangkan ukhuwah Wathaniyah, persaudaraan sesama bangsa," jelasnya.

Meski demikian, Prof Sukron memberikan sejumlah masukan bagi NU agar dapat menjadi organisasi yang semakin baik dan memberikan lebih banyak kemaslahatan di masa mendatang. Prof Sukron menjelaskan selama ini tokoh-tokoh NU dikenal sangat kuat dalam mempertahankan nilai-nilai lama atau tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat. Namun demikian, menurutnya NU masih kurang dalam mengambil nilai-nilai baru atau modern yang baik dan tak bertentangan dengan ajaran Islam.

Prof Sukron juga menilai NU perlu lebih memperkuat dalam pengembangan lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan NU selain dari pesantren. Pada sisi lain, menurutnya NU juga pelu melakukan revitalisasi dan pembedaan antar pesantren milik individu dan pesantren milik organisasi. Selain itu, NU juga masih memiliki tantangan dalam mengembangkan potensi ZISWAF warga Nahdliyin serta problematika pesantren yang mati suri karena tak adanya regenerasi pasca meninggalnya tokoh pesantren serta  masalah kesejahteraan para kiai pimpinan pesantren.

Menurut Prof Sukron NU sebenarnya memiliki banyak SDM berkualitas. Hanya saja, banyak warga Nahdliyin yang berkualitas tak memiliki kesempatan untuk berkiprah lebih jauh lantaran tidak berasal dari organisasi sayap NU semisal tidak berasal dari PMII.

"Pembedaan kader yang dari kader PMII dan non PMII  itu sebenarnya harus diberhentikan. Jadi sebanrnya NU punya sumber daya banyak kalau msialnya melibatkan kader-kader  NU yang itu tidak dibesarkan, tidak berproses di PMII. Selama itu hanay diberikan dari PMII itu akan membuat NU kehilangan sumber daya terbaiknya," katanya. A

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler